Memberi penghargaan pada diri karena berhasil mencapai target tertentu atau menyelesaikan hal-hal yang sulit tentu merupakan hal yang baik. Penghargaan tersebut menjadi salah satu bentuk dari kita untuk menyayangi dan menghargai diri sendiri. Untuk mengacu hal tersebut generasi milenial mengenal istilah ‘self reward’. Istilah ini pun kerap berseliweran di lini media sosial dan cukup ramai menjadi perbincangan. Namun alih-alih menjadi bentuk penghargaan karena menyayangi diri sendiri, tak jarang self reward justru menjadi kedok untuk perilaku yang konsumtif dan berakhir pada pemborosan. Seperti apakah polemik warganet dalam perbincangannya seputar self reward issue?
Infografik Self Reward
Self Reward
Top Words
Statistik Self Reward
Peak Time
Boros Berkedok Self Reward
10.10 Momen Self Reward
Penutup
Netray memantau perbincangan warganet terkait topik self reward dengan menggunakan beberapa kata kunci, keuangan && self reward, self reward, boros && self reward. Dengan menggunakan tiga kata kunci tersebut Netray menemukan beberapa kata yang mendominasi perbincangan netizen terkait self reward, seperti healing, boros, berkedok, abis, duit, dan beberapa kosa kata populer lainnya.
Selama periode pantauan Netray total perbincangan terkait self reward mencapai 1,440 tweets dengan impresi mencapai 87ribu dan potensi jangkauan sebesar 5,6 juta. Sementara itu, pada topik ini jumlah tweets bersentimen positif dan negatif memiliki jumlah yang tidak terlalu berbanding jauh. Meski demikian angka negatif menunjukkan jumlah yang lebih besar. Lalu mengapa perbincangan ‘self reward’ justru didominasi oleh tweets negatif?
Bila diamati melalui grafik di atas, isu self reward mulai diperbincangkan pada awal bulan (sejak 02 Oktober) dan meningkat secara signifikan pada 10 Oktober. Tentu bukan merupakan hal yang aneh, sebab pada awal bulan para karyawan menerima gaji. Tidak sedikit dari mereka yang memilih menyisihkan penghasilan tersebut untuk membelanjakan diri sebagai bentuk self reward. Simak beberapa ungkapan netizen berikut.
Boros Berkedok Self Reward
Memberi penghargaan untuk diri memang sangat penting dilakukan. Namun bila tidak dilakukan dengan cara yang benar hal ini bisa saja merugikan. Alih-alih dapat menyayangi diri hal ini justru membahayakan keuangan. Akibatnya, tentu saja terjadi pemborosan dan gaji yang bablas hilang di awal bulan. Berikut beberapa curhatan warganet.
10.10 Jadi Momen Self Reward Paling Ramai
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, jumlah perbincangan terkait isu self reward meningkat signifikan pada 10/10/2021. Melalui penelusuran Netray hal ini berkaitan dengan momen pesta belanja bulanan yang diadakan oleh e-commerce dengan menyediakan banyak promo di tanggal berangka ganda tersebut. Hal ini pun dimanfaatkan dengan baik oleh netizen yang ingin berbelanja untuk memanjakan diri sebagai bentuk self reward.
Penutup
Self reward merupakan kegiatan positif dan wujud perilaku menyayangi diri sendiri bila dilakukan dengan cara yang benar. Sayangnya, sebagian orang justru menggunakan istilah ini sebagai kedok untuk menutupi jiwa konsumtif yang tidak terkendali. Setelah bekerja keras kita memang perlu memberi penghargaan pada diri, namun hal ini harus dilakukan dengan cara yang benar agar tidak merugikan diri di masa mendatang. Seperti halnya perbincangan netizen terkait isu self reward yang justru didominasi oleh sentimen negatif karena istilah ‘boros’ yang kini melekat pada self reward.
Magang tentu bukanlah istilah yang asing di telinga. Magang menjadi suatu kewajiban bagi mahasiswa di beberapa program studi untuk memenuhi pra syarat lulus dari perkuliahan. Magang juga bertujuan untuk mempersiapkan para pelajar atau mahasiswa untuk masuk dunia kerja. Selain itu, magang juga dapat memberi keterampilan yang dibutuhkan dunia industri. Namun, belakangan ini lini masa Twitter diramaikan oleh curhatan seorang warganet yang berbagi kisah tentang pengalaman mereka di dunia magang, mulai dari pengalaman hingga gaji yang diterimanya. Curhatan tersebut pun menjadi viral dan memantik warganet lainnya untuk turut berbagi kisah terkait magang.
Grafik perbincangan warganet
Perbincangan warganet terkait Campuspedia
Melihat perkembangan isu ini Netray memantau perbincangan warganet sejak 20 Oktober 2021 sampai dengan 01 November 2021. Pengalaman seorang warganet yang magang di Campuspedia tersebut pun meraih antusiasme hingga menjadi viral. Sebagaimana tampak pada gambar di atas, grafik perbincangan warganet yang meningkat secara signifikan setelah tanggal 25 Oktober 2021. Tak hanya itu, pembahasan terkait Campuspedia pun tampak pada kosa kata populer pada gambar berikut.
Top Words Keyword Magang
Selain Campuspedia, terlihat beberapa kosa kata lainnya, seperti pengalaman, perusahaan, uang, 100k, hingga resign menjadi kata yang sering digunakan warganet dalam perbincangan terkait topik magang. Meski memiliki berbagai manfaat, magang agaknya juga tak selalu menjadi pengalaman yang menyenangkan. Seperti halnya isu yang belakangan memantik perbincangan.
Terlihat melalui statistik di atas perbincangan terkait magang mencapai 10.8 ribu tweets dengan didominasi oleh tweets bersentimen negatif. Adapun jumlah impresi mencai 160.7 ribu dengan potensi jangkauan sebesar 73.2 juta. Jumlah tersebut dapat menunjukkan intensitas perbincangan warganet yang cukup signifikan pada periode pantauan Netray. Lalu seperti apakah fokus perbincangan warganet terkait topik ini?
Curhatan Anak Magang Viral, Digaji 100k Campuspedia jadi Sasaran Omelan Warganet
Sebagaimana diketahui Campuspedia merupakan perusahaan penyedia sebuah platform untuk berbagi informasi kampus, jurusan, beasiswa, profesi, karir, dan events. Perusahaan yang berlokasi di Surabaya ini mendadak viral setelah seorang mahasiswa membagikan pengalaman kurang menyenangkan saat magang di perusahaan ini. Bagaimana tidak, ia mengaku hanya dibayar sebesar 100k dan apabila mengundurkan diri didenda 500k. Persoalan yang terlanjur viral ini pun kemudian menyebabkan Campuspedia berhasil menjadi sorotan.
Dikutip melalui laman tempo.co Kementerian Ketenagakerjaan melakukan inspeksi mendadak ke Campuspedia di Surabaya pada Sabtu, 30 Oktober 2021. Dari hasil sidak tersebut, Kemnaker memastikan bahwa informasi yang beredar terkait pemberian gaji yang kecil dan pemberlakuan denda kepada peserta magang adalah benar. Untuk itu Kemnaker pun memberikan arahan kepada pihak Campuspedia.
Merespons hal ini CEO Campuspedia Akbar Maulana pun mengambil langkah untuk meminta maaf. Permohonan maafnya tersebut disampaikan melalui akun Twitternya. Ia juga menyampaikan rasa terima kasih kepada kepada pegawai magang di Campuspedia atas peran dan kontribusi mereka. Selain itu, Akbar juga menjelaskan terkait penalti sebesar Rp500,000 bagi peserta magang yang mengundurkan diri sebelum masa berakhir hanya berlaku pada tiga periode magang dari April 2020 hingga Maret 2021.
Ia mengatakan sebelum dan setelah periode tersebut tidak ada denda yang dibebankan ketika peserta mengundurkan diri dari program magang. Akbar juga mengatakan pihaknya akan melakukan evaluasi terhadap kebijakan tersebut. Untuk saat ini, proses rekrutmen magang Campuspedia dihentikan sementara guna fokus melakukan perbaikan sistem berdasarkan masukan dari berbagai pihak. Meski demikian hal ini terlanjur meraih sentimen negatif dari warganet sehingga tak heran permohonan maaf dan penjelasan dari Bos Campuspedia tersebut mendapar sambutan sinis oleh warganet.
Suka Duka Jadi Anak Magang
Melihat pengalaman yang kurang menyenangkan terkait magang yang melibatkan Campuspedia, Netray mencoba mengamati seperti apakah curhatan para pejuang magang lainnya. Bagaimanakah pengalaman mereka saat melewati masa magang. Simak beberapa curhatan warganet berikut.
Berdasarkan gambar di atas tampak beberapa curhatan warganet terkait isu seputar magang. Sebagian warganet mengeluhkan masa magang mereka yang dirasa terlalu berat. Sementara beberapa warganet lainnya justru tidak merasa terbebani saat pelaksanaan magang berlangsung, bahkan justru merasa gabut. Menariknya, bahkan salah seorang warganet menceritakan pengalaman mantannya yang tidak hanya mendapatkan fee, namun juga pacar baru.
Demikianlah curhatan warganet terkait pengalaman magang yang memang tidak melulu menyebalkan dan juga tidak selalu menyenangkan. Magang sebenarnya memiliki berbagai tujuan baik agar para mahasiswa nantinya lebih merasa siap saat memasuki dunia industri yang sebenarnya. Meski demikian, tidak semua perusahaan mampu menciptakan lingkungan yang sehat untuk para mahasiswa magang belajar. Alih-alih mendapatkan manfaat mereka justru cenderung merasa terbebani dengan tugas-tugas sebagai mahasiswa magang.
Saat ini kita hidup di tengah hiruk pikuknya manusia silver, badut, dan pengamen jalanan yang menjadi hiasan khas lampu merah di kota-kota besar. Meski fenomena semacam ini sudah lama kita temui, namun akhir-akhir ini jumlahnya meningkat. Eksistensi manusia silver yang dahulu merupakan atribut para pencari donasi untuk disumbangkan, kini mengais untuk kehidupannya sendiri. Dan tak hanya para laki-laki dewasa, kini perempuan, bahkan anak-anak turut terjun meramaikan.
Tidak ada yang tahu pasti kapan dan di mana pertama kali manusia silver memulai eksistensinya. Namun, TossaRahmania dalam tulisannya yang berjudul ‘Presentasi Diri Pengamen Silver Man di Kota Bandung’, menyampaikan bahwa manusia silver awalnya muncul pada sekitar tahun 2012 di Kota Bandung, Jawa Barat. Dalam aktivitas ini manusia silver membalut sekujur tubuhnya dengan cat berwarna perak yang mengkilat sehingga menarik perhatian orang-orang yang berlalu lalang.
Awalnya, para manusia silver ini tergabung dalam ‘Komunitas Silver Peduli’. Tak heran apabila dahulu para manusia silver ini selalu membawa kotak kardus bertuliskan “Peduli Yatim Piatu” dan semacamnya untuk meminta belas kasih para pengendara di lampu merah. Namun belakangan ini, peran manusia silver mulai bergeser menjadi pengamen hingga peminta-minta untuk kepentingan pribadi. Bahkan, berdasarkan observasi dan wawancara langsung yang dilakukan Puspensos pada Juli 2021 dalam artikelnya disebutkan bahwa banyak dari para manusia silver yang ditemui di sekitar Yogyakarta sebelumnya merupakan pengamen jalanan dan mantan karyawan swasta yang terkena pengurangan karyawan atau PHK. Artinya, dampak PHK yang sejak 2020 lalu mengalami peningkatan turut berpengaruh dalam menyumbang manusia silver di jalanan kota-kota besar di Indonesia.
Gambar 1. Angka PHK Indonesia Berdasarkan Data dari Kementerian Ketenagakerjaan
Lonjakan angka PHK pada 2020 bukan tanpa sebab. Hal ini merupakan imbas dari pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak awal 2020. Berdasarkan data tersebut, setidaknya ada 3,6 juta warga Indonesia yang kehilangan pekerjaan pada tahun 2020. Tak heran apabila angka pengangguran di Indonesia pun turut merangkak naik. Orang-orang mulai banting setir mencoba beragam cara untuk tetap dapat hidup. Salah satunya barangkali berlari ke manusia silver hingga badut jalanan yang kini nampak semrawut menghiasi wajah jalanan kota-kota di Indonesia.
MediaMonitoringNetray mencoba memantau kata kunci terkait penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di media pemberitaan untuk melihat seberapa besar isu ini mengisi kabar Indonesia di tahun 2021. Hasilnya dapat diamati dari Gambar 2 di bawah. Terlihat bahwa topik manusia silver berada di urutan ketiga setelah pengemis gelandangan dan pengamen yang hingga saat ini masih menjadi masalah serius pemerintah dan bangsa Indonesia.
Gambar 2. Total Artikel Berdasarkan Keyword
Kata kunci manusia silver sejak Januari hingga Oktober 2021 telah muncul dalam 678artikel dari total 86portal media yang terjaring Netray. Kata kunci tersebut tersebar dalam beberapa kategori pemberitaan. Yang paling mendominasi adalah Law (53%), Government (17,5%), hingga Health & Lifestyle (12,6%).
Manusia Silver dari Ranah Hukum
Pemberitaan topik manusia silver dari ranah hukum paling banyak menyumbang keseluruhan topik. Di antaranya ialah berisi sejumlah laporan razia atau penangkapan para PMKS yang di dalamnya termasuk manusia silver. Di tahun ini, Satpol Kota PP Semarang berhasil menertibkan 300manusiasilver. Sementara Komnas PA mencatat di wilayah Provinsi DKI Jakarta setidaknya ada 189keluarga manusia silver dan di Kota Depok-Tangerang Selatan sebanyak 200orang. Di Bekasi pun turut menyumbang 70manusiasilver. Jumlah ini belum termasuk manusia silver dari kota-kota lain di seluruh Indonesia namun sudah cukup memberikan gambaran betapa riuhnya dunia manusia silver sekarang ini.
Gambar 5. Razia Manusia Silver Depok
Gambar 5. Razia Manusia Silver Semarang
Gambar 6. Razia Manusia Silver Bekasi
Selain itu, dugaan eksploitasi anak juga menyelimuti polemik manusia silver ini. Seperti yang dilaporkan media pada September lalu terkait kasus bayi berusia 10 bulan yang dijadikan manusia silver untuk mengemis di Tangerang Selatan. Keresahan lain yang menyelimuti pemberitaan negatif manusia silver juga datang dari aksi pungli dan kriminalitas yang dilaporkan oleh sejumlah media.
Polemik Manusia Silver dalam Lingkup Pemerintahan
Di lingkup pemerintahan, permasalahan manusia silver juga turut dihambat oleh beberapa faktor. Salah satu yang paling banyak dilaporkan media adalah minimnya aksi solutif dari pemerintah untuk mencegah para manusia silver ini kembali ke jalanan. Berdasarkan sejumlah laporan media, Satpol PP yang melakukan penangkapan mengaku kewalahan karena belum adanya tempat sosial atau rumah singgah sehingga banyak dari mereka yang akhirnya kembali ke jalanan.
Gambar 7. Polemik Pembinaan Manusia Silver
Gambar 7. Pembinaan Tak Menyelesaikan Masalah
Meski demikian, pemerintah yang diwakili Dinas Sosial beberapa kali kerap menawarkan solusi pembinaan kepada para PMKS yang di dalamnya termasuk manusia silver ini. Pembinaan yang ditawarkan berupa pemberian pelatihan seperti menjahit, membengkel, merias, dan lain sebagainya yang bersifat praktis. Pemerintah juga menyampaikan akan memberikan modal peralatan terkait agar para manusia silver ini memiliki pekerjaan sehingga tidak kembali ke jalanan. Namun, berita penangkapan yang terus menghiasi media nampaknya memberikan sinyal bahwa upaya pemerintah ini masih belum maksimal sementara keberadaan manusia silver kian menjamur.
Gambar 8. Peak Time topik Manusia Silver
Di sisi lain, Sosiolog Universitas Indonesia, Daisy Indira Yasmine mengatakan bahwa kebijakan pemberian pelatihan tersebut cenderung mendikte dan belum tentu sesuai dengan kebutuhan mereka. Fenomena manusia silver dan pengamen jalanan merupakan muara atas sedikitnya 2 permasalahan. Pertama, merupakan bentuk seni pertunjukan jalanan alias street art performance perkotaan, fenomena khas perkotaan yang seharusnya direspons oleh pemerintah dengan menyediakan ruang-ruang publik. Kedua, seni ini menjadi alternatif bagi kalangan yang aksesnya terbatas pada lapangan kerja, khususnya kaum muda yang terhimpit atau terasing secara struktur. Mereka kesulitan mengakses pekerjaan karena sedari awal dinilai sudah miskin akses terhadap pendidikan formal.
Masalah Manusia Silver yang Mengintai dari Sisi Kesehatan
Tak hanya meresahkan, melakoni peran sebagai ‘manusia silver’ juga membahayakan dari kesehatan. Mereka harus menanggung risiko kesehatan tertentu karena racikan cat yang mereka lumurkan ke tubuh. Biasanya para manusia silver mengoplos cat silver dengan minyak goreng untuk memudahkan dalam pembersihan. Sabun cuci piring juga turut digunakan agar tubuh bersih dari minyak. Petugas Balai Melati Jakarta, dalam laman kemensos.go.id, pada Februari 2021, menuturkan efek buruk penggunaan cat tersebut dalam jangka panjang. Kandungan kimia dalam cat bisa meresap ke dalam kulit dan bersifat karsinogenik. Hal tersebut bisa memicu kanker dan iritasi kulit hebat. Namun, meski terdapat bahaya yang mengintai, para manusia silver nyatanya semakin hari kian bertambah. Barangkali selain karna tuntutan ekonomi, penghasilan yang didapatkan manusia silver ini tidak sedikit.
Gambar 9. Ancaman Kesehatan Manusia Silver
Gambar 10. Penghasilan Manusia SIlver
Mengutip Voiceof Indonesia, dari pendataan yang dilakukan petugas yang menjaring manusia silver diketahui bahwa rata-rata pendapatan mereka bekerja selama 3 jam dari pukul 15.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB berkisar antara Rp80.000 sampai dengan Rp300.000.
Dari sekian banyak faktor yang membuat serial Netflix “SquidGame” fenomenal, salah satunya adalah karena cerita yang relatable. 456 peserta lomba permainan anak mematikan tersebut adalah orang-orang yang mengalami kesulitan finansial. Mereka terpaksa bertahan hidup demi memenangkan hadiah uang sebesar 45,6 miliar won atau setara Rp 549 miliar. Sebuah pertaruhan yang setimpal agar terbebas dari masalah ekonomi.
Banyak pihak menilai apa yang terjadi di dalam “Squid Game” adalah cerminan masyarakat Korea Selatan dewasa ini. Tak sedikit anggota masyarakat Korea Selatan, terutama yang tinggal di kota besar, seperti Seoul harus mendapati dirinya bercokol di level terbawah dari sebuah piramida sosial. Sederet permasalahan ekonomi memburamkan masyarakat di tengah gemerlapnya budaya K-pop.
Kritik atas Representasi Korsel di Serial Squid Game
Pemantauan pemberitaan media massa Netray menunjukan sejumlah artikel yang membahas kritik sosial dengan memanfaatkan popularitas serial “Squid Game”. Salah satunya datang dari pemerintah Korea Utara yang selama ini dipandang sebagai antitesis masyarakat Korsel. Pemerintah Korut menyebutkan bahwa “Squid Game” adalah gambaran kehidupan di Korsel yang menderita.
(sumber: dashboard Netray)
(sumber: dashboard Netray)
(sumber: dashboard Netray)
Selain itu media Korut, yang dikelola olah negara, menuliskan apabila serial tersebut menunjukkan bobroknya budaya kapitalis di mana kaum tak berduit diperlakukan tak ubahnya seperti pion catur orang-orang kaya. Komentar bahkan datang dari pemimpin tertinggi Korut, Kim Jong Un yang menilai “Squid Game” sesuai dengan penggambaran masyarakat Korsel yang kurang ajar dan dekat dengan korupsi.
(sumber: dashboard Netray)
Apabila media asing turut mengangkat analisis “Squid Game” sebagai cerminan masyarakat Korea Selatan, media massa di dalam negeri menampilkan kontrasnya. Hampir tidak ditemukan karya original dari jurnalis Indonesia yang membahas isu ini. Media Indonesia seperti ikut merayakan keberhasilan “Squid Game” bersama aksi masyarakat kala memparodikannya ke dalam sejumlah kesempatan.
(sumber: pencarian Google)
(sumber: dashboard Netray)
Hutang Rumah Tangga Masyarakat Korsel
Salah satu indikator permasalahan ekonomi masyarakat adalah hutang rumah tangga. Pada bulan Desember 2020, hutang rumah tangga penduduk Korsel mencapai 106,6% GDP atau sekitar 1,74 miliar dolar AS (sumber: ceicdata.com). Hutang tersebut harus ditanggung oleh setidaknya 51,2 juta penduduk Korsel di tahun 2020. Dengan asumsi bahwa kelompok sosial tertentu akan menerima dampak lebih besar dari situasi ini ketimbang kelompok yang lain.
(sumber: ceicdata.com)
Sebut saja anggota masyarakat yang mengambil kredit untuk memiliki rumah sebagai tempat tinggal. Ternyata nilai kredit perumahan pada tahun 2018 saja bahkan sudah mencapai 1,32 miliar dolar AS, atau 75,9% dari total hutang rumah tangga Korsel saat ini. Harga properti yang terus merangkak disinyalir menjadi penyebab utama mengapa masyarakat Korsel harus menanggung hutang sebesar ini.
Sebagai contoh harga properti yang semakin mahal, antara lain berada di distrik Nowon-gu, Dobong-gu, dan Gangbuk-gu. Ketiga distrik ini mengalami peningkatan harta tertinggi yakni pada kisaran 21,7%. Sedangkan untuk distrik yang terlebih dulu terkenal mahal seperti Gangnam-gu dan Seocho-gu, keduanya mengalami peningkatan sebesar 13,8%. Apabila digunakan sebagai perspektif, harga properti di distrik Gangnam-gu dapat mencapai angka 81,4 juta won untuk setiap 3,3 meter perseginya. Atau jika pembaca menginginkan apartemen berukuran 85 meter persegi di distrik Gangnam, terlebih dahulu harus menyiapkan dana sebesar 24,3 miliar rupiah.
Demografi Masyarakat Seoul Terdampak Hutang Rumah Tangga
Lantas bagaimana dengan penduduk Seoul sendiri? Secara rata-rata, pendapatan penduduk Seoul adalah 4,3 juta won setiap bulannya. Sedangkan pengupahan di Seoul terendah bisa hanya sebesar 1,1 juta won dan tertinggi rata-rata mencapai 19,5 juta won (sumber: salaryexplorer.com). Lebih spesifik lagi 50% pekerja berpendapatan 4,3 juta won atau kurang, sedangkan 75% pekerja memiliki penghasilan 10,8 juta won atau kurang. Hanya sebagian kecil yang memiliki pendapatan di antara 10,8 hingga 19,5 juta won perbulan.
(sumber: salaryexplorer.com)
Yang artinya butuh 40 tahun lebih bagi penduduk Seoul berpenghasilan rata-rata apabila ingin membeli apartemen berukuran luas 85 meter persegi di distrik Gangnam-gu. Itu pun pendapatan mereka harus dikurangi lagi untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Tentu mereka lebih memilih distrik lain yang harga propertinya masih terjangkau sebagai tempat tinggal.
Kaum muda biasanya memiliki juga peluang yang lebih besar apabila mereka terpaksa harus membeli tempat tinggal secara kredit. Pasalnya mereka tergolong usia produktif dan jauh dari usia pensiun. Penduduk Seoul sendiri diestimasikan sebanyak hampir 10 juta jiwa pada tahun 2021 ini.
Meskipun Korea Selatan adalah negara yang sangat maju dalam bidang ekonomi, secara sosial budaya masyarakat Korsel masih menghadapi permasalahan konservatisme. Cara pandang kuno seperti patriarkis masih menggejala di dalam masyarakat. Hal ini semakin memperburuk keadaan bagi kelompok minoritas di Korea Selatan. Proporsi penerimaan upah antara pekerja laki-laki dan perempuan terasa masih timpang untuk pekerjaan yang sama.
(sumber: seekpng.com)
Dari laporan yang ditulis Bloomberg, bahwa kaum pekerja perempuan di Korea Selatan berpenghasilan 30% lebih sedikit daripada pekerja laki-laki. Pandangan bahwa laki-laki adalah pemimpin keluarga dan perempuan hanyalah pendukung ekonomi keluarga dinilai menjadi alasan utama diskriminasi.
Penutup
“Squid Game” menjadi serial fenomenal salah satunya karena menjadi representasi masyarakat Korea Selatan dewasa ini. Hutang rumah tangga yang sebagian besar bersumber pada kredit perumahan menjadi permasalahan ekonomi yang menghimpit banyak penduduk Kota Seoul. Harga properti yang terus melambung di sebagian besar distrik semakin tak terjangkau dengan sistem pengupahan berbasis gender.
Simak laporan isu-isu fenomenal lainnya di blog Netray.
Kasus kematian semasa diklat atau masa orientasi dalam dunia pendidikan kembali terjadi. Akhir-akhir ini media tengah dihebohkan dengan kabar tewasnya seorang mahasiswa UNS yang tengah menjalani pendidikan dan latihan dalam menjadi anggota resimen mahasiswa (menwa) bertajuk Pendidikan Pra Gladhi Patria XXXVI. Acara yang berlangsung dua minggu tersebut diikuti sebanyak 12 peserta diklat. Salah satunya yakni korban Gilang Endi Saputra (20 tahun) asal Karanganyar, Jawa Tengah. Gilang merupakan mahasiswa Sekolah Vokasi UNS semester 3 prodi D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (KKK).
Selain kasus mahasiswa UNS, dahulu pernah terjadi juga beberapa kasus kekerasan yang berada di dunia pendidikan. Salah satunya ialah kasus yang terjadi di tahun 2019 yang dialami oleh mahasiswa IPDN. Lalu kematian taruna STIP akibat kekerasan fisik juga menghiasi lini masa pemberitaan kala itu. Lantas seperti apa gambaran kasus kekerasan anak dan remaja di Indonesia? Dan bagaimana media menyoroti kasus kematian Mahasiswa UNS tersebut?
Artikel Kasus Menwa
Dilansir dari Tempo, kasus kematian yang dialami oleh Gilang dinilai janggal. Pihak berwenang telah melakukan penyelidikan untuk mengungkap kasus tersebut. Adanya dugaan kekerasan yang dialami korban membuat pihak kepolisian terus mengumpulkan keterangan saksi juga barang bukti. Setelah hasil autopsi keluar dan mengarah kepada tersangka yang telah dicurigai, maka polisi akan segera menggelar perkara.
Media Monitoring Netray melakukan pemantauan selama sepekan dengan periode 23-29 Oktober 2021. Hasilnya sebanyak 379 artikel yang diangkat oleh 50 portal media memberitakan kasus kematian mahasiswa UNS tersebut.
Sumber: Dashboard Netray
Pemberitaan menwa tersebut didominasi dengan kategori hukum sebesar 55% dan kategori pendidikan sebesar 43%. Kasus kematian ini banyak dipenuhi dengan pemberitaan bersentimen negatif dengan intensitas pergerakan grafik memuncak pada 26 Oktober. Puncak pemberitaan ini bertepatan dengan menguaknya kasus kematian Gilang yang diduga mengalami tindak kekerasan oleh panitia pelaksana Diklat.
Gema Petisi Bubarkan Menwa UNS
Unit Kegiatan Mahasiswa Menwa UNS terancam akan dibubarkan karena kasus meninggalnya Gilang Endi. Dikutip dari Bisnis Indonesia, publik telah meluncurkan petisi yang telah ditandatangani sebanyak 13 ribu orang untuk membubarkan UKM resimen mahasiswa. Sebab beberapa mahasiswa berpendapat bahwa UKM Menwa ini tidak memiliki urgensi khusus dalam dunia pendidikan.
Grafik Kekerasan pada Anak dan Remaja
Kasus bully atau kekerasan dalam dunia pendidikan memang banyak terjadi di negara ini. Dalam data yang tertuang di Komisi Perlindungan Anak Indonesia, terdapat beberapa ragam bentuk kekerasan atau perundungan yang diterima oleh anak dan remaja.
Menurut Bidang Data Informasi dan Pengaduan KPAI tahun 2020 di atas, kasus bully atau kekerasan yang berasal dari pendidikan menempati urutan ketiga dengan jumlah kasus sebanyak 3,194 ribu. Artinya dalam dunia pendidikan anak dapat saja memperoleh kasus perundungan sehingga sekolah yang tadinya tempat nyaman untuk menimba ilmu menjadi tempat yang paling menakutkan untuk anak.
Kemudian beberapa media menghimpun kasus kekerasan serupa yang pernah terjadi di Indonesia melalui grafik berikut. Seperti apa gambaran kasus kekerasan mahasiswa berujung kematian yang pernah terjadi di Indonesia?
Sumber: Indozone, 2019
Berdasarkan artikel dari Indozone yang terbit tahun 2019, terdapat 5 kasus kekerasan yang dialami oleh mahasiswa di beberapa kampus. Kasus kekerasan yang berujung kematian tersebut sering terjadi semasa orientasi siswa baru. Kasus terakhir terjadi pada tahun 2019 yang dialami oleh mahasiswa IPDN. Kasus yang terangkum dalam grafik diatas merupakan kasus-kasus yang banyak menyita publik dan media pemberitaan pada tahun tersebut.
Tanggapan Warganet untuk Kasus Menwa
Statistik Twitter
Selain memantau pada media pemberitaan, Netray juga memantau tanggapan warganet terkait kasus dugaan kekerasaan yang dialami Gilang. Selama sepekan dengan periode 23-29 Oktober, kasus kematian Gilang diperbincangkan sebanyak 22,8 ribu. Warganet mengungkapkan kesedihannya terkait musibah yang menimpa Gilang.
Contoh Tweet Negatif
Warganet menuliskan opini untuk membubarkan UKM resimen mahasiswa karena dinilai tidak memiliki peran penting dalam dunia akademisi. Selain itu akun @jt_yongg mengungkapkan kekesalan atas terbunuhnya Gilang ditangan UKM Menwa. Opini warganet yang lain mengungkapkan bahwa terbunuhnya Gilang karena terkena pukul bagian syaraf kepala, akan tetapi seniornya tidak mengetahuinya.
Kemudian tanggapan positif datang dari beberapa warganet yang meyakini bahwa tidak semua UKM Menwa itu berbahaya. Sebab UKM resimen mahasiswa ini mewadahi kegiatan mahasiswa dalam bentuk fisik yang berkaitan dengan nasionalisme.
Contoh Tweet Positif
Top Akun dan Top Komplain
Gambar 1. Top Akun
Gambar 2. Top Komplain
Gambar 1 merupakan susunan akun yang paling banyak mengulas kasus kematian mahasiswa karena diklat menwa. Akun @obiputro sebagai akun yang paling vokal memojokan UNS beserta UKM Menwa untuk mengusut kasus kematian tersebut. Akun Obiputro merupakan sebuah akun yang mewakili aliansi mahasiwa UNS yang merasa janggal dengan kematian Gilang. Sebab hasil otopsi yang dilakukan terhadap tubuh Gilang terdapat beberapa luka memar yang mencurigakan. Kemudian Gambar 2 adalah Top Komplain yang paling banyak disebutkan oleh warganet dalam tweetnya. Kata Jelek dan Goblok menjadi dua kata yang paling mewakili kemarahan warganet atas kematian Gilang. Kata umpatan di atas merupakan kata yang ditujukan warganet kepada seluruh panitia yang terlibat dalam diklat menwa tersebut.
Penutup
Kekerasan oleh senior yang menimpa mahasiswa UNS menambah deretan korban perundungan dalam dunia pendidikan. Meskipun pendidikan latihan menwa yang notabene semi militer, tidak dianjurkan menggunakan kekerasan fisik. Sebab setiap peserta ketahanan fisiknya akan berbeda-beda. Semoga penyelidikan kasus kematian Gilang segera menemukan titik terang agar semua pihak termasuk keluarga lebih tenang.
Seberapa sering kalian menemui atau bahkan menggunakan istilah Twitter Please do Your Magic? Biasanya digunakan untuk apa aja sih? Lalu, sehebat apa mantra ini sehingga banyak digunakan masyarakat Twitter? Netray akan mencoba merangkum tren Twitter Please do Your Magic dalam infografik khusus untukmu berikut ini. Kuy simak biar makin paham!
Pembuka
Sejak Kapan Sih Twitter Please do Your Magic Muncul
Eksistensi Twitter Please do Your Magic
Magic Twitter Sejuta Manfaat
Orang Hilang Paling Banyak Dicari
Setidaknya Berusaha, Kalo Berhasil Ya Bonus
Penutup
Mengenal Apa itu Twitter Please do Your Magic dan Sejak Kapan Istilah ini Digunakan?
Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, do your magic berarti ‘lakukan keajaibanmu’. Maka dalam istilah Twitter do Your Magic (TPdYM), warganet bermaksud meminta Twitter untuk melakukan keajaiban atas sebuah perkara atau suatu hal yang sedang dihadapi.
Dari pengamatan Netray, istilah ini mulai muncul di platform Twitter sejak tahun 2018 yang diinisiasi oleh akun Twitter berbahasa Inggris. Baru kemudian turut ramai digunakan warga Twitter Indonesia sejak September hingga saat ini. Biasanya, warganet menggunakan istilah ini ketika ingin meminta tolong kepada orang lain di dunia maya yang mungkin bisa membantu menyelesaikan masalahnya. Popularitas TPdYM semakin naik ketika sejumlah masalah terpecahkan atau tweet ini terbukti memberi dampak pada penulisnya, seperti orang membeli dagangan, sumbangan, atau membantu menemukan barang hingga orang hilang.
Seberapa sering warganet menggunakan TPdYM?
Netray melakukan penelusuran untuk melihat seberapa besar eksistensi TPdYM di Twitter dengan melihat frekuensi penggunaan mantra ini dalam kurun waktu 2 minggu terakhir (14-25 Oktober 2021). Kata kunci ini muncul dalam tweet warganet setiap harinya hingga 18,8 ribu tweet selama periode pemantauan. Angka impresinya jauh lebih besar ketimbang potentialreach. Artinya tweet yang menggunakan kata kunci ini selalu menarik interaksi antar warganet Twitter, meski hanya di-tweet oleh akun yang tidak potensial atau akun kecil. Jadi, siapapun tetap dapat memanfaatkan keajaiban mantra ini meski hanya punya sedikit followers.
Magic Twitter Sejuta Manfaat
Mantra Twitter Please do Your Magic ini biasa digunakan untuk melaporkan barang/hewan peliharaan/orang hilang, peristiwa bullying, meminta sumbangan, donor, mencari pekerjaan, jodoh dan menjual sesuatu yang sifatnya dadakan atau kadangkala menawarkan jualan orang lain yang dirasa tengah kesulitan.
Orang Hilang Paling Banyak Dilaporkan
Banyak warganet yang mengaku ikut melakukan aksi TPdYM untuk mencari keluarganya yang hilang bertahun-tahun karena usahanya melapor ke polisi tidak ada hasil. Twitter dianggap sebagai jalan terakhir yang barangkali dapat membuahkan hasil. Dari pantauan Neray, pencarian orang hilang paling banyak mengisi kata kunci tersebut.
Setidaknya Sudah Berusaha, Kalo Berhasil ya Bonus
Mantra do your magic ini tidak mutlak selalu memberikan apa yang ingin dicari atau dibutuhkan oleh netizen. Tapi setidaknya, lewat jalan ini netizen merasa telah berusaha. Hal yang dapat diamati adalah mantra ini terbukti berpengaruh menarik banyak impresi atau mendapat perhatian di jagat maya. Bahkan, dalam beberapa kasus ada yang berhasil memetik keajaibannya.
Penutup
Sejak 2018 hingga saat ini eksistensi do your magic Twitter kian populer. Apalagi ketika ada kasus yang berhasil terpecahkan, baik orang hilang yang dipertemukan, sumbangan terkumpul, atau sekedar mendapat dukungan dari sesama warganet. Hal tersebutlah yang kemudian membuat warganet lain turut mencoba peruntungan mencari keluarganya yang hilang meski telah bertahun-tahun silam.
Nah, kalau kamu gimana? Bertahun-tahun jadi netizen udah pernah belum pakai mantra ini? Kalau sudah apa sih yang dicari?
Pemerintah kembali mengevaluasi harga atau tarif tertingi Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Dalam konverensi pers yang dilakukan pada Rabu 27 Oktober 2021, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Prof. dr. Abdul Kadir,Ph.D,Sp.THT-KL(K), MARS menyatakan bahwa batasan tarif tertinggi pemeriksaan tes ini telah ditetapkan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan nomor HK.02.02/1/3843/2021 tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan RT-PCR. Batas tertinggi harga PCR ialah sebesar Rp275 ribu untuk pulau Jawa dan Bali, serta sebesar Rp300 ribu untuk luar pulau Jawa dan Bali. Sempat menyentuh angka jutaan, namun mengapa di saat harga diturunkan hingga sedemikian justru menimbulkan kegaduhan? Benarkah isu bisnis tes kesehatan ini terjadi di Indonesia?
Infografik Harga Tes PCR Sumber Media Monitoring Netray
Perbedaan harga per wilayah, seperti Jawa dan luar Jawa telah memunculkan adanya dugaan ladang bisnis PCR. Selain itu, permintaan hasil tes yang lebih cepat pun dapat mengubah harga PCR menjadi lebih mahal. Indonesia Corruption Watch (ICW) memperkirakan penyedia jasa tes swab PCR sudah meraup untung sebesar Rp10,46triliun sepanjang pandemi Covid-19 di Indonesia. Hitungan tersebut berdasarkan pada jumlah spesimen yang sudah dikumpulkan sebanyak 25.840.025 dikalikan dengan 20% profit keuntungan dari harga PCR sebelum diturunkan, yakni sebesar Rp900 ribu per tes.
Melansir dari Akurat, sejak bulan Maret 2020 pemerintah telah memberikan insentif fiskal untuk importasi jenis barang berupa alat kesehatan untuk penanganan pandemi. Jenis barang yang memperoleh insentif kepabeanan tersebut di antaranya ialah PCR Test Reagent, Swab, Virus Transfer Media, dan In Vitro Diagnostic Equipment. Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori menerangkan bahwa total fasilitas pembebasan Bea Masuk (BM) dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) untuk PCR test raegent yang telah diberikan dalam periode 1 Januari hingga 14 Agustus 2021, yakni sebesar Rp366,76miliar. Hal ini terdiri atas fasilitas fiskal berupa pembebasan BM sebesar Rp107 miliar, PPN tidak dipungut sebesar Rp193 miliar, dan PPh Pasal 22 dibebaskan dari pungutan sebesar Rp66 miliar. Sedangkan realisasi pemberian fasilitas periode tahun 2021 sampai dengan bulan Juli, total nilai insentif fiskal yang telah diberikan sebesar Rp799miliar dari nilai impor barang sebesar Rp4 triliun.
gbr. 1 berita PCR sebagai ladang bisnis (sumber dashboard Netray)
Atas kegaduhan penurunan harga RT-PCR ini, Media Monitoring Netray pun tertarik untuk memantau lebih lanjut terkait isu yang beredar tersebut. Lantas seperti apa media menyoroti fenomena ini? Dan seperti apa berita pro dan kontra yang disuguhkan media massa Indonesia? Berikut ulasan selengkapnya.
PCR Ramai Diberitakan
Untuk memantau isu tersebut, Netray menggunakan kata kunci PCR untuk melihat seberapa besar media mengawal fenomena ini. Dalam peridoe pemantauan 23-29 Oktober 2021 ditemukan sebanyak 3.119 artikel yang dituliskann oleh 116 media massa daring Indonesia (gbr. 2). Pemberitaan perihal tes diagnosa ini mulai ramai diberitakan sejak tanggal 23 Oktober 2021 (gbr. 3). Hal ini berkaitan dengan pengumunan pemberlakukan wajib PCR bagi penumpang transportasi pesawat udara. Yang mana dalam peraturan sebelumnya ialah PCR hanya diberlakukan bagi calon penumpang yang masih memiliki vaksin dosis pertama.
gbr. 2 statistik topik PCR (dashboard Netray)
gbr. 3 peak time toik PCR (dashboard Netray)
Aturan mengenai syarat perjalanan menggunakan pesawat terbang tertuang dalam aturan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 53 Tahun 2021 tentang PPKM Level 1-3 di Jawa-Bali. Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan bahwa perubahan aturan syarat perjalanan udara dari tes antigen menjadi tes PCR tersebut disebabkan adanya peningkatan kapasitas penumpang. Sehingga perubahan tersebut perlu dilakukan sebagai bentuk peningkatan skrining.
gbr. 4 berita PCR syarat wajib penerbangan (dashboard Netray)
Selanjutnya, puncak pemberitaan RT-PCR terjadi di tanggal 27 Oktober 2021. Bahkan topik ini diberitakan hingga mencapai 694 artikel dalam satu hari (gbr 3). Puncak pemberitaan ini terjadi di saat pengumuman harga tertinggi dari tes PCR yang terbaru. Peresmian harga terbaru tes diagnosa Covid-19 ini pun menjadi sorotan media. Pemburu berita pun berbondong-bondong menyuguhkan pengumuman ini ke dalam portal media mereka (gbr. 5)
gbr. 5 berita harga terbaru tes PCR (dashboard Netray)
Harga PCR Disoroti Warganet
Tak hanya menjadi perhatian media masaa, warganet pun ikut tergelitik atas kebijakan dan harga terbaru dari tes ini. Bahkan beberapa akun besar, seperti tokoh politik hingga publik figur pun ikut mengkritisi hal ini. Sehingga topik ini pun ramai menjadi sorotan warganet. Tweet yang paling banyak menuai impresi warganet ialah tweet dari mantan menteri kelautan yang dikenal nyentrik, @susipudjiastuti (gbr. 6). Dalam tweet-nya tersebut Susi Pudjiastuti mengkritik terkait harga PCR di Indonesia yang dinilai masih mahal. Tak hanya perihal harga, kebijakan penggunaan tes ini sebagai syarat semua moda transportasi pun juga disampaikannya.
gbr. 6 tweet @susipudjiastuti (dashboard Netray)
Perbandingan harga tes PCR di Indonesia dengan India yang disebutkan bu Susi dalam tweet tersebut cukup menarik perhatian publik. Dikutip dari India Today, pemerintah India menetapkan harga PCR sebesar 500 rupee atau sekitar Rp95.000. Harga tersebut turun dari sebelumnya harga test PCR mematok harga sebesar 800 rupee atau setara Rp150.000. Adapun untuk tes swab antigen, tarifnya sebesar 300 rupee atau setara dengan Rp56.000. Hal ini tentu saja masih berbanding jauh dengan harga yang berlaku di Indonesia. Meskipun demikian, Menkes Budi pun memberikan penjelesan bahwa negara tersebut memberikan harga murah sebab India mampu memproduksi alat tersebut.
gbr. 7 tweet kritik perbandingan harga PCR (dashboard Netray)
Topik ini menjadi sorotan warganet, bahkan dalam periode pemantauan yang sama dengan news, tes diagnosa ini ramai di-tweet warganet hingga mencapai 42.800 tweet. Kebijakan dan harga yang mudah berubah-berubah tersebut turut menyentil warganet hingga topik ini mampu mencapai hingga 39 juta impresi dengan total jangkauan 197 ribuakun.
gbr. 8 statistik topik PCR kanal Twitter (dashboard Netray)
Warganet; Tertipu dan Kecewa
Meski harga telah diturunkan, tetapi keluhan terkait kebijakan tes diagnosa Covid-19 ini masih ramai diserukan warganet. Dalam fitur Top Complaint yang dimiliki oleh Netray, kita dapat melihat keluhan apa saja yang disampaikan warganet atas topik ini. Terlihat dari gambar di bawah ini (gbr. 9) penipuan, korupsi, bahkan kecewa masih diungkapkan warganet terhadap pengumuman terbaru tes diagnosa tersebut.
gbr. 9 jajaran top complaints topik PCR (dashboard Netray)
Beberapa akun mengungkapkan adanya dugaan korupsi dalam pengadaan test PCR yang terjadi di Indonesia selama ini. Akun bernama @TedHilbert pun mengungkapkan oknum utama penipuan pengadaan alat PCR, yakni berasal dari PT Jenny Cosmetics dan PT Pan Brothers. Tak hanya menyebutkan nama perusahaan, akun tersebut juga menyebutkan bahwa terdapat aktor yang berasal dari pemerintahan yang juga memiliki peran di balik pengadaan tersebut. Selain itu, pembengkakan anggaran yang mencapai triliunan rupiah juga dinilai akibat dari adanya korupsi di sektor kesehatan, yakni pengadaan alat medis hingga tarif tes.
Turunnya harga tes PCR nampaknya tak memberikan angin segar bagi publik. Alasannya mungkin ialah, pertama kebijakan terbaru yang menyatakan tes diagnosa ini diberlakukan untuk semua moda transportasi dan juga wajib bagi calon penumpang pesawat. Kedua adalah harga yang terus menurun dan berbeda pada beberapa wilayah. Hal ini pun menimbulkan isu terkait adanya bisnis di balik tes kesehatan ini. Dengan demikian, kebijakan dan pengumuman terbaru terkait tes PCR ini nampaknya masih menjadi perdebatan dengan harapan adanya tinjauan ulang terkait hal tersebut.
Demikian ulasan Media Monitoring Netray terkait topik PCR test dalam minggu ini. Simak ulasan isu terkini lainnya hanya di https://analysis.netray.id/
Salah satu pertanyaan tentang negara modern dan hubungannya dengan agama adalah apakah negara memiliki hak untuk mencampuri urusan keyakinan individu atau tidak. Apakah mempercayai sebuah agama merupakan urusan publik atau diserahkan kembali ke pribadi masing-masing. Jawaban atas pertanyaan ini bisa berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang yang digunakan.
Semisal, karena berkeyakinan adalah hak asasi, tentu saja tidak ada orang yang mau diatur-atur oleh pihak lain terkait bagaimana ia menjalankan kepercayaannya. Atau sebaliknya, agama memiliki nilai moral yang berisi aturan tentang hubungan antar individu di dalam masyarakat agar tercipta kondisi yang harmonis dan sejahtera. Sehingga agama memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perilaku sosial.
Dilema semacam ini yang kerap mengisi ruang-ruang perdebatan publik di Indonesia. Sebagai negara yang menganut sistem republik, Indonesia tidak bisa begitu saja memisahkan pemerintahan dengan agama. Alasannya tentu karena falsafah bangsa dan negara kita, yakni Pancasila sangat menjunjung tinggi religiusitas melalui sila pertama. Dampaknya, kasus demi kasus yang bersumber pada praktik beragama baik oleh individu maupun kelompok masyarakat muncul ke permukaan dan menyita perhatian publik.
gbr 1 Sukmawati Soekarnoputri pindah agama (sumber: Dashboard Netray)
Salah satu yang terbaru adalah kabar Sukmawati Soekarnoputri pindah agama. Putri Presiden Soekarno tersebut diberitakan memilih untuk memeluk agama Hindu setelah sebelumnya menjalani hidup sebagai seorang muslimah. Melihat sosoknya sebagai seorang politisi dan public figure, bisa dipastikan bahwa berita ini mengundang perhatian dari khalayak ramai. Netray Media Monitoring ingin memantau bagaimana respons publik terhadap isu ini dan siapa saja yang terlibat aktif di dalamnya. Termasuk juga bagaimana wacana pindah keyakinan secara umum dalam kerangka dilema negara dan agama. Simak hasil pemantauan Media Monitoring Netray di bawah ini.
Persepsi Warganet atas Isu Pindah Agama
Menggunakan kata kunci pindahagama, Netray memantau linimasa Twitter selama periode 20 Oktober hingga 26 Oktober 2021. Pemilihan kata kunci ini bertujuan untuk merangkum perbincangan warganet terkait topik secara umum, tidak sekadar membicarakan berita pindah agama yang dilakukan oleh Sukmawati. Hanya saja hasil pemantauan tetap menunjukan bahwa kabar tersebut tetap mendominasi perbincangan warganet. Seperti yang ditemukan dari grafik Top Words dan Top Accounts.
gbr 2 Top Words pemantauan (sumber: Dashboard Netray)
gbr 3 Top Accounts pemantauan (sumber: Dashboard Netray)
Jika dicermati lebih lanjut terdapat dua kubu yang sedikit berseberangan dalam menanggapi berita ini. Yakni mereka yang acuh tak acuh dengan keputusan Sukmawati dan mereka yang mencela sosoknya. Mereka yang tidak peduli, meski masih berkomentar, antara lain akun @Stevaniehuangg, @TaufikDamas, dan @UyokBack. Tweet komentar ini terbit bagaimanapun juga karena tidak bisa menghindari pemberitaan dari media massa. Bahkan pihak Sukmawati sendiri yang terkesan membuatnya menjadi konsumsi publik.
gbr 4 Warganet tak acuh (sumber: Dashboard Netray)
gbr 5 Warganet tak acuh (sumber: Dashboard Netray)
gbr 6 Warganet terpaksa berkomentar (sumber: Dashboard Netray)
Sangat wajar apabila akhirnya muncul tweet–tweet yang menunjukan sikap konfrontasi. Seperti tweet dari akun @Hilmi28 dan @Valosenadya1. @Hilmi28 tidak secara langsung menyebut sosok Sukmawati di dalam tweet-nya, tetapi bukan kebetulan pernyataan tersebut dibuat pada waktu yang sama dengan kabar Sukmawati pindah agama. Sedangkan tweet dari @Valosenasya1 secara terang-terangan mencela bahkan menghina Sukmawati.
gbr 8 Celaan dari warganet (sumber: Dashboard Netray)
Diskriminasi Penghayat Keyakinan
Apa yang terjadi pada Sukmawati ini hanyalah puncak dari gunung es. Pengalaman berkeyakinan menjadi urusan publik bahkan negara. Tweet dari akun @agama_nusantara bercerita tentang seorang anak sekolah dasar yang mendapat tekanan dan diskriminasi dari pihak sekolah hanya karena ia dan keluarganya adalah penghayat kepercayaan. Selain kerap diminta untuk pindah agama, ia kerap merasa dipojokkan saat mengikuti pelajaran agama. Anak tersebut ternyata masih dipaksa masuk kelas agama Islam yang mengajarkan ilmu tauhid bahwa orang non muslim adalah kafir dan halal darahnya untuk ditumpahkan.
gbr 9 Akun @agama_nusantara muncul di grafik Top People (sumber: Dashboard Netray)
gbr 10 Diskriminasi yang dialami siswa sekolah penghayat kepercayaan (sumber: Dashboard Netray)
Praktik diskriminatif semacam ini sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Sebelum agama Konghucu diakui oleh pemerintah pada masa Presiden Abdurrahman Wahid, para penganutnya biasanya diminta untuk memeluk agama lain seperti Kristen dan Budha. Diskriminasi juga hadir dalam tataran administrasi kependudukan. Hingga tahun 2006, penganut kepercayaan di Indonesia tidak bisa memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) karena kolom agama harus diisi dengan 6 agama resmi yang diakui oleh pemerintah. Konsekuensinya mereka tidak bisa mengakses pelayanan publik yang seharusnya menjadi hak sebagai warga negara. Tak sedikit para penganut kepercayaan ini terpaksa mengisi kolom tersebut dengan agama mayoritas.
gbr 11 Permasalahan KTP bagi penghayat kepercayaan (sumber: Dashboard Netray)
Meskipun penghayat kepercayaan terhitung sebagai kelompok minoritas, setidaknya untuk konteks Indonesia jumlah mereka tergolong cukup banyak. Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mencatat ada 187organisasi penghayat kepercayaan di Indonesia. Dari angka itu dilaporkan sedikitnya 12 juta orang di Indonesia adalah penghayat kepercayaan (sumber: detikcom). Apabila dibandingkan, jumlah ini 2 juta lebih banyak jika daripada penduduk Provinsi DKI Jakarta.
Media Massa dan Sosial Media
Peran media massa dewasa ini dinilai sangat penting terkait bagaimana mereka membuat framing atas isu sensitif semacam ini. Bahkan untuk kasus Sukmawati pindah agama, nampak media massa mampu menyetir animo masyarakat. Hal ini dapat terlihat dengan menyimak linimasa pemberitaan dan volume perbincangan selama periode pemantauan. Dari grafik PeakTime Netray, terpantau bahwa isu ini mendapatkan coverage tertinggi pada dua momen. Yakni pada tanggal 23 Oktober, momen kala Sukmawati mengumumkan rencana pindah agamanya, dan di tanggal 26 Oktober saat ia resmi memeluk agama Hindu setelah melalui prosesi atau upacara agama.
gbr 12 Peak time pemberitaan media massa (sumber: Dashboard Netray)
gbr 13 Tren sentimen pemberitaan media massa (sumber: Dashboard Netray)
gbr 14 Peak time perbincangan warganet (sumber: Dashboard Netray)
gbr 15 Tren sentimen tweet warganet (sumber: Dashboard Netray)
Bukan kebetulan di tanggal yang sama volume perbincangan warganet Twitter juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Meskipun ternyata terdapat perbedaan yang mencolok di sini. Pemberitaan media massa cenderung bermain aman dengan banyak menyertakan artikel dengan sentimen positif daripada sentimen negatif, yakni sejumlah 184artikel berbanding 38artikel. Sedangkan sentimen warganet terlihat cukup didominasi sentimen negatif, dengan 1,575tweet berbanding sentimen positif yang hanya 198tweet saja. Penjelasan fenomena ini antara lain karena warganet antara tak begitu peduli dengan isu pindah agama Sukmawati atau memang antipati dengan sosoknya.
Penutup
Berita Sukmawati Soekarnoputri pindah agama mengingatkan kembali masalah klasik hubungan antara negara dan agama. Meskipun secara konstitusi negara Indonesia memisahkan urusan agama dan pemerintahan. Akan tetapi, pada praktiknya justru negara sangat mencengkram kehidupan beragama. Sudah menjadi barang umum apabila perihal pribadi menjadi konsumsi publik seperti yang terjadi pada Sukmawati. Dan kerap menjadi api dalam sekam yang memicu friksi di level masyarakat.
UMR Jogja kerap mencuri perhatian warganet dan menjadi perbincangan di lini sosial media. Bagaimana tidak angkanya yang terasa kecil tersebut kerap menjadi bulan-bulanan warganet. Tidak sedikit dari para pekerja atau buruh di Jogja ‘sambat’ melalui akun media sosial milik mereka. Memang, bila dibanding dengan provinsi lain Jogja menjadi salah satu wilayah dengan upah minimum terkecil. Terlebih di masa pandemi saat ini upah minimum pada tahun 2021 pun sayangnya tidak mengalami kenaikan seperti tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh perekonomian Indonesia masih dalam tahap pemulihan setelah sempat terpuruk di jurang resesi.
Melalui laman lokadata, Netray menemukan grafik terkait Upah Minimum Provinsi (UMP) 2021 yang bersumber dari Kemenaker. Hasilnya, DKI Jakarta masih menempati urutan tertinggi UMP 2021 dengan jumlah sebesar Rp4.4juta dan di urutan kedua ditempati oleh Papua sebesar Rp3,5 juta.
UMP 2021, Sumber: Lokadata
Sementara itu, Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta justru menempati urutan terbawah UMP 2021 dengan besaran, Jawa Tengah Rp1.798.979 dan D.I Yogyakarta Rp1,765,000. Dengan jumlah UMP tersebut membuat kedua provinsi ini menempati urutan terbawah kategori UMP terendah di Indonesia. Meski hal ini dianggap menyesuaikan dengan besaran biaya hidup di wilayah tersebut. Meski demikian tidak sedikit dari warganet yang mengaku sebagai pekerja mengeluhkan jumlah gaji mereka. Mereka menilai jumlah gaji tersebut tidak sebanding dengan besaran biaya hidup.
Netray mencoba menelusuri impresi warganet terkait persoalan ini. Netray mengamati laju perbincangan warganet sejak tanggal 25 September 2021 sampai dengan 25 Oktober 2021 dengan menggunakan beberapa kata kunci, seperti umr jogja, gaji && jogja, umr yogya, jogja &&upah. Simak hasil pantauan Netray sebagai berikut.
Top Complaints Topik UMR Jogja
Pada gambar di atas tampak sejumlah keluhan warganet terkait topik UMR Jogja, seperti kurang kuat, nggak naik-naik, dan beberapa keluhan lainnya. Lalu mengapa kedua keluhan ini menjadi keluhan yang populer di lini media sosial Twitter?
Ternyata keluhan tersebut berkaitan dengan dua tweet populer di atas. Menurut akun @BuruhYogyakarta salah satu faktor terbesar penyebab rendahnya UMR Jogja, yakni minimnya politicalwill Sultan dan daya dorong serikat buruh yang masih kurang kuat. Sementara menurut akun @BayuJatiW hal ini berkaitan dengan taraf biaya hidup yang murah.
Kosa kata Populer Topik UMR Jogja
Sementara melalui gambar TopWords di atas terlihat beberapa kosakata populer terkait topik ini, seperti bayangin, pengalaman, jakarta, hidup, makan, menangis, dan beberapa kosatkata lainnya. Sejumlah kosakata ini menjadi menarik untuk melihat seperti apa opini warganet mengenai topik ini.
Gaji UMR Jogja, Warganet: Langit, Bisakah Kau Naikkan UMR Jogja
Perbincangan terkait UMR Jogja agaknya bukan merupakan topik baru di media sosial. Kota yang dikenal sebagai kota pariwisata dan kota pelajar ini pun kerap menjadi bulan-bulanan warganet yang menilai UMR tersebut tidak dapat menutupi kebutuhan hidupnya. Intensitas perbincangan warganet terkait topik ini dapat diamati melalui statistik berikut.
Statistik Report All Keywords
Pada gambar di atas tampak perbincangan warganet terkait topik ini selama periode pantauan Netray mencapai 1,296tweets dengan didominasi tweets bersentimen negatif. Adapun jumlah impresi mencapai 430.2ribu dengan potensi jangkauan sebesar 2.4juta. Selain itu, topik seputar UMR Jogja ternyata didominasi menjadi oleh pengguna Twitter bergender laki-laki. Berikut beberapa tweet warganet.
Melalui beberapa opini warganet tampak betapa UMR Jogja dirasa sangat kecil bagi warganet. Bahkan menurut salah satu warganet gaji seorang tukang cat dapat lebih besar dari UMR Jogja. Guyonan terkait UMR Jogja menjadi akrab bagi warganet yang merasakan hal serupa. Terlebih, di masa pandemi dan perbaikan ekonomi kabarnya tidak akan ada kenaikkan UMR. Wajar saja jika kemudian isu ini diangkat menjadi salah satu tuntutan regional para buruh dalam aksi Gejayan Memanggil.
Kenaikkan upah minimum menjadi salah satu tuntutan aksi yang dilakukan dalam gerakan aliansi masyarakat Gejayan Memanggil. Hal ini pun diapresiasi oleh salah satu warganet yang menilai persoalan regional pun perlu menjadi fokus perhatian. Dilansir melalui laman Harian Jogja Pemda DIY masih menunggu rilis Badan Pusat Statistik (BPS) terkait angka pertumbuhan ekonomi selama triwulan terakhir untuk menentukan Upah Minimum Provinsi (UMP) di DIY. Sebab angka pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penentuan naik dan tidaknya upah pada 2022 mendatang selain angka inflasi.
Perbincangan terkait UMR Jogja agaknya kerap menjadi bulan-bulanan warganet yang menilai angka tersebut terlalu kecil. Tak heran bila D.I Yogyakarta bahkan menempati urutan terbawah UMP pada tahun 2021. Meski kota pariwisata ini dikenal dengan tarif biaya hidup yang dikenal murah tak membuat para buruh merasa sejahtera dengan nilai yang dibayarkan pada mereka. Memang, tak semua perusahaan di Jogja membayar dengan upah minimum namun kenaikkan upah minimum tersebut juga amat sangat baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan buruh di kota ini.
Beberapa waktu lalu, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) berturut-turut melakukan demo mengkritisi 2 tahun pemerintahan Jokowi-Ma’ruf atau 7 tahun kepemimpinan Joko Widodo sebagai presiden. BEM UI membagikan rapor merah kepada sejumlah menteri. Kemudian disusul BEM SI yang turut mengajukan 12 tuntutan kepada Joko Widodo pada Kamis, 21 Oktober 2021. Tak ayal apabila 3 hari berturut, trending topik di media sosial Twiter diisi dengan liputan aksi mahasiswa tersebut. Hal yang menarik berdasarkan pengamatan Netray adalah di momen mahasiswa tuntut Jokowi tersebut para buzzer pro dan kontra berlomba-lomba eksis menaikkan opini mereka yang terekam dalam deretan trending topik mahasewa, kapanjokowilengser, apresiasi2tahunjokowi, hingga prestasijokowimendunia.
Media Monitoring Netray pun tertarik untuk mengamati lebih lanjut seperti apa aktivitas para ‘buzzer’ pro dan kontra tersebut mengawal aksi mahasiswa. Opini apa saja yang coba dibangun untuk menggiring atensi publik di jagat maya Twitter kala mahasiswa tuntut Jokowi? Simak hasil analisis Netray berikut.
PeakTime; Perbincangan Topik Aksi Mahasiswa
Berikut adalah gambaran PeakTime atau perbincangan topik aksi mahasiswa di Twitter sepanjang periode 19 Oktober hingga 25 Oktober 2021. Terlihat bahwa intensitas perbincangan netizen meningkat sejak 20 Oktober 2021 kemudian mencapai klimaks pada 22 Oktober sebelum perlahan-lahan mengalami penurunan yang signifikan (Gambar 1). Hal ini berkorelasi dengan peristiwa aksi yang terjadi serentak pada 21 Oktober baik di depan Istana Negara maupun di sejumlah daerah. Seperti yang terekam pada grafik PeakTime media massa (Gambar 2).
Gambar 1. Peak Time Twitter
Gambar 2. Peak Time Media Massa
Aksi mahasiswa memperingati 2 tahun periode Jokowi-Ma’ruf Amin atau 7 tahun Jokowi menjabat sebagai presiden ini diikuti oleh sejumlah mahasiswa dan elemen masyarakat. Ada beberapa hal yang disoroti dalam aksi tersebut. Pertama adalah terkait kinerja menteri dan kepala lembaga negara di bawah pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Evaluasi ini disuarakan oleh BEM UI dalam aksi unjuk rasa pada 21 Oktober. Dalam tuntutannya, BEM UI menyampaikan isu terkait kemunduran pemberantasan korupsi di Indonesia, UU ITE, reformasi Polri, degradasi lingkungan hidup, UU Minerba dan UU Cipta Kerja serta pelanggaran HAM masa lalu.
Terkait hal tersebut, BEM UI meminta sejumlah menteri dan kepala lembaga dicopot karena kinerjanya dianggap buruk, seperti Ketua KPK Firli Bahuri, Menkumham Yasona Laoly, Menkopolhukam Mahfud MD, Menteri LHK Siti Nurbaya, Menrisetdikti Nadiem Makariem hingga Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin. Sementara Menko Marves Luhut dan Menkes Budi Gunadi masih diberi kesempatan untuk mengevaluasi kementeriannya.
Gambar 3. Sampel Artikel BEM UI Evaluasi Menteri
Gambar 4. Sampel Artikel BEM SI Demo 7 Tahun Pemerintahan Jokowi
Sementara itu di waktu yang sama BEM SI juga menyodorkan 12 tuntutan. Di antaranya adalah membatalkan UU Cipta Kerja, meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, mengembangkan SDA dan SDM, mewujudkan kebebasan sipil, mereformasi Polri, mewujudkan supremasi hukum dan keadilan HAM, memberhentikan Firli Bahuri, menyejahterakan guru honorer, meningkatkan kualitas pendidikan, mengembalikan independensi Badan Standar Nasional, membatalkan UU No.3 tahun 2020 tentang Minerba, mempercepat energi terbarukan, hingga menegaskan UU Pornografi. Berikut adalah gambaran subtopik yang paling banyak muncul dalam artikel terkait laporan aksi mahasiswa sepanjang seminggu pemantauan.
Gambar 5. Subtopik Media Massa
Terlihat sejumlah poin tuntutan yang disuarakan aliansi mahasiswa masuk dalam rangkuman WordCloud yang paling banyak ditulis media. Bahkan, kata mundur yang dalam hal ini berkonotasi negatif dengan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf sebagai pihak yang dituntut terlihat menonjol. Terkait hal ini, Netray mencoba menelusuri hasil survei Indikator Politik Indonesia terkait kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Joko Widodo sejak tahun 2019.
Gambar 6. Survei Indikator Politik Indonesia
Data yang dihimpun Databoks di atas memperlihatkan tren penurunan yang signifikan sejak Juli 2019 hingga Januari 2021. Meski sempat naik pada awal April, lonjakan serius terjadi pada Juli 2021 hingga di bawah ambang batas 60%. Artinya, tingkat kepuasan terhadap kinerja Presiden berdasarkan survei Indikator Politik Indonesia cenderung stagnan dengan persentase paling tinggi di angka 72% dan paling rendah di angka 59%.
Berdasarkan sosio-demografi, kalangan pria cenderung lebih tidak puas terhadap kinerja Jokowi, yaitu terlihat dari suara 39,2% responden laki-laki dan sementara perempuan 33,5%. Survei juga menunjukkan semakin rendah pendidikan responden, tingkat kepuasan terhadap kinerja Jokowi semakin tinggi. Pada jenjang pendidikan SD misalnya, 60% responden mengaku puas dengan kinerja Jokowi, pada tingkat SMP 53% mengaku puas, dan tingkat SMA 61%mengaku puas. Sementara itu, tingkat kepuasan terhadap kinerja presiden terbilang rendah pada responden dengan jenjang kuliah, yakni 50% responden.
Mengamati Top Words Twitter Kala Mahasiswa Tuntut Jokowi
Berbeda dari apa yang terekam di media massa, monitoring media sosial Twitter memperlihatkan penampakan yang unik terkait aktivitas netizen menanggapi aksi mahasiswa pada 21 Oktober. Terlihat dari Gambar 7 di bawah ini, tagar #KapanJokowiLengser masuk dalam deretan trending topik terkait aksi mahasiswa pada periode tersebut. Selain itu, nama Jokowi paling banyak dibicarakan bersama kata demo, aksi, dan mahasiswa. Bahkan, mahasewa yang tidak terdaftar sebagai kosakata bahasa Indonesia turut muncul dan sempat trending. Lalu apa yang dibahas netizen dalam topik ‘mahasewa’ tersebut?
Gambar 7. Top Words Twitter
Tren Topik ‘Mahasewa’ di Twitter
Kata mahasewa muncul dalam 2,9 ribu tweet sejak 20 hingga 25 Oktober 2021 dengan dominasi sentimen negatif. Dari pantauan Netray, kata ‘mahasewa’ di sini sebenarnya juga digunakan untuk merujuk mahasiswa pendemo yang melakukan aksi pada 21 Oktober mengkritisi pemerintahan Jokowi. Lalu kenapa tidak menggunakan kata mahasiswa saja? Menjawab hal ini Netray mencoba melihat pola penggunaan, sentimen dan opini yang dibangun, serta siapa saja penggunanya.
Gambar 8. Statistik Keyword Mahasewa
Gambar 9. Sampel Tweet Mahasewa
Gambar 10. Top Account Topik Mahasewa
Dari beberapa sampel tweet populer (Gambar 9) terkait kata kunci mahasewa berikut, dapat ditemukan arah pembahasan netizen ketika menggunakan kata ini. Mereka cenderung tidak setuju dengan para mahasiswa yang melakukan aksi serentak menuntut presiden Jokowi dan jajaran pemerintahan yang dinilai gagal memajukan negara. Terlihat bagaimana netizen menyindir dan memojokan mahasiswa atau dalam cuitannya disebut ‘mahasewa’ ini dan lebih condong berpihak kepada pemerintah. Lebih jauh lagi, apabila mengamati deretan TopPeople (Gambar 10), kita juga akan menemukan deretan akun yang kontra terhadap aksi mahasiswa dan memihak pemerintah.
Arah Perbincangan ‘Buzzer’ Pro dan Kontra Pemerintah
Tak hanya menaikkan opini negatif terkait mahasewa, buzzer pro pemerintah juga gencar membagikan tweet dengan sentimen positif kepada pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo sebagai pihak yang tengah dituntut mahasiswa. Mereka menaikkan #PrestasiJokowiMendunia dan #Apresiasi2TahunJokowiAmin pada 22 Okober atau pasca aksi mahasiswa ramai diperbincangkan. Tagar ini muncul bersamaan dengan tagar negatif #KapanJokowiLengser yang juga naik pada periode bersamaan. Untuk lebih jelas, dapat diamati Gambar 11 berikut.
Gambar 11 Peak Time Tagar Trending
Dari gambar di atas kita dapat melihat bahwa tren permainan tagar para buzzer ini muncul setelah aksi mahasiswa ramai dibicarakan pada 21 Okober 2021. Hal inilah yang menjadi alasan PeakTime media sosial Twitter dan media massa berbeda. Media massa cenderung menitikberatkan pada peristiwa aksi, sehingga liputan terpadat terjadi pada 20 Oktober 2021. Sementara di media sosial Twitter, lonjakan perbincangan justru terjadi pasca aksi. Hal ini terkait aktivias buzzer pro kontra yang saling eksis untuk menggiring opini publik ke arah kecenderungan mereka. Buzzer pro pemerintah mengkritisi aksi mahasiswa dan menaikkan sentimen positif dengan tagar apresiatif terhadap kinerja Joko Widodo. Sedangkan buzzer kontra pemerintah gencar mendukung aksi mahasiswa dengan turut menaikkan tagar #KapanJokowiLengser.
Demikian pantauan Netray. Simak analisis selengkapnya di analysis.netray.id.