Sudah bukan rahasia umum lagi apabila harga komoditas pokok pada dasarnya tidak akan pernah bisa stabil. Pada momen-momen tertentu, harga komoditas utama semacam beras, minyak goreng, cabai hingga gula pasir, bisa berubah dengan cukup drastis. Kadang naik dengan tinggi, tak jarang pula terjun bebas.
Melacak dinamika harga komoditas pokok menjadi upaya yang penting guna menemukan pola pergerakan harga sehingga dapat diantisipasi di kemudian hari. Bagi pemerintah misalnya, hal ini akan sangat membantu kala merumuskan kebijakan untuk meringankan beban rakyat. Biasanya berupa insentif guna menyeimbangkan harga pasar.
Pemantauan Media Massa
Salah satu momen khusus ketika beberapa harga kebutuhan pokok merangkak naik adalah pada saat perayaan hari Natal dan Tahun Baru. Dengan memantau media massa daring, Netray Media Monitoring menemukan bahwa wacana ini cukup mendominasi pemberitaan selama periode 30 hari ke belakang.
Melalui sejumlah kata kunci, Netray berhasil mengumpulkan setidaknya 2.937 artikel yang diterbitkan oleh media massa daring dalam negeri. Artikel tersebut diunggah oleh 118 portal berita sehingga aman untuk diasumsikan bahwa wacana ini merupakan isu berskala nasional. Ditambah lagi dengan fakta data bahwa hampir tidak ada jeda hari kekosongan pemberitaan terkait wacana ini.
Selain itu, Netray juga menemukan beberapa buzzword dalam wacana ini seperti kata “minyak”, “cabai”, “kenaikan”, “pasar”, “inflasi”, hingga “pemerintah”. Kata-kata ini dirangkum dalam grafik Top Words yang dapat dilihat secara keseluruhan di bawah ini. Mereka menjadi representasi dari sejumlah wacana yang ditulis di dalam pemberitaan media massa.
Dari pemaparan ini, sejumlah pertanyaan layak dilayangkan guna menyusun kerangka pemahaman terkait situasi pasar komoditas pokok. Antara lain seperti; Komoditas apa saja yang mengalami kenaikan harga pada tahun baru? Berapa tinggi kenaikan harga tersebut dibandingkan dengan periode sebelumnya? Harga komoditas pokok mana yang melonjak sangat tinggi?
Selain itu, pembacaan yang bersifat diametral juga dibutuhkan agar memberi gambaran yang lebih utuh. Pasalnya ada kemungkinan jika apa yang terjadi pada tingkat nasional bisa jadi sangat berbeda di tingkat daerah. Data dari pasar tradisional di Provinsi Yogyakarta akan digunakan sebagai sampel analisis ini.
Rerata Harga Komoditas Pokok Nasional
Kompleksitas faktor yang mempengaruhi harga dari sebuah komoditas menghasilkan variasi pasar. Ada komoditas yang mengalami kenaikan harga ada pula yang justru turun sesuai prinsip pasar. Dalam skala rata-rata nasional, komoditas pokok seperti cabai (semua varian), minyak goreng, dan telur ayam mengalami peningkatan harga selama periode Oktober hingga Desember 2021. Sedangkan untuk komoditas daging sapi, daging ayam, bawang merah dan bawang putih justru mengalami penurunan harga.
Minyak goreng menjadi komoditas pokok selanjutnya yang terpantau mengalami kenaikan harga. Pada bulan Oktober diketahui masih seharga Rp 16.700 untuk varian kemasan bermerek 1 kg. Akan tetapi pada rerata di bulan Desember sudah menjadi Rp 18.946. Begitu pula dengan harga telur ayam yang tercatat seharga rata-rata Rp 22.481 pada bulan Oktober dan menjadi Rp 24.009 begitu menginjak akhir tahun.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, tak semua komoditas pokok mengalami kenaikan harga menjelang akhir tahun ini. Beberapa diantaranya justru turun pada bulan Desember jika dibandingkan dengan harga awal Oktober. Komoditas tersebut antara lain daging ayam dan daging sapi, yang turun dari harga Rp 33.161 menjadi Rp 31.814 (ayam) dan Rp 130.272 ke Rp 124.453 (sapi). Selanjutnya terdapat bawang merah yang turun ke Rp 26.210 ketika sebelumnya seharga Rp 30.181. Dan terakhir bawang putih seharga Rp 29.775 pada Oktober sedangkan bulan Desember menjadi Rp 28.093.
Rerata Harga Komoditas Pokok di Yogyakarta
Apakah gambaran harga komoditas pokok secara rata-rata nasional tadi mewakili kondisi di daerah?.Hal tersebut akan dibuktikan di sini. Sebagai contoh harga komoditas di wilayah DI Yogyakarta. Untuk harga cabai rawit merah yang saat ini secara nasional mengalami lonjakan yang sangat drastis menunjukan data seperti yang ditampilkan dalam grafik di bawah ini.
Meski sekarang berada dalam level yang sama, yakni di harga di atas Rp 70.000 untuk setiap kilonya, sebelum terjadi lonjakan pada dasarnya harga komoditas ini di Yogyakarta terpantau lebih murah daripada di rerata nasional. Pada tanggal 1 Oktober, cabai rawit merah di Yogyakarta diberi harga Rp 19.000 per kilo. Sedangkan rerata nasional berada di angka Rp 38.842,48, atau dua kali lipat harga.
Harga komoditas lain yang bisa dijadikan contoh adalah harga daging ayam. Terlihat dari grafik di bawah bahwa harga pada bulan Desember sempat lebih rendah dibanding dengan harga di sejumlah hari pada bulan Oktober. Yakni di harga Rp 36.408 ke Rp 35.127. Akan tetapi yang menarik adalah harga di pasar tradisional Yogyakarta pada bulan Desember justru lebih tinggi daripada rerata nasional. Padahal pada awal Oktober cukup jauh di bawah rerata nasional.
Begitu pula dengan harga telur ayam yang pada awal periode pemantauan berada jauh dibawah harga rata-rata nasional. Yakni antara Rp 19.750 dan Rp 22.329. Begitu masuk ke bulan Desember harga di pasar tradisional Yogyakarta terpantau lebih mahal, yakni Rp 25.250, apabila dibandingkan dengan rata-rata nasional yang hanya Rp 25.079.
Dua komoditas terakhir yang menjadi sampel adalah bawang merah dan minyak goreng. Jika diamati secara sekilas grafik di kedua komoditas ini, antara harga rata-rata nasional dan harga di daerah seperti bergerak secara sejajar. Naik turunnya harga terlihat saling menyesuaikan. Hanya saja yang berbeda adalah harga bawang merah mengalami dinamika selama 3 bulan ini.
Meskipun sempat turun hingga level Rp 27.205 di awal Desember untuk harga rata-rata nasional, harga bawang merah terlihat kembali naik menjelang akhir tahun. Selain itu terdapat jurang yang cukup lebar antara harga di pasar tradisional Yogyakarta dengan rata-rata nasional.
Sedangkan harga minyak goreng tidak pernah mengalami penurunan harga yang signifikan sejak awal Oktober. Selain itu antara rata-rata nasional dan harga di daerah sedikit banyak berada di level yang sama. Yakni sejak dipatok dengan harga Rp 15 ribuan untuk setiap 1 liter dan saat ini berada di harga Rp 18 ribuan. Harga tersebut tentu sangat menyusahkan rumah tangga dalam negeri.
Tidak ada satu rumus pakem yang bisa menjelaskan dinamika harga semua komoditas bahan pokok dalam negeri. Masing-masing barang kebutuhan tersebut bergerak secara terpisah sesuai dengan situasi di sekitarnya. Termasuk antara harga rata-rata nasional dan harga di daerah. Pemantauan secara reguler sangat dibutuhkan guna mendapatkan gambaran pergerakan harga lebih jelas lagi.