Home Blog Page 136

Pantauan Media Kala Warganet Mencari dan Menanti Terawan

Jika Menkes Terawan Agus Putranto adalah admin akun sh*tpost, mungkin dia sudah posting meme Roll Safe dengan caption “Bagaimana seseorang harus bertanggung jawab jika dia tidak melakukan apa-apa?”. Siapa yang bisa menyalahkannya jika sejak awal kemunculan pandemi COVID-19, Kementrian Kesehatan yang pimpin tidak pernah mendapat kontrol penuh untuk menanganinya.

Otoritas penuh justru sempat berada di tangan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019 yang dikepalai Letjen TNI Doni Monardo yang akhirnya dibubarkan. Sedangkan saat ini dilanjutkan oleh Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) dengan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai ketua.

Terawan bersama Kementerian Kesehatan bukannya tidak memiliki andil sama sekali di dalam dua lembaga ad hoc tersebut. Pada Gugus Tugas, Terawan menjadi salah satu Dewan Pembina sedangkan di KPCPEN ia merupakan anggota Komite bersama sejumlah menteri lainnya. Lantas mengapa ia sekarang menjadi sosok pejabat negara yang paling dicari ketika pandemi COVID-19 ini seperti belum akan mereda?

Netray Media Monitoring akan mencoba menjawab pertanyaan ini. Atau jika tidak tepat sasaran, setidaknya Netray hendak mencari tahu mengapa nama beliau menjadi trending topic di Twitter pada tanggal 29 September 2020. Bagaimana perspektif masyarakat daring Indonesia melihat figur Menkes Terawan untuk saat ini?

Wajah Terawan dalam Media Massa Daring

Pelacakan yang dilakukan oleh Netray pertama kali adalah dengan memantau pemberitaan media massa daring yang melibatkan nama Terawan Agus Putranto. Pemantauan dilakukan selama periode 2 minggu, atau sejak tanggal 15 September hingga 29 September. Hasilnya adalah semua hari dalam periode tersebut memiliki berita yang melibatkan nama Terawan.

Terlihat dari grafik di atas bahwa terdapat dua puncak pemberitaan, yakni di awal periode tanggal 15 September dan pada 29 September saat akhir pemantauan. Setelah ditelisik lebih dalam lagi, pemberitaan Terawan pada puncak pertama dipicu oleh kemunculan dirinya ke publik untuk menjelaskan sejumlah hal terkait penanganan wabah COVID-19.

Tapi apakah sekedar pernyataannya ini yang membuat nama Terawan ramai dibicarakan media massa? Hasil deduksi Netray, ternyata yang bersangkutan sudah lama tidak berbicara di depan wartawan dan tiba-tiba membuat penjelasan tentang kesiapan pemerintah menghadapi pandemi.

Absennya Terawan dalam waktu yang relatif lama, mau tak mau menjadi sorotan media massa. Meski ia tidak berada dalam puncak otoritas, bagaimanapun Kementerian Kesehatan adalah stakeholders paling bertanggung jawab atas kualitas kesehatan masyarakat. Terutama dalam situasi pandemi seperti sekarang ini.

Terawan juga dinilai kerap memunculkan pernyataan yang kontroversial setelahnya. Seperti pernyataannya terkait cadangan ahli kesehatan yang terkesan menafikan korban ahli yang sudah meninggal terlebih dahulu. Atau pernyataannya terkait definisi kematian karena COVID-19 yang dipertanyakan oleh Gubernur Khofifah.

Kembali lagi di sini Terawan tidak memegang kendali strategis. Pemerintah masih kerap membuat sejumlah kebijakan yang dinilai tidak tepat, dan kebetulan Terawan selalu berada di dalam kebijakan tersebut. Contohnya pemilihan Luhut Pandjaitan untuk menangani permasalahan pandemi alih-alih dirinya yang lebih berkompetensi.

Melihat anomali dalam penyelenggaraan pemerintahan semacam ini, wajar jika publik bertanya-tanya bagaimana sebenarnya posisi sosok yang seharusnya menjadi tanggung jawab terbesar selama pandemi, tetapi malah tampak incapable dan tak cukup efektif dalam merumuskan kebijakan. Dan akhirnya kerisauan publik ini coba difasilitasi oleh Najwa Shihab dengan mengundang Menteri Terawan ke acara bincang-bincang yang ia pandu.

Undangan inilah yang ternyata membuat puncak pemberitaan kembali muncul di akhir periode pemantauan. Menteri Terawan diketahui tidak berkenan datang ke acara tersebut, dan terkesan kembali menghindari sorotan publik. Sampai akhirnya muncul peristiwa “wawancara kursi kosong”.

Terawang Warganet Twitter atas Absennya Terawan

Apa yang bisa disimpulkan dari diagram di bawah ini? Hasil pemantauan Netray di sosial media Twitter dengan kata kunci terawan, najwa, dan #MataNajwaMenantiTerawan dipenuhi sentimen negatif. Meskipun data sentimen ini separuh kurang. Dalam artian tak menunjukan sentimen netral.

Pasalnya dari grafik persebaran cuitan yang juga menunjukan agregasi aktivitas warganet, terlihat jarak yang cukup lebar antara sentimen negatif dan positif. Begitu pula dengan total cuitan yang mencapai angka 74.662 kali, bandingkan dengan total sentimen negatif yang hanya berjumlah 29.383 aktivitas. Tak sampai setengahnya. Artinya sentimen netral justru mendominasi pembicaraan terkait kata kunci.

Hal ini juga diafirmasi melalui diagram Top Account yang menempatkan cuitan dari seorang dosen Jurusan Komunikasi Universitas Gadjah Mada bernama Wisnu Prasetya Utomo di posisi interaksi tertinggi. Ia menuliskan cuitan yang bernada netral yakni menyebut langkah wawancara kursi kosong Najwa Shihab sebagai momen terbaik jurnalistik Indonesia selama pandemi COVID-19.

Akun resmi acara Mata Najwa juga turut menyumbang sentimen netral dalam perbincangan. Meski ada pertaruhan untuk tetap bersikap kritis sembari menjaga netralitas sebagai jurnalis. Bagaimana menyikapi pernyataan ini adalah hak masing-masing individu.

Sentimen negatif baru mulai muncul pada akun ketiga tertinggi. @mazzini_gsp memiliki sejumlah cuitan dengan kata kunci yang terindeks dalam sentimen negatif. Baginya keputusan Terawan untuk tidak datang ke acara Mata Najwa hanya mendatangkan rasa malu baginya. 

Khas warganet Twitter dalam menanggapi sebuah kontroversi muncul dalam pemantauan ini. Yakni menanggapi isu dengan nada kelakar. Mereka melempar sebuah parodi tentang ketidakhadiran Menteri Kesehatan Terawan atas undangan Najwa Shihab di acara Mata Najwa. Sejumlah akun yang muncul di Top Account melakukan hal ini. 

Akun @faizaufi yang menempati posisi tertinggi kelima mengunggah gambar Najwa mewawancarai seleb Aldi Taher yang sempat viral karena aksi mengajinya. Begitu juga akun @fajar17 yang mengisi kursi kosong dengan sejumlah karakter ikonik/populer untuk menggantikan Terawan Putranto. Dan masih banyak lagi akun Twitter yang membuat lelucon dari diagram di atas.

Pertanyaan yang patut untuk diajukan setelahnya adalah bagaimana posisi buzzerRp (sebutan untuk buzzer yang dipekerjakan oleh pemerintah) menyikapi hal ini? Jawaban sederhananya adalah senyap. Mereka bukannya tidak bersuara sama sekali menghadapi situasi ini. Hanya saja suara tersebut terlalu lirih untuk akhirnya dapat menggema di antero jagat per-twitteran. 

Seperti cuitan akun @Dennysiregar7 yang menyebut tindakan tim Mata Najwa menolak tawaran Dirjen Kemenkes untuk menggantikan Terawan sebagai hal yang memalukan. Bisa jadi masih banyak cuitan yang membela Terawan, tetapi tidak menyebutkannya secara terang-terangan.

Ketika analisis ini terbit, perbincangan warganet terkait absennya Terawan atas undangan masih berjalan. Namun, dari akumulasi data yang sudah didapatkan, dapat disimpulkan bahwa isu ini merupakan isu berskala nasional. Tercatat 748 ribu kali impresi yang dilakukan oleh warganet dan perbincangan ini menjangkau 144,6 juta akun Twitter.

Warganet selalu memiliki caranya tersendiri dalam merespon sebuah isu atau kontroversi ketika itu datang dari pemerintah. Pemberitaan yang masif di media massa kadang tidak memicu perbincangan, kecuali jika isu yang diangkat relatable bagi warganet. Di sini tugas figur seperti Najwa Shihab yang mampu menjadikan sebuah isu menjadi perkara publik yang luas.

Perbincangan Seputar Isu PKI Jelang Peringatan Berdarah 30 September

0

Setiap menjelang tanggal 30 September, isu PKI selalu ramai menjadi topik perbincangan masyarakat Indonesia. Tanggal tersebut setiap tahunnya diperingati sebagai masa kelam sejarah bangsa Indonesia. Yang diperingati adalah malam kelam dalam sejarah yang menewaskan enam pejabat tinggi publik. Termasuk juga anak dari Jendral A.H. Nasution yaitu Ade Irma Suryani Nasution dan Ajudannya Lettu CZI Pierre Andreas Tendean.

Aksi pembunuhan tersebut telah dirancang dan dilaksanakan dalam satu malam yang kemudian dinamakan Gestapu. Karena kekejaman inilah Gestapu yang akhirnya disebut sebagai G30S menjadi catatan penting sejarah sebagai peringatan akan kejamnya PKI.

Wajar jika setiap tahun menjelang tanggal 30, perbincangan di media sosial Twitter diramaikan oleh topik G30S PKI. Bagaimanakah arus perbincangan warganet terkait topik ini? Simak selengkapnya.

Infografik Perbincangan Topik G30S PKI di Twitter

Media Monitoring Netray memantau perbincangan topik ini sejak 14 September sampai dengan 28 September 2020. Selama periode tersebut ditemukan sebanyak 59.1K cuitan terkait topik G30S PKI dengan didominasi oleh cuitan bersentimen negatif. Selain itu terlihat pula dominasi gender yang mencuitkan topik tersebut.

Perbincangan terkait topik ini memang terus menjadi topik hangat. Belum lagi belakangan mencuat isu terkait munculnya Neo Komunis yang sempat berhembus ke publik. Isu tersebut juga disuarakan oleh Gatot Nurmantyo seorang mantan jenderal TNI yang belakangan kerap menjadi sorotan. Akan tetapi, secara luas perbincangan terkait topik PKI mulai muncul pada 16 September 2020 dan terus memuncak hingga 28 September 2020.

Isu PKI dan Partai Politik

Isu PKI kerap kali dikaitkan dengan partai politik yang saat ini berada di parlemen. Partai tersebut adalah PDIP dan PSI. Kedua partai ini kerap mendapat tuduhan warganet sebagai partai yang menganut paham komunis. Dan hal tersebut lantas memicu perdebatan. Bahkan Jokowi selaku Presiden RI pun kerap menjadi sasaran tuduhan warganet yang menilai beliau menganut paham komunis. Meski hingga saat ini tuduhan tersebut dinilai tidak mendasar.

Gatot Nurmantyo, KAMI, dan Isu PKI

Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) beberapa waktu lalu melakukan deklarasi yang kemudian menuai polemik dan perdebatan. Gerakan ini dianggap biang rusuh oleh sebagian warganet, namun tidak sedikit pula warganet yang mendukung gerakan ini. Gatot Nurmantyo selaku deklarator gerakan ini mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati terhadap keberadaan Neo PKI. Ia bahkan menganggap bahwa pencopotan dirinya oleh Presiden Joko Widodo karena pernah membuat acara nonton bareng (nobar) film G30S-PKI di kalangan internal militer Indonesia. Baca selengkapnya melalui https://analysis.netray.id/pemecatan-gatot-nurmantyo-gorengan-akhir-september/.

Perbincangan terkait topik ini terus memuncak hingga 28 September 2020 mencapai 31,454 cuitan. Perbincangan warganet masih berkaitan dengan Gatot Nurmantyo, KAMI, dan seruan untuk menyaksikan kekejaman PKI melalui film G30S PKI. Namun, dalam arus perbincangan tersebut tidak sedikit warganet yang menuduh bahwa Gatot merupakan bagian dari Orba yang mencoba menjual isu PKI demi birahi politiknya.

Kosakata Populer dan Top Akun

Melalui diagram kosa kata populer terlihat nama Gatot Nurmantyo dan beberapa kosa kata populer lain terkait topik ini. Seperti nobar, komunis, fakta, dan lain sebagainya. Sedangkan melalui Top Account terlihat beberapa akun yang paling banyak bersuara terkait topik ini.

Pantauan top akun menunjukkan dua akun tersebut bersuara terkait kekejaman PKI dan seruan untuk menumpas PKI. Hal ini menunjukan kedua akun tersebut merupakan akun yang selaras dengan suara Gatot Nurmantyo.

PKI menjadi momok kelam sejarah bangsa Indonesia yang pernah merasakan kekejamannya. Perbincangan terkait topik ini terus mencuat ke publik, terlebih saat menjelang peringatan 30 September setiap tahunnya. Nama Gatot Nurmantyo kian santer disebut ketika ia menyuarakan ajakan untuk waspada terhadap kebangkitan PKI kembali yang ia sebut sebagai Neo PKI. Hal ini tentu menuai pro kontra dan tidak sedikit warganet yang menganggap ini merupakan bagian dari keinginan Gatot untuk berkuasa dengan menjual isu PKI kembali.

Demikian pantauan Netray terkait topik seputar isu PKI jelang peringatan tahunan tanggal 30 September 2020 nanti. Gatot Nurmantyo menjadi sorotan utama publik jelang peringatan pada tahun ini melalui seruan dan gerakannya (KAMI). Meski demikian, seperti apapun isu yang tengah berkembang di publik saat ini, ada baiknya kita mempelajari lebih dalam tentang sejarah bangsa ini, agar menjadi generasi yang lebih baik dan dapat mengisi kemerdekaan dengan hal yang berguna.

Kritik Republik Vanuatu, Isu HAM yang Membelah Persepsi Publik

Indonesia sekali lagi mendapat perhatian dari dunia internasional dalam hubungannya dengan konflik di Papua. Kali ini melalui forum Sidang Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Republik Vanuatu mempertanyakan laporan dari Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) yang dinilai belum memadai terkait dugaan kekerasan dan diskriminasi masyarakat Papua oleh pemerintah Indonesia.

Tentu saja pemerintah Indonesia tidak tinggal diam mendengar pertanyaan yang secara tidak langsung ditujukan kepada mereka. Melalui delegasinya, Indonesia justru menuduh bahwa Republik Vanuatu memiliki ‘obsesi yang tidak sehat’ karena sudah terlalu jauh mencampuri urusan dalam negeri.

Mengingat isu Papua merupakan isu yang sangat sensitif di Indonesia, media monitoring Netray mencoba untuk menelusuri apa dan bagaimana perbincangan publik dalam negeri. Apa sudut pandang yang diambil oleh media massa ketika membuat laporan terkait isu ini. Dan bagaimana tanggapan warganet Twitter terhadapnya.

Perspektif Media Massa Kala Memberitakan Sidang PBB

Liputan yang membahas friksi antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Republik Vanuatu pertama kali muncul pada tanggal 26 September 2020 petang. Kala itu surat kabar daring Republik Merdeka (RMOL) setidaknya memberitakan 3 buah laporan yang membahas: Wakil Vanuatu singgung kematian Pendeta Yeremia Zanambani dan desakan kepada pemerintah RI untuk fasilitasi kedatangan komite HAM PBB.

Pemerintah sempat mendapat anjuran untuk tetap berkepala dingin dalam menanggapi kritik Vanuatu atas permasalahan HAM di Papua. Pasalnya tidak hanya publik internasional yang gusar dengan permasalahan ini, dari dalam negeri pun, contohnya Komnas HAM,  juga kerap mempertanyakan sikap pemerintah terhadap tanah Papua. Ahli menyarankan kepada Pemerintah RI untuk tidak defensif dalam menghadapi masalah ini.

Namun, tampaknya kenyataan justru terjadi seperti yang dikhawatirkan. Yang ada adalah Pemerintah RI, melalui delegasinya, menyerang balik delegasi Republik Vanuatu. Republik yang berada di Samudra Pasifik ini dianggap bukan representasi masyarakat Papua dan dinilai terlalu cepat ambil kesimpulan. Bahkan salah satu judul pemberitaan menyebutkan bahwa delegasi RI berhasil “tampar” Vanuatu dengan respon jawabannya.

Posisi ofensif Pemerintah RI terus diamplifikasi oleh media massa dalam negeri hingga analisis ini diterbitkan. Ada yang menyebut kritik delegasi Republik Vanuatu, Antonella Picone sebagai sebuah fitnah. Ada pula yang menuliskan bahwa tindakan Perdana Menteri Vanuatu, Bob Loughman yang mencampuri urusan Papua itu memalukan. Dan tak sedikit pula yang mengatakan bahwa Pemerintah Vanuatu hanya mengkhayal karena merasa mewakili Papua dan menuding RI terlibat atas meninggalnya Pendeta Yeremia Zanambani.

Agresivitas media massa daring tidak berhenti di sini. Portal berita daring bahkan menyebutkan bahwa Vanuatu mendukung kemerdekaan Papua dan itu membuat Pemerintah RI naik pitam. Laporan yang bernada merendahkan pun sempat terbit ketika media massa nasional membahas Negeri Vanuatu. Di sana disebutkan bahwa negeri ini hanya ‘seujung kuku’ saja.

Framing media massa daring Indonesia pun semakin absurd meski sudah sangat jamak dilakukan. Yakni dengan menyorot figur aktor berlebih yang tak relevan dengan isu. Figur Silvany Austin Pasaribu menjadi tema pemberitaan yang sangat laris. Hampir sebagian besar media mengangkat fitur ini sebagai selingan dari berita utamanya. Meski seringnya membuat publik “gagal fokus” terhadap isu. Atau dengan mengglorifikasi sosoknya, maka posisinya tak terbantahkan.

Pandangan Warganet Indonesia

Selain memantau media massa, Netray juga melakukan monitoring ke sosial media Twitter untuk mencari tahu bagaimana pandangan warganet Indonesia. Meski kata kunci sudah muncul sejak tanggal 26 September, baru tanggal 28 September kemarin warganet marak membicarakan persoalan friksi Indonesia-Vanuatu. Perhatian publik belum terfokus meski sudah ada berita yang terbit. Bahkan di tanggal 27 September, sehari setelah isu mencuat, hanya ada 193 cuitan saja.

Padahal esoknya, tanggal 28 September terbit 5.930 cuitan dari netizen saat dilakukan analisis, dan masih mungkin bertambah. Tentu saja jumlah ini merupakan sebagian besar cuitan atas total postingan yang berhasil dirangkum Netray Media Monitoring yang tercatat berjumlah 6.156 unggahan.

Lantas apa saja yang dibicarakan oleh netizen Twitter sepanjang periode awal wacana ini bergulir. Analisis dapat dimulai dari peninjauan grafik Top Account untuk mencari tahu siapa saja yang paling vokal dalam kerumunan wacana kritik Pemerintahan Vanuatu.

Merujuk pada diagram, akun yang bertengger paling atas adalah @NKRI__1. Cuitan yang mendapat respon paling banyak dari akun ini berbicara tentang sosok delegasi RI di dalam sidang yakni sosok Silvany Austin Pasaribu. Hal ini nyaris menjadi karakter sosiologis masyarakat Indonesia yang gemar mengglorifikasi sosok individu alih-alih membahas apa yang menjadi isu penting. Tentu saja hal ini bisa mengaburkan wacana kritik Pemerintah Vanuatu itu sendiri.

Hal ini tentu masih sejurus dengan bagaimana media massa Indonesia memilih framing pemberitaan mereka yang menyasar sosok pribadi Silvany Pasaribu. Yang bisa dibayangkan adalah sebuah simbiosis mutualisme antara publik yang haus gosip dengan media massa daring yang dahaga akan visitor.

Meski jauh di belakang, akun yang berbicara dalam koridor kritik dalam wacana ini masih mendapat tempat. Terpaut lebih dari 3.000 impresi, akun @PresideNetizen memberikan sentimen negatif terhadap delegasi kita. Baginya isu HAM adalah universal, jika Indonesia berbicara soal pelanggaran di Rohingnya atau Palestina, seharusnya Vanuatu juga memiliki hak yang sama.

Akun milik stand-up komedian Arie Kriting di @Arie_Kriting juga mendapat respon yang cukup masif dari warganet. Baginya selama pelanggaran HAM masih terjadi di dalam negeri, Papua khususnya, maka kritik semacam yang dilemparkan Pemerintah Vanuatu akan terus berdatangan. Cuitan Arie menambah bobot sentimen negatif ke dalam pengukuran.

Tak melulu akun besar yang memberikan kritik, akun seperti @kafiradikalis juga ikut melemparkan kecaman terhadap aksi diplomasi Indonesia. Menurutnya jika Pemerintah RI terus menyangkal adalah pelanggaran HAM dan kekerasan di Papua, justru yang membuat malu adalah kita sendiri.

Karena di dalam politik akan selalu ada kubu yang berseberangan, wacana ini tak melulu mendapat sorotan negatif. Bahkan dalam kasus ini, antara sentimen negatif serta positif memiliki kuantitas yang berbanding sangat ketat. Selain dari @NKRI__1, profil besar lain yang ikut meramaikan adalah @EllaZefa dan @Gond_rong yang menawarkan narasi tak berbeda jauh dari @NKRI__1. Yakni menawarkan perspektif terhadap sosok Silvany Pasaribu.

Meski baru sehari viral, isu ini mendapat respon tak kurang dari 28 ribu kali oleh warganet dan mencapai 47 juta lebih akun. Ketatnya perbandingan sentimen berada pada titik 2.686 cuitan untuk sentimen positif dan 2.669 kali cuitan dengan sentimen negatif. Wacana HAM bagaimanapun juga adalah isu yang sangat sensitif di Indonesia. Wajar jika muncul pro kontra yang sangat sengit di kalangan netizen sebagai representasi diskursus di masyarakat umum.

Pemecatan Gatot Nurmantyo, Gorengan Menjelang Akhir September

Pencopotan Jenderal Gatot Nurmantyo dari jabatan Panglima TNI sudah terjadi sejak tahun 2017 yang lalu. Tetapi gelombangnya kembali bisa dirasakan pada detik ini. Gatot mendapat momentum untuk mengkritik pemerintah ketika ia harus menjelaskan alasan dibalik pencopotannya.

Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) tersebut menganggap bahwa pencopotan dirinya oleh Presiden Joko Widodo karena pernah membuat acara nonton bareng (nobar) film G30S-PKI di kalangan internal militer Indonesia. Pernyataan Gatot lantas menyulut perdebatan di ranah publik.

Sebelum mendapat gambaran yang lebih utuh terkait fenomena ini, Netray Media Monitoring mencoba mengurai perbincangan tersebut melalui pemantauan di media massa dan sosial selama periode tertentu. Pemantauan tersebut menggunakan sejumlah kata kunci untuk merangkum perbincangan. 

Pemantauan Media Massa

Hasil pemantauan media massa menunjukan bahwa kata kunci ‘Gatot Nurmantyo’ sudah muncul sejak beberapa waktu yang lalu. Keterlibatan jenderal ini pada gerakan KAMI membuatnya mendapat sorotan publik karena kerap melontarkan banyak pernyataan yang menarik bagi kacamata media massa.

Seperti pada tanggal 19 September lalu saat ia menyebutkan bahwa gerakan KAMI mendapat peringatan dari Allah karena mendapat banyak tentangan dari masyarakat ketika ia mendeklarasikan gerakan ini di Magelang, Jawa Tengah. Ia mengaku secara inisiatif melakukan deklarasi ini meskipun tidak mendapat instruksi dari pemimpin KAMI Pusat.

Selanjutnya pada tanggal 20 September, Gatot kembali disambangi awak media karena ikut menyuarakan penundaan Pilkada bulan Desember nanti, termasuk juga prosesnya seperti kampanye, karena berhadapan dengan pandemi COVID-19. Kali ini Gatot bersuara seperti yang dilakukan oleh gerakan KAMI.

Di tanggal 21 September, giliran pihak lain yang membahas sosok Gatot Nurmantyo. Politisi PDI Perjuangan, Nyai Dewi Tanjung merespon kabar majunya Gatot dalam Pilpres 2024 kelak. Menurutnya sosok Jenderal ini masih belum pantas menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia. Levelnya masih pencalonan lurah saja.

Isu tentang PKI mulai berhembus pada tanggal 22 September. Dalam sebuah wawancara dengan pihak media, mantan Panglima TNI ini menyebutkan bahwa ia sudah sejak lama mengendus kebangkitan Partai Komunis Indonesia. Sejak tahun 2008 ia menilai bahwa partai yang sudah dilarang ini kembali muncul dengan gaya baru. Maka dari itu, untuk mengingat kembali kekejaman PKI, ia meminta jajaran TNI untuk kembali menonton film G30S PKI ketika ia menjabat pucuk pimpinan.

Barulah sejak pemberitaan ini, media massa daring Indonesia dipenuhi pemberitaan alasan pemecatan Gatot Nurmantyo dari jabatan Panglima TNI. Awalnya dia merasa bahwa ajakan memutar film G30S PKI ini lah yang menjadi penyebabnya. Namun tak sedikit pula pihak yang menyangkal klaim ini, termasuk DPR yang memberi rekomendasi ke presiden untuk mencopot Gatot.

Selama pemantauan dari tanggal 19 September hingga 25 September Netray Media Monitoring berhasil mengumpulkan 285 berita yang diterbitkan oleh 48 media massa daring. Sentimen negatif mengungguli jumlah sentimen positif, yakni antara 138 berbanding 92 liputan. Sisanya memilih untuk bersikap netral.

Pemantauan Sosial Media

Meski pemberitaan terkait Gatot Nurmantyo sudah beredar sejak beberapa hari yang lalu, pernyataannya terkait nobar film G30S PKI lah yang membuat namanya ramai dibicarakan oleh publik sosial media Twitter. Sama sekali tidak ada cuitan yang mengandung kata kunci sebelum 23 September 2020.

Pun selama tanggal 23 September hanya terdapat 59 cuitan saja. Baru sehari setelahnya dan lusa cuitan dengan kata kunci meledak memenuhi jagad Twitter Indonesia dengan 11 ribu lebih cuitan. Itu saja baru mendapatkan momentumnya pada pukul 4 sore atau kurang Dan pada hari itu menyumbang 2.882 cuitan.

Peran akun bot dan buzzer cukup besar untuk menaikkan nama Gatot menjadi buah bibir pada hari itu. Netray menemukan banyak cuitan serupa dengan sentimen negatif. Penggunaan bot dan buzzer dalam politik memang sudah sangat jamak, wajar jika ini terjadi.

Profil dengan pengikut yang besar (influencer) juga berperan dalam perbincangan ini. Namun bedanya dengan bot, sentimen dari influencer biasanya beragam. Bahkan ketika mereka berseberangan dengan Gatot Nurmantyo dalam politik. Gaya bahasa sangat memainkan peran dalam mencitrakan sentimen. Seperti cuitan dari akun milik Teddy Gusnaidi dan Syahganda Nainggolan di bawah ini.

Melihat ramainya perbincangan tentang film G30S PKI, warganet tak hanya mengomentari Gatot yang melemparkan wacana tersebut. Mereka juga mengomentari keberadaan film yang setiap bulan September selalu memicu keramaian di publik Indonesia.

Dan akhirnya banyak yang menyayangkan aksi atau pernyataan Gatot sendiri. Banyak yang menganggap wacana kemunculan PKI modern adalah suatu hal yang usang dan hanya untuk menebar kebencian semata. Nyatanya hingga sekarang komunis tak pernah benar-benar berdiri sebagai organisasi dengan struktur yang jelas. 

PKI hanyalah momok bayang-bayang yang menakutkan bagi sebagian orang dan menguntungkan bagi sebagian lainnya. Sangat mudah dipahami akhirnya mengapa banyak sentimen negatif yang muncul meskipun tak sampai 50 persen dari total cuitan selama periode pemantauan. Tak sedikit pula yang netral agar tetap aman dan waras.

Pariwisata ; Simalakama Pemulihan Ekonomi dan Penyebaran Covid-19

Hampir tujuh bulan Indonesia berperang melawan pandemi Covid-19. Akhir pandemi yang diprediksi akan selesai pada akhir tahun 2020 sepertinya tidak dapat terwujud. Upaya untuk menekan angka penyebaran Covid-19 terus digalakkan. Demikian pula dengan pemulihan ekonomi Indonesia yang juga digerakkan dari berbagai sektor. Pariwisata menjadi salah satu sektor yang paling rentan namun sekaligus menggiurkan terutama di masa-masa kejenuhan seperti saat ini.

Netray mencoba memantau pembahasan topik seputar pariwisata di media massa dan media sosial terutama ketika dihadapkan dengan kondisi pandemi dan pemulihan ekonomi. Lebih dominan ke arah mana media membingkai topik ini; apakah pada tujuan pemulihan ekonomi ataukah pada kekhawatiran akan kondisi pandemi? Perbincangan di sosial media juga tak luput dari pantauan ini agar dapat dilihat bagaimana opini yang berkembang di media sosial. Berikut hasil pantauan Netray.

Topik Pariwisata di Media Massa

Untuk mendapatkan data artikel berita daring yang sesuai topik, Netray menggunakan kata kunci berikut; bahaya&covid&pariwisata, kluster&covid&pariwisata, pariwisata&covid, dan pariwisata&pemulihan ekonomi. Periode pemantauan adalah 1 September-25 September 2020.

Mengacu pada infografik di atas, dapat diketahui bahwa topik pariwisata ini secara dominan dibahas dengan muatan sentimen positif. Sebanyak 3 ribu lebih artikel dari 124 media mengupas topik ini ke dalam ranah Pariwisata, Kesehatan, Pemerintahan, dan Ekonomi. Dari keempat kategori dominan tersebut dapat disimpulkan bahwa topik pariwisata dibingkai dalam kekhawatiran akan kondisi pandemi sekaligus sebagai upaya pemerintah dalam mendongkrak ekonomi Indonesia.

Pembingkaian Topik Pariwisata dari Perspektif Media Massa

Sebanyak 565 artikel terkait pariwisata selama bulan September dibahas dalam bingkai positif sebagai upaya pemulihan ekonomi. Sementara yang membicarakan pariwisata dalam kaitannya dengan bahaya covid termasuk klusternya hanya berada di angka 30-40 artikel. Menjadi wajar apabila muatan sentimen positif untuk topik pariwisata jauh lebih mendominasi di media massa ketimbang muatan sentimen negatifnya.

Dalam perbincangan topik pariwisata, nama Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama justru berada di urutan ketiga setelah Joko Widodo dan Anies Baswedan. Baru kemudian disusul Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Hal ini terkait pemberlakuan PSBB jilid II di Jakarta yang tentunya berdampak pada beberapa aturan baru termasuk penutupan sejumlah wisata yang sebelumnya dibuka.

Sementara Wihnutama dan Airlangga Hartato bersinergi menyusun strategi pemulihan ekonomi nasional sektor pariwisata melalui Rapat Koordinasi Pimpinan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (Rakorpim PC-PEN) di Bintan pada Jumat (22/09/2020) lalu. Kemenparekraf menyiapkan anggaran Rp3,8 triliun untuk berbagai program seperti Hibah Pariwisata, Sertifikasi CHSE (cleanliness, health, safety, and environmental sustainability), Stimulus Reaktivasi Pariwisata, fasilitas hotel dengan 3 kali makan dan snack untuk isolasi mandiri.

Lalu bagaimana dengan perbincangan topik pariwisata di Twitter? Sepakatkah warganet dengan tujuan pariwisata sebagai pemulihan ekonomi?

Perbincangan Topik Pariwisata di Media Sosial Twitter

Dengan menggunakan kata kunci pariwisata, pandemi, covid, liburan, ekonomi, dan wisata, Netray menemukan 16 ribu tweet terkait selama periode 1-25 September 2020. Total 10 ribu akun turut memperbincangkan topik ini dengan frekuensi terbanyak terjadi pada 8 September 2020.

Berbeda dari media massa, di Twitter perbincangan seputar topik pariwisata didominasi oleh sentimen negatif. Apa saja yang menjadi perbincangan warganet sehingga sentimen negatif justru lebih dominan ketimbang sentimen positifnya?

Daerah destinasi wisata Bali menjadi yang paling banyak disebut ketika membicarakan pariwisata, pandemi, dan pemulihan ekonomi. Mengacu pada Top Word rangkuman Netray di atas, dapat diamati bahwa frekuensi kemunculan topik pariwisata dengan ekonomi lebih sedikit daripada pariwisata dengan liburan, pandemi, ataupun covid-19. Selain itu, muncul pula kata psbb hingga influencer. Kira-kira apa saja yang menjadi pembahasan?

Pemulihan Ekonomi

Warganet sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan soal pemulihan ekonomi melalui sektor pariwisata. Sebab, sektor yang paling besar menyumbang devisa negara ini menjadi yang paling terdampak ketika pandemi masuk ke Indonesia. Jadi, apabila pemerintah berupaya menyusun strategi untuk memulihkan ekonomi melalui sektor ini warganet sepakat saja. Yang menjadi masalah adalah ketika alasan pemulihan ekonomi ini sampai harus melupakan kondisi yang tengah darurat terjadi di Indonesia sehingga yang terjadi justru kasus positif terus melonjak. Salah satunya yang disoroti warganet adalah Bali.

Pariwisata Dibuka dan Liburan di Tengah Pandemi

Dengan sepakat pada alasan pemulihan ekonomi maka pembukaan sejumlah tempat wisata menjadi hal yang wajar. Protokol kesehatan yang diterapkan oleh tempat-tempat wisata ini dijadikan semacam penenang kekhawatiran orang-orang di situasi pandemi seperti saat ini. Namun, sejumlah warganet masih tidak sepakat dengan pembukaan tempat wisata. Promosi wisata liburan ke Labuan Bajo oleh influencer pun masih menjadi perdebatan di mata warganet. Warganet khawatir orang-orang akan semakin ingin berlibur dan beramai-ramai datang ke tempat wisata seolah tidak ada pandemi.

Penerapan PSBB yang seharusnya berarti membatasi masyarakat di ruang publik dalam skala besar justru dilaporkan warganet masih terjadi kerumunan di pusat-pusat keramaian seperti yang dicuitkan @KamilaMUmtaz4.

Staycation

Staycation yang ditawarkan selama pandemi juga lebih banyak direspon secara negatif oleh warganet. Hal ini mengingat angka positif covid yang terus merangkak naik hingga September ini. Banyak warganet yang berpendapat bahwa staycation belum waktunya dicoba untuk saat ini.

Bahaya yang mengintai ketika memaksa untuk melakukan staycation masih lebih banyak dikhawatirkan ketimbang tingkat kejenuhan yang dirasakan warganet.

Demikian hasil pantauan Netray terkait topik pariwisata dalam perdebatan antara pemulihan ekonomi dan penyebaran covid-19. Pariwisata melalui media pemberitaan daring terlihat dibingkai dengan muatan positif sebagai upaya pemulihan ekonomi di masa pandemi. Namun hal ini juga menjadi perdebatan, mengingat sebagaimana dampak dari tingginya mobilitas masyarakat adalah meningkatnya persebaran Covid-19.

Polemik Deklarasi KAMI; Cikal Bakal Parpol Baru?

0

Deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) beberapa waktu lalu masih menjadi perbincangan publik. Selain diadakan di tengah pandemi, gerakan ini juga dianggap menjadi biang kerusuhan seperti tagar yang sempat mencuat dan menjadi trending beberapa waktu lalu #KAMIBiangRusuh, #BasmiCovidStopJualanIsuPKI, dan #CegahCovidBubarkanKAMI. Lalu bagaimakah perbincangan seputar gerakan ini di media?

Apabila dilihat melalui media sosial Twitter, perbincangan terkait topik ini mencapai 4,862 cuitan dengan didominasi oleh cuitan bersentimen negatif. Selain itu, Potential Reach pada topik ini bahkan mencapai mencapai 23.3 M.

KAMI diketahui telah resmi melakukan deklarasi pada 18 Agustus 2020. Deklarasi ini kemudian menuai polemik dan menjadi sorotan berbagai pihak. Bahkan menjadi perbincangan hingga saat ini. Seperti halnya pada grafik di atas terlihat puncak cuitan terjadi pada 24 September 2020. Berikut beberapa cuitan warganet pada tanggal tersebut.

Terlihat gelombang penolakan dari berbagai cuitan warganet yang menilai gerakan ini dapat menyebabkan kerusuhan. Terlebih saat diketahui salah satu poin tuntutan dari KAMI yaitu meminta pemerintah lebih serius menangani Corona. Hal ini yang kemudian menjadi kontradiksi dengan deklarasi KAMI beberapa waktu lalu yang justru menimbulkan kerumunan.

Sementara itu, Netray juga menemukan arus tagar lain pada 19 September 2020 yaitu #CegahCovidBubarkanKAMI dan beberapa tagar lain yang kontra dengan gerakan ini. Sejumlah warganet menilai gerakan ini membahayakan dan dapat memecah belah bangsa. Selain itu, melalui pantauan News juga terlihat beberapa pemberitaan yang membahas terkait KAMI.

Salah satu pembahasan media pemberitaan daring yaitu, Said Didu yang merupakan mantan stafsus Menteri ESDM juga menyuarakan dukungannya terhadap KAMI. Seruan tersebut berupa ajakan untuk menyaksikan film G30S PKI pada 29 September. Selain itu, hal serupa juga disampaikan oleh Deklarator KAMI, Gatot Nurmantyo. Eks Panglima TNI tersebut bahkan meyakini keberadaan Neo PKI dan jika RUU HIP disahkan maka bukan tidak mungkin masa kelam sejarah dapat kembali terulang.

Polemik tersebut tidak hanya disebabkan oleh deklarasi yang dilakukan di tengah pandemi, tetapi juga dipengaruhi oleh beberapa tokoh yang terlibat dan hadir dalam deklarasi dari gerakan tersebut. Dalam deklarasinya, gerakan yang dibentuk oleh Din Syamsudin ini dihadiri beberapa tokoh seperti Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Zulhair Al-Shun, Meutia Hatta, dan Korneles Galanjinjinay. Meski demikian, beberapa tokoh tersebut mengkonfirmasi maksud dan tujuan mereka menghadiri acara tersebut.

Sementara itu, gerakan ini juga mendapat kritik dari beberapa tokoh publik lainnya seperti Luhut Binsar Panjaitan yang kontra dengan gerakan ini. Ia meminta agar orang-orang yang terlibat tersebut dapat menahan birahi politik mereka selama pandemi karena dapat membahayakan masyarakat. Selain itu, Saiful Anam juga menyampaikan bahwa jangan sampai KAMI dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi, ia menilai banyak tokoh yang terlibat dalam KAMI yang seharusnya lebih menonjol dibanding Gatot Nurmantyo.

Melalui Media Populer, terlihat deklarasi KAMI beberapa waktu lalu sempat mengalami kericuhan karena sejumlah anggota Ormas menolak deklarasi tersebut. Namun sebagian masyarakat mengira adanya peran pemerintah dalam menjegal aksi ini. Meski sempat ricuh aksi tersebut masih dapat berlanjut dan juga mendapat dukungan seperti yang dicuitkan dalam unggahan akun @M_Asmara1701.

KAMI dituding sebagai gerakan barisan para mantan yang sakit hati akan hasil Pilpres 2019 lalu. Namun pihak KAMI membantah hal tersebut. KAMI diklaim bukan sebagai gerakan politik, melainkan gerakan moral yang lahir melalui keresahan mereka terhadap berbagai persoalan dan kondisi bangsa Indonesia saat ini. Seperti halnya disampaikan oleh Ahmad Yani selaku Ketua Komite Eksekutif KAMI yang menegaskan bahwa KAMI tidak akan berubah menjadi ormas atau pun partai politik. Namun pendapat ini agaknya masih menjadi pertanyaan melihat sejarah beberapa partai politik di Indonesia yang kerap dibentuk melalui cara yang sama, seperti halnya Hanura dan Nasdem.

Berdasarkan Top Akun terlihat pada topik ini @Widyarenee_ menjadi akun yang paling banyak mencuitkan terkait KAMI. Namun dalam pantauan Netray akun ini bukan merupakan akun yang mendukung gerakan tersebut, melainkan akun yang bersuara ketidaksetujuannya terhadap KAMI. Hal tersebut dapat diamati melalui profile details dari akun tersebut yang didominasi penggunaan tagar #KAMIBiangRusuh. Demikian juga beberapa akun lainnya seperti @Robert__Moses, @bang_ajoen79, dan @LahAkuKenapa yang menginisiasi dan menyuarakan tagar yang sama. Seperti halnya pada jaringan percakapan topik ini, terlihat nama-nama dari akun tersebut.

Kemunculan KAMI berhasil menyita perhatian publik. Beberapa tokoh dan Ormas yang terlibat di dalamnya pun bukan merupakan tokoh-tokoh baru di Indonesia. Sejak deklarasi tersebut pula perbincangan di media sosial terus mencuat dengan arus tagar yang bermuatan kontra dengan KAMI. Meski pihak KAMI menegaskan bahwa gerakan ini bukan merupakan gerakan politik namun sebagian masyarakat beranggapan bahwa KAMI dapat menjadi cikal bakal partai politik baru di Indonesia.

Mala Masker Scuba, Protes Warganet dan Anjuran Pemerintah

Meski pada awal pandemi keberadaanya sempat diremehkan, masker sekarang menjadi syarat wajib untuk beraktivitas sehari-hari. Bagi pemerintah, masker menjadi alasan untuk menerapkan kedisiplinan kepada warganya. Sedangkan bagi sebagian kecil masyarakat, masker adalah peluang ekonomi baru mengingat banyaknya permintaan masyarakat.

Akan tetapi tak semua jenis masker dianggap layak untuk menangkal virus corona selama pandemi ini. Agar efektif mengurangi resiko penularan, masker wajah harus memenuhi standar atau spesifikasi tertentu. Hal ini membuat beberapa jenis masker tidak dianjurkan penggunaanya meski cukup populer di kalangan masyarakat. 

Salah satu jenis masker yang digemari oleh masyarakat adalah masker scuba. Masker ini terhitung lebih nyaman ketika dikenakan jika dibandingkan dengan jenis masker yang lain. Bentuknya sederhana, tetapi dapat divariasi melalui proses printing sehingga tampilannya menjadi lebih menarik.

Sayangnya masker jenis scuba sekarang sudah tidak dianjurkan lagi penggunaanya. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan menghimbau masyarakat untuk mengenakan masker yang baik dan benar bahannya.

Masker scuba, termasuk juga jenis buff, dinilai memiliki materi yang terlalu tipis dan hanya memiliki satu lapisan. Sedangkan anjuran pemerintah adalah dua atau lebih lapisan, tergantung bahan atau materinya.

Pantauan Media Massa

Dari pemantauan Media Monitoring Netray, wacana efektivitas masker scuba sebenarnya telah berlangsung cukup lama. Pada tanggal 14 September lalu muncul pemberitaan anjuran bagi penumpang KRL untuk tidak mengenakan masker jenis tersebut semenjak penerapan PSBB jilid 2 di Jakarta.

Pemberitaan tentang pelarangan masker scuba juga cukup ramai mengisi wajah portal berita dalam negeri selama periode pemantauan, yakni antara 13 September hingga 23 September. Tercatat muncul 402 berita oleh 84 kantor berita daring dengan kata kunci masker, scuba, aturan, dan sni.

Meskipun berupa anjuran dari pemerintah, kategori pemberitaan ini ternyata jatuh pada lokus Kesehatan dan Gaya Hidup. Bukan pada lokus Pemerintah seperti yang diprediksi sebelumnya. Latar belakangnya adalah surat kabar daring tak hanya mengangkat cerita soal pembuatan aturan pelarangan masker scuba saja, tetapi juga serba-serbi laporan dari berbagai macam sudut pandang.

Berita dengan nada netral juga lebih mendominasi pemberitaan di media massa daring. Hampir tidak ada muatan sentimen yang berarti ketika pemerintah memberikan anjuran untuk tidak mengenakan masker scuba. Tercatat hanya terdapat 131 berita dengan sentimen positif dan 99 berita saja yang memiliki sentimen negatif.

Seperti yang telah diasumsikan sebelumnya, munculnya sentimen negatif atas anjuran ini tentu saja sebagai dampak yang diterima masyarakat secara langsung. Termasuk soal pedagang masker scuba yang mengalami kerugian hingga pendisiplinan warga yang semakin gencar. Kembali lagi bahwa bagi sebagian masyarakat, keberadaan masker jenis ini sudah menjadi ‘sweet spot’ bagi mereka.

Pandangan Warganet

Lantas bagaimana respon warganet sebagai representasi masyarakat Indonesia dengan anjuran untuk tidak lagi mengenakan masker scuba? Pandangan masyarakat ternyata sudah sangat negatif melihat keberadaan masker jenis ini.

Terlihat jelas dari diagram di atas bahwa cuitan warganet dengan sentimen negatif berhasil Netray kumpulkan sebanyak 1.838 buah. Sedangkan cuitan dengan sentimen positif hanya muncul 206 kali saja. Padahal total cuitan yang dihimpun hanya sebanyak 2.383 buah, tak terpaut jauh dengan total sentimen negatif.

Yang patut dipertanyakan selanjutnya adalah apakah sentimen negatif ini memiliki satu alasan saja? Atau apa saja sudut pandang warganet ketika membahas keberadaan masker scuba? Penguraian latar belakang ini akan memberikan gambaran yang lebih utuh terhadap persepsi masyarakat.

Pandangan negatif pertama yang muncul terkait wacana aturan masker scuba dan buff adalah asumsi yang cenderung bersifat konspiratif. Beberapa warganet melihat bahwa anjuran untuk tidak menggunakan masker scuba adalah untuk kepentingan tertentu, semisal persaingan bisnis antara produsen masker scuba dan jenis masker lainnya yang dianjurkan pemerintah.

Sentimen negatif juga muncul dari sudut pandang penjual masker scuba. Mereka yang sudah membeli masker scuba secara grosir untuk dijual kembali tentu akan sangat merugi. Termasuk juga mereka yang memproduksi masker jenis ini. Menilik popularitasnya, tentu bisa diasumsikan bahwa tak sedikit pedagang yang akan merugi.

Sudut pandang paling umum menyasar efektivitas masker scuba sendiri. Warganet pun turut serta ‘mengkampanyekan’ anjuran untuk tidak lagi menggunakan masker jenis ini. Mereka mengevaluasi penggunaan masker yang akhirnya terejawantahkan sebagai sentimen negatif oleh Netray.

Dan setelah anjuran menjadi aturan pada tanggal 22 September yang lalu, sentimen negatif kembali berubah sudut pandangnya. Kini warganet justru menyoroti aturan tersebut. Baik dari konten hingga penegakan aturan. Masyarakat masih sangsi apakah aturan masker scuba ini benar-benar aturan yang tepat dan ditegakkan dengan benar.

Kompleksitas sudut pandang atas aturan dan larangan penggunaan masker scuba ini tentu harus diperhatikan dengan seksama. Warganet bukanlah satu kesatuan suara ketika mereka hadir dengan pengalamannya masing-masing. Pihak yang ingin mengambil kesimpulan harus memberi rekognisi terhadap setiap sudut pandang.

Bagaimanapun perbincangan ini sudah menjadi isu nasional. Setidaknya 68,5 juta akun mendapat akses terhadap perbincangan ini. Dan warganet telah meresponnya sebanyak 23,5 ribu kali selama masa pemantauan.

Meskipun masker scuba adalah objek yang sederhana, tetapi dalam konteks yang lebih luas ternyata menimbulkan perbincangan yang kompleks. Bagaimana pendapat pembaca sekalian? Apakah masih menggunakan masker scuba untuk beraktivitas akhir-akhir ini?

Angka Kematian Terus Naik, Warganet Apresiasi Tim Pengubur Jenazah Covid-19 Sebagai Garda Terakhir

Jumlah kematian kasus positif Covid-19 terus merangkak naik. Hingga 22 September 2020, angka kematian akibat covid telah mencapai 9,837 jiwa. Sejalan dengan angka kematian yang terus bertambah, lahan yang dibutuhkan untuk jenazah korban Covid-19 pun terus meminta perhatian. Tak heran apabila sejumlah tempat penguburan umum (TPU) mulai melaporkan sisa kuota lahan yang kian hari kian menyempit. Demikian pula dengan beban dan tanggung jawab para pengubur jenazah yang semakin berat dan rentan terpapar.

Bila tenaga kesehatan dijuluki garda terdepan, maka para penggali makam dijuluki garda terakhir karena harus memakamkan jenazah pasien Covid-19 sebagai akhir dari perjuangan mereka. Pemerintah pun memberi insentif sebagai apresiasi atas tugas mereka yang ikut berjibaku sejak awal pandemi Covid-19 hingga kini.

Media monitoring Netray mencoba menelusuri bagaimana media turut memandang dan memberi perhatian tim pengubur jenazah Covid-19 yang kini harus bekerja lebih keras seiring pertambahan angka kematian yang belum dapat dibendung.

Media Massa

Selama bulan September setidaknya ada 81 portal media daring yang menyoroti penanganan terakhir jenazah Covid-19 dengan total artikel mencapai 771. Pemberitaan seputar penguburan jenazah Covid paling banyak dilaporkan oleh Warta Kota, Republika, dan Tribun News.

This image has an empty alt attribute; its file name is Screenshot-from-2020-09-22-20-09-05.png
This image has an empty alt attribute; its file name is Screenshot-from-2020-09-22-20-08-14.png

Dua TPU yang disediakan khusus untuk pemulasaran jenazah Covid-19 menjadi yang paling banyak disebut dan diperbincangkan selama bulan September. Hal ini seiring dengan jumlah korban meninggal yang mengalami kenaikan pesat, khususnya di Jakarta. TPU Pondok Ranggon Jakarta Timur banyak disorot terutama ketika Gubernur DKI Anies Baswedan berkunjung untuk mengecek ketersediaan lahan dan bercengkrama dengan para petugas gali kubur di sana.

TPU Pondok Ranggon merupakan area khusus yang dijadikan sebagai lokasi penguburan jenazah pasien Covid-19. Belakangan ini dikabarkan TPU tersebut hampir penuh. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun meninjau langsung TPU Pondok Ranggon pada Sabtu malam, 19 September 2020.

Mengapresiasi Tim Pengubur Jenazah Covid di Twitter

Dengan menggunakan kata kunci pencarian jenazah, covid, tpu, penggali kubur, dan pengubur, Netray menemukan 1,3 ribu twit terkait selama bulan September ini. Terlihat topik ini mengalami kenaikan dari periode sebelumnya, yaitu sebesar seribu twit. Demikian pula dengan partisipan yang juga lebih ramai yakni mencapai seribu akun lebih.

Dari pantauan Netray, warganet Twitter mulai antusias menyoroti tim penggali kubur jenazah Covid-19 di minggu kedua dan ketiga September 2020, ketika angka kematian di DKI Jakarta dilaporkan terus mengalami kenaikan. Sentimen positif lebih banyak muncul dalam perbincangan warganet ketika membahas profesi maupun sosok pengubur jenazah Covid-19. Puncaknya terjadi pada 13 September dan 20 September 2020.

Kunjungan Anies ke TPU Pondok Ranggon pada 19 September untuk melihat kecukupan lahan dan mendengar cerita para pekerja gali kubur mendapat perhatian dari warganet. Cerita-cerita dari seorang penggali kubur di TPU tersebut kemudian menyebar luas di Twitter dan diperbincangkan dengan penuh haru dan apresiatif.

Salah satunya yang paling banyak disebut adalah Pak Dadang, penggali kubur di TPU Pondok Ranggon yang menyampaikan keprihatinannya terhadap kasus positif Covid-19 di Indonesia yang semakin hari semakin memilukan. Tanpa perlu memperdebatkan perihal kepercayaan di luar sana terkait ada atau tidaknya virus corona sebenarnya, para penggali kubur telah berhadapan langsung dengan ribuan korban meninggal setiap harinya.

Video-video yang mendokumentasikan perjuangan tim penggali kubur di garda terakhir menjadi media popular yang mendapat banyak impresi dari warganet. Impresi tersebut baik berupa retweet, like, hingga komentar positif yang dapat diterjemahkan sebagai bentuk apresiasi. Warganet juga menggaris bawahi pesan yang disampaikan oleh para pekerja makam untuk tetap disiplin mematuhi protokol kesehatan yang telah dianjurkan pemerintah.

Pandemi Belum Berakhir, Sebagian Warganet Bahkan Baru Menyadari Keberadan Covid-19

0

Pandemi masih belum berakhir, meski saat ini telah memasuki bulan ketujuh Covid-19 mewabah di Indonesia. Setidaknya terhitung sejak Maret, yakni bulan pertama diumumkannya secara resmi kasus pertama ditemukan di Indonesia dan kini per 21 September 2020 telah mencapai 248.852 jumlah kasus yang terkonfirmasi. (Info Covid-19 klik https://covid19.netray.id/ )

Monitoring Netray

Perbincangan terkait topik ini pun terus mencuat, media monitoring Netray memantau perbincangan tersebut melalui media sosial Twitter sejak 15 September 2020 s.d 21 September 2020.

Selama periode tersebut ditemukan sebanyak 144.1K cuitan warganet seputar Covid-19 dengan Potentetial Reach mencapai 351.6M. Pandemi menjadi salah satu topik yang masih terus menjadi pembahasan warganet, selain karena angkanya yang terus melonjak, juga sikap pemerintah dalam menangani hal ini yang terus menuai perdebatan. Meski kini masyarakat telah memasuki era New Normal.

Peningkatan Jumlah Kasus

Era New Normal menjadi awal penerapan kebiasaan baru, agar masyarakat dapat terus beraktivitas dan bertahan hidup di tengah pandemi dengan penerapan berbagai protokol kesehatan agar tetap terhindar dari Covid-19. Namun masa transisi ini bukan perihal mudah, pasalnya tidak sedikit masyarakat yang kurang memiliki kesadaran untuk menerapkan protokol kesehatan hingga menyebabkan jumlah kasus yang harus menanjak kembali.

Seperti halnya di Jakarta, Ibu kota menjadi salah satu wilayah dengan jumlah kasus tertinggi di Indonesia. Bahkan hingga harus menerapkan PSBB kembali agar menekan angka penyebaran. Mobilitas masyarakat memang menjadi jalan pintas penularan yang tidak terhindarkan hingga pemerintah harus kembali menarik tuas rem agar ledakan kasus dapat terkendali.

Tidak hanya di Jakarta, adapun wilayah lain yang juga mengalami peningkatan jumlah kasus yaitu Yogyakarta. Ya, selama New Normal diterapkan tidak sedikit jumlah wisatawan yang kembali mendatangi Kota Wisata ini. Namun sangat disayangkan, hal ini justru memicu kenaikan jumlah kasus di kota ini.

Perlahan tapi pasti, jumlah kasus di kota ini terus meningkat. Hal ini juga dipicu oleh kesadaran masyarakat yang dinilai tidak seawas saat pertama kali Covid-19 mewabah sehingga kesadaran akan bahaya Covid-19 terus menurun dan menyebabkan angka penyebaran semakin meningkat. Dikarenakan mengalami peningkatan, Pemkot Jogja kini bahkan tengah menyiapkan Rusunawa sebagai Shelter untuk pasien Covid-19 dengan status OTG.

Sementara itu, berdasarkan rekaman video yang diunggah oleh warganet terlihat justru masyarakat saat malam hari dengan santai berkumpul dan mengabaikan protokol kesehatan yang semestinya diterapkan. Menanggapi rekor peningkatan jumlah kasus di Jogjakarta Sultan justru dinilai santai dengan mengatakan tidak apa-apa apabila positif akan di rawat di rumah sakit. Sultan juga mengingatkan untuk tidak menakut-nakuti dan menghimbau masyarakat agar mematuhi protokol kesehatan.

Ragam Tanggapan Warganet

Kicauan warganet terkait pandemi masih terus berlanjut, tidak sedikit warganet yang meminta kontestasi politik 2020 (Pilkada) ditunda dahulu. Hal ini agar pemerintah fokus pada penanganan Covid-19 di tanah air dan menekan angka penyebaran.

Selain perbincangan terkait penundaan Pilkada di masa pandemi, terdapat juga warganet yang bahkan baru percaya akan keberadaan Covid-19 benar nyata setelah orang terdekatnya terinfeksi.

Ragam kritik hingga ajakan warganet untuk menghadapi Covid-19 bersama terpantau melalui monitoring Netray di media sosial Twitter. Pandemi Covid-19 memang belum berakhir, namun masyarakat seharusnya tetap disiplin dan waspada agar penyebaran virus ini dapat terkendali. Tidak hanya pemerintah, kita juga memiliki peran untuk menghentikan penyebaran virus ini.

Monitoring Tunda Pilkada: Demi Negara, Demi Keselamatan Warga

Wabah COVID-19 yang menyerang dunia sejak Desember, sepertinya belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda dalam waktu dekat. Begitu pula dengan situasi nasional yang secara resmi diakui muncul pertama kali pada bulan Maret 2020. Laporan kasus positif justru semakin bertambah saban harinya.

Sinyal penurunan kasus masih belum nampak, sebaliknya perhelatan Pilkada sebagai peristiwa politik periodik nasional sudah di depan mata. Sejumlah besar daerah di Indonesia akan kembali memilih siapa sosok yang akan memimpin mereka untuk lima tahun ke depan. Hanya saja banyak pihak yang terpaksa harus menghadap-hadapkan dua hal ini.

Perhelatan Pilkada seperti yang selama ini terjadi, melibatkan interaksi sosial seperti kerumunan massa yang masif jumlahnya. Tentu hal ini sangat tidak dianjurkan dalam situasi pandemi seperti ini. Dari pemantauan Media Monitoring Netray, sejumlah surat kabar daring telah bersuara terkait dilema ini.

Protes Ormas di Media Massa

Melalui kata kunci tunda, pilkada, dan covid,  Netray menemukan 448 berita yang diterbitkan oleh 78 media massa daring. Sepertinya isu penundaan pilkada tidak menarik untuk diangkat oleh portal berita kecil. Pasalnya dari sekian kantor redaksi yang melaporkan, sebagian besar dilakukan oleh media massa besar seperti Sindonews, CNN Indonesia, Tempo, atau Republika.

Meskipun kekhawatiran ini sudah cukup lama terdengar, sikap atau pernyataan untuk menunda pilkada secara resmi baru disampaikan beberapa waktu yang lalu. Tepatnya pada 4 September 2020. Kala itu aktivis Ray Rangkuti menyarankan kepada pemerintah untuk menghentikan perhelatan pilkada. Pasalnya banyak bakal pasangan calon di berbagai daerah melakukan konvoi bersama pendukungnya tanpa mengindahkan protokol Covid-19.

Media massa daring hampir sepakat jika wacana untuk penundaan pilkada ini merupakan hal yang positif mengingat situasi pandemi yang tidak bisa sepenuhnya diprediksi dan dirawat. Data sentimen yang berhasil dihimpun Netray sejak awal bulan menunjukkan bahwa sentimen positif lebih mendominasi dengan 209 judul dibandingkan sentimen negatif yang hanya menghiasi 80 judul laporan media massa.

Pemantauan Netray juga menunjukan sejumlah tokoh yang paling banyak disinggung terkait pandemi yang sedang dialami Indonesia saat ini. Nama Presiden Joko Widodo menduduki peringkat pertama dalam daftar Top Account. Bagaimanapun juga keputusan penundaan Pilkada berada di tangan Presiden.

Sedangkan pada Top Organization, muncul subyek bernama Perludem. Meski menempati posisi terakhir, peran Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dalam mewacanakan penundaan pilkada cukup monumental. Mereka adalah organisasi massa pertama yang memprotes prosesi pilkada tetap dilaksanakan meskipun masih dalam situasi pandemi.

Kembali melihat grafik distribusi pemberitaan selama bulan ini, laporan surat kabar daring selama beberapa waktu, terbit dengan frekuensi yang hampir sama. Rata-rata setiap hari terbit berita antara belasan hingga 30-an artikel saja. Namun pada tanggal 20 September terjadi lonjakan yang sangat tidak seimbang. Tercatat pada hari itu terbit 107 laporan di semua portal berita daring.

Usut punya usut, lonjakan ini terjadi karena sehari sebelumnya, Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan ke wartawan bahwa ia sepakat dengan usulan penundaan pilkada demi keselamatan masyarakat Indonesia. Tentu saja pernyataan JK lantas mendapat respon yang sangat beragam dari banyak elit politik di Indonesia.

Monitoring Sosial Media

Domain sosial media pun tak kalah ramai dalam membahas wacana penundaan pilkada Desember nanti. Selain naiknya tagar #tundapilkada, cuitan yang mengandung kata kunci tunda dan pilkada juga tak kalah riuh sejak awal bulan September ini.

Dari agregasi kata yang paling kerap digunakan, dapat dianalisis topik apa saja yang menjadi pusaran pembicaraan warganet Twitter. Kemunculan kata tunda dan pilkada sepertinya tidak perlu dipertanyakan lagi. Yang mengundang perhatian adalah kemunculan kata anak dan jokowi.

Setelah ditelusuri lebih lanjut, kata ini muncul sebagai representasi prasangka publik terkait alasan mengapa Presiden Joko Widodo seperti sangat bersikeras untuk tetap menyelenggarakan pilkada. Publik menilai Presiden memiliki maksud lain, yakni agar anaknya Gibran yang maju di Pilkada Kota Solo dan juga menantunya, Bobby di Pilkada Kota Medan terpilih dalam momen tersebut.

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah dua entitas ini, baik tunda pilkada dan anak jokowi akan mempengaruhi sentimen warganet secara umum? Dari data yang ditampilkan dalam grafik, Netray menemukan bahwa cuitan dengan sentimen positif muncul sebanyak 14.743 kali. Sedangkan cuitan dengan sentimen negatif di-posting sebanyak 8.511.

Tentu saja cukup mengherankan. Bagaimana mungkin subjek perbincangan yang memiliki konotasi negatif tetapi justru direspon positif oleh warganet? Mungkin jawabannya bisa ditelisik dari dalam cuitan dengan sentimen positif sendiri. Pernyataan apa yang mengkonstitusi sentimen tersebut?

Cuitan bernada positif diatas sedikit banyak disebabkan karena pengaruh (influence) oleh cuitan yang datang dari sejumlah akun influencer. Menurut pandangan Netray, akun-akun ini adalah akun yang mendapat respon terbanyak dari warganet (Top Account).

Misalnya akun @agusjabo33 yang mengatakan jika anggaran pilkada lebih baik untuk penanggulangan bencana. Ia tak lupa mengirim doa untuk korban pandemi yang sudah mendahului.

Akun @AlifKamal__ mengutip pepatah Yunani bahwa “Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi bagi suatu negara.” Sedangkan @ChristWamea menyebutkan jika presiden cinta nyawa rakyatnya, pasti pilkada 2020 akan ditunda. Termasuk akun @Dandhy_Laksono yang memberikan saran kepada oligarki agar mereka berfokus ke pandemi. Ujaran-ujaran yang bernada ajakan, doa, anjuran, dan saran semacam ini membuat perbincangan di Twitter cenderung memiliki sentimen positif, meski secara substantif merupakan kritik.

Hasil pemantauan Netray sejak awal bulan menghasilkan 31.685 cuitan yang mengandung kata kunci. Puluhan ribu cuitan tersebut mendapatkan reaksi warganet dalam bentuk like, reply, dan favorite sebanyak 99,7 ribu kali. Dan menjangkau 53,5 juta pengguna akun Twitter. Nilai-nilai ini tentu akan semakin bertambah mengingat situasi pandemi dan kejelasan pilkada masih kabur di awang-awang.