Home Blog Page 5

Tren AI 2025: Akal Imitasi yang Makin Canggih, Cerdas, dan Terintegrasi

Akal imitasi (AI) terus mengalami perkembangan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Memasuki tahun 2025, teknologi ini tidak lagi hanya berfungsi sebagai alat bantu, melainkan telah bertransformasi menjadi mitra aktif yang praktis dan spesifik dalam berbagai aspek kehidupan dan industri. Dari AI generatif yang mampu menciptakan konten secara mandiri, hingga model bahasa besar (LLM) yang dapat memahami konteks percakapan secara kompleks, tahun ini menjadi tonggak penting dalam adopsi AI secara luas.

Dengan laju perkembangan yang begitu cepat, AI tidak hanya mengubah cara kita bekerja, belajar, dan berinteraksi, tetapi juga membentuk ulang lanskap industri, profesi, hingga pola hidup sehari-hari. Mereka yang memahami arah evolusi AI akan lebih siap untuk meraih peluang, menghindari risiko, dan berinovasi di tengah perubahan. Memahami tren AI 2025 bukan hanya soal mengikuti teknologi, melainkan upaya mempersiapkan diri menghadapi masa depan yang semakin digital dan dinamis.

Bagi organisasi maupun individu, mengikuti dan mengadopsi tren ini bukan lagi sebuah pilihan—melainkan kebutuhan. Untuk tetap relevan, responsif, dan unggul di era digital yang kompetitif, berikut adalah enam tren AI 2025 yang patut Anda cermati:

1. AI Generatif: Mendobrak Batas Kreativitas Manusia

AI generatif tetap menjadi sorotan utama dalam tren AI 2025. Kemampuannya untuk menciptakan teks, gambar, video, dan musik dengan kualitas tinggi semakin mendekati kreativitas manusia. Tools seperti Sora (OpenAI) untuk video, Midjourney dan DALL·E untuk visual, serta Suno untuk musik membuktikan bahwa AI kini mampu mendukung—bahkan menggantikan—proses kreatif dalam skala tertentu.

Industri konten, periklanan, hingga media memanfaatkan AI untuk menghasilkan iklan dinamis, visualisasi cepat, hingga menulis naskah. Selain mempercepat produksi, teknologi ini juga memangkas biaya secara signifikan.

2. AI Multimodal: Menggabungkan Beragam Indra dalam Satu Model

Model AI terbaru kini bersifat multimodal, artinya mampu memproses berbagai jenis input—teks, gambar, audio, dan video—dalam satu sistem terpadu. Contohnya seperti GPT-4o dari OpenAI atau Gemini 1.5 dari Google yang memungkinkan interaksi alami dengan AI: pengguna dapat berbicara, menunjukkan gambar, dan menerima respons dalam bentuk suara atau teks, semuanya dalam satu percakapan.

Konsekuensinya sangat besar: asisten digital kini bisa membaca laporan keuangan dan menjelaskan poin-poin pentingnya, menafsirkan grafik penjualan, hingga merespons perintah suara seperti “Tolong ringkas isi dokumen ini”—semua dilakukan dalam satu sesi interaktif tanpa harus berpindah aplikasi.

3. Vertical AI: Solusi Khusus untuk Setiap Industri

Alih-alih mengandalkan satu AI serbaguna, tren AI 2025 menunjukkan peningkatan adopsi Vertical AI, yakni model AI yang dilatih secara khusus untuk sektor tertentu. Model ini lebih akurat dan relevan karena dikembangkan berdasarkan data, proses, dan kebutuhan unik dari masing-masing industri.

Contoh penerapannya:

  • Kesehatan: AI seperti Katherine dari AI Care mampu menganalisis keluhan pasien dalam bentuk teks atau suara, merangkum riwayat medis, dan memberikan diagnosis awal yang cepat serta terverifikasi.
  • Keuangan: Platform seperti Darktrace dan FICO Falcon menggunakan AI untuk mendeteksi anomali dan potensi penipuan secara real-time melalui analisis transaksi.
  • Pemerintahan & media: AI seperti Netray digunakan untuk memantau percakapan publik, tren media sosial, dan sentimen politik secara real-time, memberikan wawasan strategis berbasis data.
tren ai 2025
Gambar 1. Ilustrasi tren AI 2025

4. LLM Open-Source: Solusi Fleksibel dan Privasi-Terjaga

Dengan meningkatnya kebutuhan akan fleksibilitas dan kontrol data, banyak organisasi kini mengadopsi LLM open-source seperti Mistral, LLaMA 3, dan Gemma. Tren AI 2025 ini berupa model-model yang dapat dikustomisasi dan dijalankan secara lokal tanpa ketergantungan pada cloud publik.

Keunggulannya meliputi:

  • Efisiensi biaya
  • Kemampuan penyesuaian dengan bahasa dan konteks lokal
  • Privasi lebih tinggi, terutama untuk sektor-sektor sensitif

LLM open-source membuka peluang bagi organisasi untuk mengembangkan akal imitasi internal, mulai dari chatbot perusahaan hingga sistem pendukung keputusan.

5. AI Pribadi dan On-Device: Cepat, Hemat, dan Privat

AI on-device menancapkan tonggaknya dalam tren AI 2025. Model akal imitasi ini adalah model yang dapat berjalan langsung di perangkat seperti smartphone atau laptop tanpa koneksi internet. Berkat chip AI generasi baru dari Apple, Google, dan Qualcomm, model kecil (<10B parameter) kini mampu menjalankan berbagai fungsi seperti penulisan email, analisis dokumen, hingga asisten pribadi—semuanya dilakukan secara privat.

Keunggulan utama dari pendekatan ini adalah:

  • Mengurangi ketergantungan pada cloud
  • Meningkatkan kecepatan respon
  • Melindungi data pribadi pengguna

Di tengah kekhawatiran publik terhadap penyalahgunaan data, AI on-device menjadi solusi yang makin diminati.

6. Etika dan Regulasi AI: Menuju Penggunaan yang Aman dan Bertanggung Jawab

Seiring masifnya adopsi akal imitasi dalam tren AI 2025, tantangan etika dan hukum pun turut meningkat. Isu seperti deepfake, bias algoritma, hak cipta konten buatan AI, hingga transparansi sistem menjadi sorotan global.

Sebagai contoh, Uni Eropa telah mengesahkan AI Act, kerangka hukum pertama yang mengatur penggunaan AI berdasarkan tingkat risikonya. Negara lain juga mulai merancang regulasi serupa untuk memastikan teknologi ini digunakan secara adil, aman, dan akuntabel.

Kesadaran etis kini menjadi elemen penting dalam pengembangan dan adopsi AI. Model yang transparan, dapat diaudit, dan berpihak pada kepentingan manusia akan menjadi pilihan utama dalam ekosistem teknologi masa depan.

Netray AI: Monitoring Publik Cerdas untuk Tren AI 2025

Di tengah gelombang transformasi dan tren AI 2025, Netray AI hadir sebagai solusi berbasis AI industri (Vertical AI) yang dirancang khusus untuk:

  • Media monitoring: Melacak pemberitaan, percakapan media sosial, dan isu publik secara otomatis
  • Analisis sentimen: Menilai persepsi publik terhadap tokoh, brand, atau kebijakan
  • Pemantauan isu real-time: Sangat relevan untuk instansi pemerintahan, PR agency, hingga tim kampanye politik
  • Peta persepsi: Menyajikan tren opini dan framing isu dari berbagai kanal online secara visual dan mudah dicerna

Netray menggunakan AI berbasis Natural Language Processing (NLP) untuk memahami bahasa Indonesia dalam konteks sosial, politik, dan budaya lokal. Dengan pendekatan data-driven dan tampilan antarmuka yang intuitif, Netray mempercepat proses pengambilan keputusan strategis berbasis opini publik.

Ingin tahu bagaimana AI dapat membantu memantau reputasi Anda secara real-time? Coba Netray hari ini dan rasakan bagaimana AI bisa menjadi alat strategis dalam mengelola persepsi publik Anda secara lebih efektif dan efisien.

Editor: Ananditya Paradhi

LLM dalam Administrasi Publik: Kunci Birokrasi Digital yang Cepat dan Transparan

Birokrasi di Indonesia dan banyak negara lain masih menghadapi tantangan klasik seperti prosedur lambat, sistem yang tumpang tindih, dan kurangnya transparansi. Ketidakefisienan ini berdampak langsung pada pelayanan publik yang tidak optimal dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah.

Digitalisasi birokrasi adalah langkah penting untuk mempercepat layanan publik. Namun, hanya mengandalkan sistem elektronik belum cukup. Diperlukan teknologi yang bisa memahami dan merespons bahasa manusia dengan cerdas. Di sinilah Large Language Model (LLM) berperan besar—misalnya, LLM bisa digunakan untuk menjawab pertanyaan warga tentang status pengajuan KTP atau membantu menyusun surat dinas secara otomatis.

LLM dalam administrasi publik memungkinkan otomatisasi berbagai proses berbasis teks, seperti pembuatan surat, penyaringan dokumen, hingga layanan informasi publik. Dengan teknologi ini, pemerintah bisa membangun birokrasi yang lebih cepat, responsif, dan transparan, sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan mudah diakses.

Apa Itu Large Language Model dan Relevansinya bagi Birokrasi?

Large Language Model (LLM) adalah jenis kecerdasan buatan yang dirancang untuk memahami, memproses, dan menghasilkan teks dalam bahasa alami. Model ini dilatih menggunakan data teks dalam jumlah besar, memungkinkan LLM untuk mengenali pola bahasa, menjawab pertanyaan, merangkum informasi, menerjemahkan bahasa, dan bahkan menyusun dokumen dengan gaya yang menyerupai tulisan manusia

Dalam konteks LLM dalam administrasi publik, teknologi ini sangat relevan karena banyak proses birokrasi yang berbasis teks, seperti penyusunan surat dinas, analisis regulasi, dan komunikasi dengan masyarakat. Dengan kemampuan pemrosesan bahasa alami (Natural Language Processing/NLP), LLM dapat membantu menyederhanakan proses tersebut, meningkatkan efisiensi, dan mempercepat pelayanan publik.

Implementasi LLM dalam administrasi publik dapat mendukung transformasi digital birokrasi, menjadikannya lebih responsif, transparan, dan adaptif terhadap kebutuhan masyarakat.

Aplikasi LLM dalam Administrasi Publik

Aplikasi LLM ini dapat membuka berbagai peluang transformasi digital dalam birokrasi melalui otomatisasi, personalisasi, dan analisis berbasis bahasa alami. Berikut penjelasan selengkapnya: 

  •  Otomatisasi Layanan Publik

LLM dalam administrasi publik memungkinkan pengembangan asisten virtual yang dapat menjawab pertanyaan masyarakat secara real-time. Contohnya, chatbot yang didukung LLM dapat memberikan informasi terkait status pengajuan KTP, BPJS, atau izin usaha. Selain itu, LLM dapat digunakan untuk membuat FAQ dinamis yang selalu diperbarui sesuai dengan regulasi terbaru, meningkatkan efisiensi layanan publik dan mengurangi beban kerja petugas 

  • Penyusunan dan Analisis Dokumen

Dalam birokrasi, banyak proses yang melibatkan pembuatan dan analisis dokumen. LLM dapat membantu menyusun draft surat dinas, laporan, dan notulensi secara otomatis, serta menganalisis regulasi dan kebijakan untuk meningkatkan efisiensi perumusan. Dengan demikian, proses administrasi menjadi lebih cepat dan akurat

  • Peningkatan Aksesibilitas Layanan

LLM juga dapat digunakan untuk menerjemahkan otomatis antar bahasa daerah dan bahasa resmi, memudahkan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat yang beragam secara linguistik. Selain itu, LLM dapat menyederhanakan bahasa hukum agar lebih mudah dipahami oleh masyarakat umum, meningkatkan transparansi dan partisipasi publik.

  • Analisis Masukan Publik

Dengan kemampuan pemrosesan bahasa alami, LLM dapat menganalisis keluhan, saran, dan opini warga yang disampaikan melalui media sosial atau kanal pengaduan. Hal ini memungkinkan pemerintah untuk merespons masukan publik secara lebih cepat dan tepat, serta mengambil keputusan yang lebih informasional.

Gambar 1. Ilustrasi llm dalam administrasi publik

Manfaat Digitalisasi Administrasi dengan LLM

Penerapan LLM dalam administrasi publik membuka peluang besar di antaranya: 

  • Meningkatkan Efisiensi Waktu dan Biaya Birokrasi

Penerapan LLM dalam administrasi publik dapat mempercepat proses layanan yang sebelumnya memakan waktu lama. Misalnya, pengurusan dokumen seperti KTP atau izin usaha yang dulu memerlukan waktu berhari-hari, kini dapat diselesaikan dalam hitungan menit melalui sistem digital. Hal ini tidak hanya menghemat waktu, tetapi juga mengurangi biaya operasional pemerintah dan biaya transportasi bagi masyarakat.

  • Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas Pelayanan Publik

Dengan digitalisasi, setiap proses administrasi terekam secara otomatis dan dapat diawasi oleh masyarakat maupun pemerintah. Data yang tersimpan secara digital memungkinkan pemantauan yang lebih akurat, sehingga meminimalkan risiko korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Sistem yang lebih terbuka ini meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi. 

  • Memberikan Pengalaman Layanan Publik yang Lebih Cepat dan User-Friendly

Seperti dijelaskan pada bagian sebelumnya, asisten virtual berbasis LLM dapat memberikan jawaban secara real-time atas pertanyaan masyarakat. Keunggulan ini, ditambah dengan fleksibilitas akses digital, membuat layanan publik menjadi lebih praktis dan ramah pengguna. Selain itu, sistem digital memungkinkan masyarakat mengakses layanan kapan saja dan dari mana saja, tanpa harus datang ke kantor pemerintahan. Hal ini memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi pengguna layanan.

  • Mendorong Tata Kelola Pemerintahan Berbasis Data (Evidence-Based Policy)

LLM dalam administrasi publik juga dapat menganalisis data dan masukan dari masyarakat, seperti keluhan atau saran yang disampaikan melalui media sosial atau kanal pengaduan. Informasi ini dapat digunakan oleh pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang lebih tepat sasaran dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, pengambilan keputusan menjadi lebih berbasis data dan efektif. 

Tantangan dan Risiko dalam Penerapan LLM dalam Administrasi Publik

Meski menjanjikan, penerapan LLM dalam administrasi publik tidak lepas dari berbagai tantangan yang perlu diantisipasi secara matang: 

  • Keakuratan dan Bias Informasi

Meskipun LLM dalam administrasi publik memiliki kemampuan luar biasa dalam memproses bahasa alami, model ini dapat menghasilkan informasi yang tidak akurat atau bias. Hal ini disebabkan oleh data pelatihan yang mungkin mengandung ketidakseimbangan atau kesalahan. Dalam konteks pelayanan publik, informasi yang salah dapat menyesatkan masyarakat dan merusak kepercayaan terhadap institusi pemerintah. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan mekanisme verifikasi dan pengawasan manusia dalam penggunaan LLM.

  • Keamanan dan Privasi Data Warga

Penggunaan LLM dalam administrasi publik melibatkan pengolahan data sensitif milik warga negara. Risiko kebocoran data pribadi sangat tinggi jika tidak ada protokol keamanan yang ketat. Misalnya, informasi kependudukan atau riwayat kesehatan dapat terekspos jika sistem tidak dilengkapi dengan enkripsi dan kontrol akses yang memadai. 

Di Indonesia sendiri, meskipun Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) telah disahkan pada 2022, pelaksanaannya masih menghadapi tantangan dalam bentuk kesiapan kelembagaan dan infrastruktur pengawasan. Pemerintah perlu memastikan bahwa sistem LLM mematuhi standar perlindungan data dan privasi yang berlaku.

  • Ketergantungan pada Sistem tanpa Evaluasi Manusia

Ketergantungan penuh pada LLM dalam administrasi publik tanpa evaluasi manusia dapat menyebabkan keputusan yang tidak tepat. Fenomena “automation bias” menunjukkan bahwa pengguna cenderung menerima output dari sistem otomatis tanpa mempertanyakan kebenarannya . Dalam konteks birokrasi, hal ini bisa berakibat fatal jika keputusan penting diambil berdasarkan informasi yang salah atau tidak lengkap. Oleh karena itu, peran manusia tetap krusial dalam meninjau dan mengevaluasi hasil dari LLM.

  • Kesiapan SDM ASN dan Infrastruktur Digital

Implementasi LLM dalam administrasi publik memerlukan kesiapan sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur digital yang memadai. Banyak aparatur sipil negara (ASN) yang belum memiliki kompetensi digital yang cukup untuk mengoperasikan teknologi ini secara efektif . Selain itu, infrastruktur teknologi informasi di beberapa daerah masih terbatas, menghambat adopsi LLM secara merata . Pelatihan SDM dan investasi dalam infrastruktur menjadi kunci suksesnya transformasi digital birokrasi.

Studi Kasus LLM dalam Administrasi Publik

  1. Estonia – Bürokratt: Asisten Digital Terintegrasi

Estonia mengembangkan Bürokratt, sebuah asisten digital berbasis AI yang memungkinkan warga mengakses berbagai layanan publik melalui satu platform. Bürokratt mengintegrasikan berbagai aplikasi AI untuk memproses permintaan layanan, menyediakan informasi, dan membantu dalam pengambilan keputusan administratif. Proyek ini merupakan bagian dari strategi nasional Estonia untuk memanfaatkan AI dalam meningkatkan efisiensi dan aksesibilitas layanan publik.

  1. Korea Selatan – Model AI untuk Penanganan Keluhan Publik

Kementerian Administrasi dan Keamanan Korea Selatan mengembangkan model AI yang dapat meringkas klaim informasi publik dan secara otomatis menemukan serta menyarankan solusi berdasarkan kasus serupa sebelumnya. Model ini diuji coba di tiga pemerintah lokal dan ditargetkan menangani lebih dari 43.000 keluhan warga secara lebih efisien. Setelah uji coba, model ini direncanakan akan diimplementasikan secara luas di seluruh instansi pemerintah.

  1.  Singapura – Pair: Chatbot untuk Pegawai Negeri

Singapura meluncurkan Pair, chatbot berbasis AI yang membantu pegawai negeri dalam penelitian dan penulisan. Sejak diluncurkan pada 2023, jumlah pengguna aktif Pair telah meningkat dua kali lipat, dengan sekitar 50.000 pegawai negeri menggunakannya secara rutin. Pair dikembangkan oleh Open Government Products dan dirancang untuk meningkatkan produktivitas serta efisiensi kerja di sektor publik.

Penutup

Large Language Model (LLM) menawarkan potensi besar dalam mempercepat reformasi birokrasi melalui otomatisasi tugas-tugas administratif, peningkatan aksesibilitas, dan pelayanan publik yang lebih cepat serta transparan. Dengan kemampuannya memahami dan memproses bahasa alami, LLM dapat membantu mewujudkan birokrasi yang lebih efisien, responsif, dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat.

Dengan LLM, birokrasi tak hanya menjadi lebih cepat dan transparan, tetapi juga lebih manusiawi—karena mampu memahami dan merespons kebutuhan masyarakat dengan cerdas. Namun, keberhasilan transformasi ini bergantung pada kesiapan semua pihak: pemerintah sebagai pengarah, pengembang sebagai inovator, dan masyarakat sebagai pengawas. Bersama, kita dapat mewujudkan birokrasi digital yang bukan hanya efisien, tetapi juga etis dan terpercaya.

Untuk mendukung pengambilan keputusan yang lebih berbasis data dalam administrasi publik, Netray hadir sebagai platform media monitoring dan analisis percakapan digital yang andal. Dengan kemampuan menganalisis opini publik dari media sosial, pemberitaan daring, hingga kanal pengaduan, Netray membantu instansi pemerintah memahami aspirasi masyarakat secara real-time dan menyusun kebijakan yang lebih responsif serta tepat sasaran.

Editor: Ananditya Paradhi

LLM di Dunia Kuliner: Inovasi AI yang Mengubah Cara Kita Memasak dan Menikmati Makanan

Selama ini, kecerdasan buatan atau AI sering dianggap sebagai teknologi untuk dunia industri, keuangan, atau robotik. Namun, kini muncul gebrakan menarik: pemanfaatan LLM di dunia kuliner yang membuka cara baru kita memasak dan menikmati makanan. LLM (Large Language Models) adalah model canggih berbasi AI seperti GPT-4, dan model lokal Indonesia, ternyata mampu memainkan peran penting dalam dapur, restoran, hingga pelestarian resep tradisional.

Di balik layar dapur yang ramai, LLM telah menjadi asisten digital cerdas yang membantu menciptakan resep baru, melayani pelanggan, hingga menyesuaikan menu dengan kebutuhan gizi. Berikut penjelasan lengkap tentang bagaimana LLM di dunia kuliner berperan dan berpotensi merevolusi industri makanan, baik secara global maupun di Indonesia.

1. Mengembangkan dan Menciptakan Resep Baru

Salah satu peran utama LLM di dunia kuliner adalah sebagai “co-chef digital”. Di Amerika Serikat, beberapa laboratorium riset sudah menggabungkan AI dengan data bahan makanan untuk menciptakan resep inovatif dari bahan yang ada di kulkas. Bahkan model seperti Chef Watson dari IBM memanfaatkan kecerdasan bahasa untuk menyarankan kombinasi rasa yang tak biasa namun tetap lezat.

Di Indonesia, aplikasi serupa mulai bermunculan. Dengan LLM, pengguna dapat meminta saran resep berdasarkan bahan yang tersedia di rumah. LLM pun dapat mempertimbangkan preferensi rasa lokal, seperti pedas khas Padang, gurih ala Jawa Timur, atau manis ala Jogja untuk membuat masakan yang sesuai dengan selera Nusantara.

2. Personalisasi Menu dan Rencana Diet

LLM di dunia kuliner juga berperan besar dalam personalisasi makanan. Kini, model AI dapat menganalisis data pribadi seperti usia, berat badan, alergi, hingga preferensi makanan, lalu menyusun rencana menu harian yang sesuai dengan kebutuhan gizi.

Di Indonesia, beberapa peneliti telah mengembangkan sistem rekomendasi menu restoran berbasis data gizi. Sistem ini memungkinkan pengguna memilih makanan bukan hanya berdasarkan rasa, tetapi juga manfaat kesehatannya. Ini sangat penting, mengingat meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pola makan sehat dan penyakit gaya hidup.

3. Chatbot Pintar untuk Restoran dan UMKM

Tak kalah penting, LLM di dunia kuliner juga membantu pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui chatbot layanan pelanggan. Chatbot berbasis LLM mampu menjawab pertanyaan pelanggan secara otomatis, menerima pesanan, menjelaskan menu, bahkan memberikan rekomendasi makanan.

Dengan kemampuan memahami bahasa Indonesia dan bahkan bahasa daerah, chatbot ini sangat relevan untuk pasar lokal. Teknologi ini memungkinkan warung makan, katering rumahan, hingga restoran kecil memberikan pelayanan profesional tanpa perlu menambah karyawan.

llm di dunia kuliner
Gambar 1. Ilustrasi LLM di dunia kuliner

4. Penulisan Konten Kuliner dan Deskripsi Menu

Dalam dunia kuliner modern, kekuatan deskripsi menu tak bisa diremehkan. LLM kini menjadi alat bantu andalan untuk menulis teks promosi, artikel blog kuliner, bahkan caption media sosial. Dengan LLM, pemilik usaha bisa menghasilkan deskripsi menu yang menggugah selera dalam hitungan detik.

Selain itu, tren SEO (Search Engine Optimization) juga bergeser. Banyak orang mulai mencari rekomendasi makanan dan restoran langsung lewat asisten AI. Karena itu, konten yang ditulis dengan bantuan LLM kini semakin penting untuk meningkatkan visibilitas bisnis kuliner, baik di mesin pencari tradisional maupun platform AI generatif.

5. Pelatihan dan Edukasi untuk Koki dan Juru Masak

LLM di dunia kuliner juga berfungsi sebagai guru digital. Kini tersedia pelatihan kuliner berbasis AI, yang memungkinkan calon chef belajar tentang resep baru, teknik memasak, hingga manajemen dapur.

Beberapa program pelatihan bahkan menggunakan analogi dapur untuk menjelaskan konsep AI, misalnya, bagaimana “reseptur” AI dapat dikembangkan layaknya resep makanan. Ini membuka peluang besar bagi pendidikan kuliner di Indonesia untuk menggabungkan teknologi dan kearifan lokal dalam satu paket pembelajaran yang menarik.

6. Pelestarian Kuliner Tradisional Indonesia

Indonesia memiliki ribuan resep tradisional dari Sabang hingga Merauke. Sayangnya, banyak yang belum terdokumentasi dengan baik. LLM kini menjadi alat pelestarian budaya. Dengan kemampuan membaca dan memahami berbagai bahasa daerah, LLM dapat membantu mendigitalisasi resep-resep tradisional.

Beberapa riset nasional telah mengembangkan sistem berbasis AI yang dapat menganalisis bahan dan teknik memasak dari berbagai daerah. Ini membantu mengabadikan kekayaan kuliner Indonesia, sekaligus membuka peluang promosi internasional melalui konten yang mudah diakses.

Masa Depan Cerah LLM di Dunia Kuliner

LLM di dunia kuliner bukan sekadar tren—ini adalah transformasi nyata. Dari pengembangan resep, personalisasi menu, chatbot pintar, penulisan konten, hingga pelestarian kuliner lokal, peran LLM semakin kuat dan luas.

Teknologi ini tidak menggantikan koki atau pemilik restoran, melainkan mendukung kreativitas dan efisiensi mereka. Di masa depan, kita bisa membayangkan dapur pintar yang terhubung langsung dengan AI, restoran yang melayani pelanggan dengan chatbot multibahasa, dan resep-resep tradisional yang tetap hidup berkat digitalisasi oleh LLM.

Indonesia memiliki potensi besar untuk memimpin di bidang ini, dengan kekayaan kuliner dan budaya lokal yang sangat beragam, serta semangat UMKM yang inovatif. Kini saatnya pelaku kuliner dan pengembang teknologi saling bersinergi, agar LLM di dunia kuliner benar-benar memberikan rasa baru dalam setiap hidangan dan peluang baru dalam setiap usaha.

Jika Anda tertarik menjelajahi potensi LLM yang dikembangkan khusus untuk konteks Indonesia, Anda bisa mencoba Netray AI, layanan AI lokal yang mengembangkan model bahasa besar dengan kekuatan pada pemahaman konteks budaya dan bahasa Indonesia. Dengan kemampuan memahami data lokal secara lebih mendalam, Netray AI siap mendukung pelaku industri, termasuk di sektor kuliner, untuk tumbuh lebih cepat, lebih tepat sasaran, dan tetap relevan.

Editor: Ananditya Paradhi

AI Medis: Antara Inovasi, Etika, Dan Tantangan – Wawancara Eksklusif

Dengan Katherine, kami membantu menjawab kebutuhan awal masyarakat dalam mengenali gejala dan arah diagnosis

Moch Ari Nasichuddin, Chief Data & Business Officer Atmatech Global Informatika

Kecerdasan buatan (AI) semakin banyak digunakan di sektor kesehatan, mulai dari asisten virtual medis hingga sistem pendukung diagnosa. Namun, di balik efisiensinya, muncul pertanyaan besar: bagaimana menjaga etika, privasi data, dan keakuratan dalam penerapan teknologi ini? Untuk menjawab tantangan tersebut, kami berbincang dengan Moch Ari Nasichuddin, Chief Data & Business Officer Atmatech Global Informatika, yang tengah mengembangkan Katherine, teknologi AI di bidang kesehatan. Dalam wawancara ini, ia membagikan pandangannya tentang etika dan tantangan membangun AI medis di Indonesia.

Bisa dijelaskan secara singkat bagaimana proses pembuatan dan pelatihan AI di bidang medis?

Prosesnya dimulai dengan identifikasi masalah, baik yang terjadi di masyarakat maupun yang berkaitan dengan aspek bisnis. Di tengah kesibukan masyarakat, khususnya kalangan kelas menengah, seringkali ketika terjadi insiden kesehatan, dibutuhkan penanganan awal yang cepat, terutama dalam hal informasi. Masalah kedua muncul ketika ada kebutuhan mendesak akan informasi kesehatan, seperti jenis obat atau dosis yang tepat, yang perlu diakses secara cepat dan akurat.

Dari dua permasalahan utama tersebut, kami menilai bahwa dibutuhkan sebuah teknologi yang dapat diakses dengan cepat dan mudah oleh masyarakat. Teknologi ini diharapkan mampu memberikan dua hal: pertama, diagnosa awal terhadap kebutuhan medis seseorang, dan kedua, informasi medis yang dibutuhkan, baik terkait penyakit, obat, maupun dosis penggunaannya.

Selanjutnya, kami mengorganisir data yang sekiranya dapat menjawab kebutuhan tersebut, baik dari sisi jawaban maupun informasi yang dibutuhkan. Kami melakukan data acquisition atau pengumpulan data terlebih dahulu. Ketika data sudah siap, kami melakukan proses normalisasi dan pengkondisian data agar sesuai dengan kebutuhan pelatihan. Setelah itu, data diterapkan dan digunakan untuk melatih teknologi AI. Dengan teknologi AI ini, akan dihasilkan sebuah sistem yang dapat diimplementasikan ke dalam perangkat seperti laptop maupun perangkat mobile, sehingga bisa dimanfaatkan secara lebih luas.

Apa saja motivasi di balik penggunaan AI dalam pelayanan kesehatan?

Pertama, jika kita melihat secara global, AI saat ini mulai menjadi sebuah kultur baru di masyarakat. Dahulu, ketika seseorang ingin melakukan aktivitas produktif, mereka mengandalkan mesin pencari (search engine). Misalnya, saat mencari referensi, orang akan melakukan pencarian, membaca artikel, lalu menyusunnya menjadi sebuah tulisan atau karya.

Namun, dengan hadirnya teknologi AI, pola tersebut mulai berubah. AI kini semakin dekat untuk berperan sebagai asisten digital bagi masyarakat. Cara orang berinteraksi secara digital pun mulai bergeser — dari yang sebelumnya dilakukan secara mandiri, kini mulai dilimpahkan kepada AI. Contohnya, ketika seseorang membutuhkan informasi, AI akan secara otomatis mencarinya melalui search engine atau sumber terpercaya lainnya, kemudian menyajikannya langsung kepada pengguna.

Melihat tren ini, Indonesia sebagai negara dengan masyarakat yang selalu ingin berkembang tidak bisa tinggal diam. Kita harus ikut berinovasi, terutama dengan memanfaatkan AI untuk menjawab permasalahan yang ada. Salah satu pemanfaatan yang relevan adalah di bidang medis. Ketika AI dapat berperan sebagai asisten, lalu kita lengkapi dengan informasi medis, maka AI tersebut bisa berfungsi sebagai virtual medical assistant (VMA) — sesuai dengan kebutuhan dan keresahan masyarakat saat ini.

Saat ini, banyak capaian AI yang dapat dikatakan telah menyamai, bahkan dalam beberapa aspek melebihi kemampuan manusia — seperti dalam hal menggambar, menulis, melakukan reasoning, hingga membaca. Dengan perkembangan ini, ada sejumlah tugas yang sudah bisa diserahkan kepada AI, sementara peran manusia bergeser menjadi verifikator atau editor.

Gambar 1. Wawancara Eksklusif dengan Moch Ari Nasichuddin, Chief Data & Business Officer Atmatech Global Informatika soal AI medis Katherine

Namun, khusus untuk bidang medis yang sifatnya sangat krusial karena menyangkut kesehatan dan kehidupan seseorang, saya menilai bahwa AI belum bisa sepenuhnya dilepaskan untuk menangani urusan medis secara mandiri. Dalam konteks ini, peran AI masih lebih tepat diposisikan sebagai asisten. Artinya, AI hanya memberikan rekomendasi atas tindakan atau informasi medis tertentu, sementara keputusan akhir tetap harus diverifikasi oleh dokter atau tenaga medis yang terlatih.

Jadi, ketika ditanya bagaimana sebaiknya kita menggunakan AI di bidang medis saat ini, menurut saya perannya masih harus sebagai asisten yang mendukung tenaga medis ahli.

Bagaimana cara memastikan data pasien digunakan secara etis dalam pelatihan AI?

Seleksi. Ini bertujuan agar data yang kami olah tetap sesuai dengan prinsip etika. Artinya, kami tidak serta-merta memproses data pasien yang bersifat kredensial atau sangat pribadi. Data-data yang bersifat privat kami keluarkan dari proses pelatihan, namun tetap menjaga keamanan dan kerahasiaan data dalam sistem aplikasi maupun model AI yang kami kembangkan.

Proses seleksi tersebut melibatkan tim internal, termasuk tim medis kami. Kami menyeleksi secara manual untuk menentukan data mana yang layak diproses dan mana yang harus dikeluarkan. Data yang dianggap tidak relevan, berisiko, atau sensitif akan kami hilangkan. Sementara itu, hanya data yang sesuai dan tidak membahayakan privasi yang akan kami masukkan ke dalam proses pelatihan.

Apakah menurut Anda saat ini sudah ada regulasi yang cukup ketat untuk melindungi privasi pasien dalam konteks AI?

Saat ini, di Indonesia sudah ada beberapa kebijakan yang mengatur terkait privasi data. Namun, saya pribadi belum sepenuhnya mengetahui secara detail apakah diperlukan regulasi khusus untuk bidang medis atau tidak. Setahu saya, memang sudah ada aturan yang mengatur hal tersebut, hanya saja saya belum familiar dengan detail peraturan, undang-undang, atau pasal-pasal yang mengaturnya secara spesifik.

Apa yang membedakan Katherine dari chatbot kesehatan lainnya?

Pertama, Katherine berupaya mengorganisir berbagai gejala (symptoms) yang umum terjadi di masyarakat. Gejala-gejala tersebut telah kami kondisikan sedemikian rupa, sehingga berdasarkan gejala yang muncul, sistem dapat memberikan arahan terkait jenis pemeriksaan medis yang sesuai.

Kedua, Katherine juga memanfaatkan data-data yang bersifat terbuka dan dipublikasikan secara umum. Data tersebut kemudian kami olah dan konversikan menjadi informasi yang relevan. Informasi ini diharapkan dapat menjadi sumber rujukan atau database bagi masyarakat ketika mereka membutuhkan informasi seputar dunia medis.

Dalam proses pengembangan AI ini, kami didampingi oleh dokter dan praktisi di bidang medis. Dengan adanya supervisi langsung dari para ahli medis, kami memastikan bahwa hasil dari teknologi yang kami kembangkan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan sesuai dengan standar keilmuan medis.

Apa saja tantangan khusus dalam mengembangkan Katherine sebagai asisten kesehatan virtual?

Tantangan utama yang kami hadapi adalah bagaimana menghadirkan solusi teknologi yang tetap sesuai dengan etika di bidang medis. Inilah alasan mengapa kami melibatkan pakar medis dalam proses pengembangan, agar setiap langkah yang diambil tetap berada pada jalur yang sesuai dengan kaidah dan standar yang berlaku di dunia kesehatan.

Tantangan kedua berkaitan dengan sisi teknis. Karena teknologi ini tergolong baru dan saat ini sedang menjadi tren, tentu ada berbagai kendala teknis dalam pengembangan AI itu sendiri. Namun, hingga hari ini, kami berhasil mengatasi tantangan-tantangan tersebut, sehingga kami dapat menghadirkan teknologi AI di bidang medis yang kami beri nama Katherine.

Apakah medical AI, chatbot seperti Katherine saat ini sudah mampu memahami konteks percakapan yang kompleks, atau masih ada keterbatasan tertentu?

Saat ini, ada dua hal utama yang dapat dilakukan oleh Katherine. Pertama, kemampuan untuk mengenali gejala berdasarkan keyword atau kalimat yang ditulis oleh pengguna. Kedua, kemampuannya untuk memahami sebenarnya informasi apa yang ingin dicari oleh pengguna melalui pertanyaannya.

Melalui model AI yang dikembangkan, Katherine mampu mengekstrak informasi dari keyword, kalimat, atau bahkan satu paragraf penuh, untuk mengidentifikasi gejala yang dimaksud. Setelah gejala dikenali, data tersebut akan diproses lebih lanjut oleh model AI untuk memberikan respons atau rekomendasi yang sesuai.

Bagaimana menangani bias dalam data medis yang bisa berdampak pada kinerja AI seperti Katherine?

Terdapat tahapan data control, yang dilakukan baik oleh tim AI maupun tim medis. Data control ini bertujuan untuk memastikan bahwa data-data yang bersifat krusial, sensitif, atau berpotensi menimbulkan bias dapat diidentifikasi dan dikeluarkan dari proses pelatihan. Tahapan ini dilakukan dalam proses normalisasi data, sebagai langkah awal untuk memastikan bahwa data yang digunakan sudah bersih, relevan, dan sesuai dengan standar etika serta akurasi yang dibutuhkan.

Seberapa penting peran dokter atau tenaga medis dalam proses labeling data?

Peran dokter dalam pengembangan ini mencakup seluruh tahapan, dari hulu ke hilir. Kami melibatkan dokter mulai dari proses pengembangan data, pengujian model, hingga setelah sistem dirilis atau dalam tahap post-deployment.

Artinya, proses kontrol tidak hanya dilakukan pada satu fase saja, tetapi diterapkan secara menyeluruh di setiap tahapan pengembangan. Dengan begitu, keterlibatan tenaga medis benar-benar menjadi bagian integral dari proses, dan memastikan bahwa setiap langkah yang diambil sesuai dengan standar dan kaidah medis yang berlaku.

Apa yang perlu dibenahi agar AI dalam dunia medis bisa lebih aman dan bermanfaat dalam sistem kesehatan kita?

Pembenahan bisa dilakukan dari berbagai sisi. Dalam dunia medis, khususnya terkait inovasi seperti ini, ada dua hal utama yang perlu diperhatikan.

Pertama, aspek regulasi menjadi penting. Regulasi di bidang medis harus disesuaikan, mengingat teknologi seperti ini masih tergolong baru. Maka diperlukan penyesuaian, terutama pada aspek non-teknis agar inovasi dapat diterima dan diimplementasikan secara aman dan etis.

Kedua, dari sisi teknis, kami selalu berupaya untuk adaptif terhadap berbagai masukan dan umpan balik dari masyarakat terkait teknologi yang kami kembangkan. Harapannya, dengan menerapkan pola pikir yang adaptif ini, kami dapat terus melakukan penyempurnaan. Jika ke depannya muncul hal-hal krusial yang perlu ditanggapi, kami siap untuk mengadopsinya dan menerapkannya pada chatbot medis kami, yaitu Katherine.

Dalam membangun kepercayaan, kami berfokus pada aspek teknis dan metodologi yang kami terapkan. Artinya, kami menaruh perhatian besar pada proses dan pendekatan yang digunakan dalam pengembangan—baik dalam riset maupun dalam tahap implementasinya.

Kami percaya bahwa jika metodologi yang digunakan sudah tepat dan dilakukan dengan benar, maka hasil yang berkualitas akan mengikuti dengan sendirinya. Dengan fondasi kerja yang kuat dan proses yang dapat dipertanggungjawabkan, kepercayaan dari masyarakat dan pengguna pun akan terbentuk secara alami.

Bagaimana Anda melihat masa depan penggunaan AI dalam dunia medis 5–10 tahun ke depan?

Dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan, AI akan berkembang jauh lebih maju. Teknologinya akan menjadi sesuatu yang canggih, menarik, dan unik. Perkembangan tersebut bisa saja terjadi bahkan dalam waktu kurang dari lima tahun. Oleh karena itu, sebagai pegiat di bidang IT, kita harus mulai bersiap menghadapi perubahan besar yang akan dibawa oleh teknologi tersebut.

Apa harapan Anda terkait peran masyarakat dan tenaga medis profesional dalam memahami dan mendukung penggunaan AI di bidang kesehatan?

Masyarakat saat ini perlu memahami bahwa kecerdasan buatan (AI) sudah mulai menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, baik disadari maupun tidak. Karena itu, tidak mengherankan jika ke depannya akan semakin banyak aplikasi, sistem, atau teknologi yang menerapkan AI, dan tidak hanya terbatas pada bidang media saja.

Ketika masyarakat sudah menyadari kehadiran AI secara sadar dan aktif, tentu wajar jika mereka juga mulai memberikan masukan sehingga tercipta komunikasi dua arah yang baik antara masyarakat, pengembang teknologi, dan juga pemerintah. Dengan demikian, industri AI di Indonesia bisa berkembang lebih optimal dan memberikan dampak positif, termasuk pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Sementara itu, keterlibatan tenaga ahli tetap menjadi hal yang sangat penting. Dalam konteks medis, misalnya, tenaga medis seperti dokter, perawat, atau bidan harus dilibatkan dalam proses pengembangan dan implementasi teknologi, agar AI tetap berjalan sesuai dengan kaidah dan etika medis. Begitu juga jika AI diterapkan dalam bidang hukum, maka para ahli di bidang hukum juga harus dilibatkan secara aktif.

***

Dari wawancara ini, satu hal menjadi jelas: AI bukanlah pengganti dokter, melainkan alat bantu yang kuat jika dikembangkan dengan hati-hati dan etis. Katherine adalah salah satu contoh bahwa teknologi bisa menjawab keresahan publik tanpa mengabaikan prinsip kemanusiaan. Di tengah gelombang digitalisasi, kepercayaan dan kolaborasi antarsektor adalah kunci untuk masa depan layanan kesehatan yang lebih inklusif dan cerdas.

Editor: Winda Trilatifah

LLM dalam Pendidikan: Mewujudkan Pembelajaran Adaptif di Era AI

Sistem pendidikan tradisional biasanya menggunakan satu kurikulum yang sama untuk semua siswa. Padahal, setiap siswa memiliki latar belakang, gaya belajar, dan kemampuan yang berbeda-beda. Akibatnya, sebagian siswa merasa kesulitan mengikuti pelajaran, sementara yang lain merasa bosan karena tidak cukup tertantang.

Situasi ini menunjukkan pentingnya pembelajaran yang lebih fleksibel dan sesuai kebutuhan masing-masing siswa. Di sinilah teknologi kecerdasan buatan, terutama Large Language Models (LLM), dapat membantu. LLM mampu menyesuaikan materi dan cara belajar berdasarkan data siswa secara real-time, sehingga proses belajar jadi lebih efektif dan menyenangkan.

Bukan hanya membantu siswa, LLM dalam pendidikan juga mendukung guru dalam merancang strategi mengajar yang lebih tepat. Dengan bantuan AI, pendidikan menjadi lebih inklusif dan mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan belajar yang beragam di era digital.

Apa Itu Pembelajaran Adaptif?

Pembelajaran adaptif adalah pendekatan yang menggunakan teknologi, seperti algoritma komputer dan kecerdasan buatan, untuk menyesuaikan materi, kecepatan, dan cara mengajar sesuai kebutuhan tiap siswa. Sistem ini menganalisis performa siswa secara langsung untuk menciptakan pengalaman belajar yang terasa seperti didampingi tutor pribadi.

Tujuan dari pendekatan ini adalah membuat proses belajar lebih efektif dan memotivasi siswa. Karena materi disesuaikan dengan pemahaman dan gaya belajar masing-masing, siswa bisa belajar lebih cepat, merasa lebih terlibat, dan lebih mudah mengatasi kesulitan belajar.

Berbeda dengan metode tradisional yang menyamaratakan materi untuk semua siswa, pembelajaran adaptif memberikan pengalaman yang lebih personal. Konten dan cara mengajar disesuaikan dengan kemampuan dan preferensi tiap siswa, sehingga proses belajar menjadi lebih relevan dan efisien

Peran LLM dalam Pembelajaran Adaptif

Large Language Models (LLM) memanfaatkan teknologi Natural Language Processing (NLP) untuk memahami, menganalisis, dan menghasilkan bahasa alami secara mendalam. Dalam konteks LLM dalam pendidikan, kemampuan ini memungkinkan:

  • Analisis Jawaban Siswa: LLM dapat mengevaluasi respons siswa dalam berbagai format, termasuk pilihan ganda maupun esai, untuk mengidentifikasi tingkat pemahaman dan area yang memerlukan perbaikan.
  • Penjelasan Ulang yang Disesuaikan: Dengan memahami konteks dan gaya belajar individu, LLM dapat memberikan penjelasan ulang materi dengan bahasa yang lebih sesuai, membantu siswa memahami konsep yang kompleks dengan lebih baik.

Contoh Penggunaan LLM dalam Pendidikan

Penerapan LLM dalam pendidikan telah menghasilkan berbagai inovasi yang mendukung pembelajaran adaptif, antara lain:

  • Chatbot Pengajar: Sistem seperti EduChat memanfaatkan LLM untuk menyediakan tutor virtual yang dapat menjawab pertanyaan siswa, memberikan penjelasan tambahan, dan mendukung pembelajaran mandiri.
  • Penilaian Esai Otomatis: LLM yang telah disesuaikan dengan domain pendidikan mampu menilai esai siswa secara otomatis, memberikan umpan balik konstruktif, dan membantu guru dalam proses evaluasi.
  • Kuis Adaptif: Dengan menganalisis kinerja siswa secara real-time, LLM dapat menyesuaikan tingkat kesulitan kuis, memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan tantangan yang sesuai dengan kemampuannya.

Integrasi LLM dalam pendidikan tidak hanya meningkatkan efektivitas pembelajaran adaptif tetapi juga membantu guru dalam menyusun strategi pengajaran yang lebih tepat sasaran. Dengan dukungan AI, pendidikan menjadi lebih inklusif dan mampu merespons keragaman kebutuhan belajar di era digital ini.

Manfaat LLM dalam Pendidikan

Integrasi Large Language Models (LLM) dalam sistem pendidikan membawa berbagai manfaat yang signifikan, terutama dalam mendukung pembelajaran adaptif dan meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar. Berikut beberapa manfaat utama:

  1. Personalisasi Belajar dalam Skala Besar
    LLM dalam pendidikan bisa menyesuaikan materi, kecepatan, dan cara mengajar sesuai kebutuhan tiap siswa. Dengan menganalisis data belajar siswa, LLM dapat memberikan materi yang tepat secara langsung. Ini membuat proses belajar lebih efektif dan membuat siswa lebih semangat.
  2. Membantu Guru dalam Manajemen Kelas dan Penyusunan Materi
    LLM dalam pendidikan dapat membantu guru mengelola kelas dan membuat materi ajar. Teknologi ini bisa menyediakan bahan pelajaran yang terbaru dan sesuai kebutuhan siswa. LLM juga bisa memberi umpan balik atas tugas siswa, sehingga guru bisa lebih fokus pada hal-hal penting dalam mengajar.
  3. Menyediakan Bimbingan 24/7 bagi Siswa
    LLM bisa digunakan kapan saja, sehingga siswa bisa belajar kapan pun mereka butuh bantuan. Melalui chatbot atau aplikasi belajar berbasis AI, siswa bisa bertanya, mendapat penjelasan, dan menerima umpan balik dengan cepat. Ini sangat mendukung belajar mandiri.
  4. Meningkatkan Inklusivitas: Akses Disabilitas atau Hambatan Bahasa
    LLM dalam pendidikan membantu menciptakan lingkungan belajar yang lebih ramah bagi semua siswa, termasuk yang punya disabilitas atau kesulitan bahasa. Dengan fitur seperti teks-ke-suara dan terjemahan otomatis, materi bisa diakses lebih mudah oleh siswa dengan kebutuhan khusus atau bahasa berbeda.
llm dalam pendidikan
Gambar 1. Ilustrasi LLM dalam pendidikan

Tantangan dan Etika Penggunaan LLM dalam Pendidikan

Meskipun Large Language Models (LLM) menawarkan berbagai manfaat dalam dunia pendidikan, terdapat sejumlah tantangan dan pertimbangan etika yang perlu diperhatikan untuk memastikan penggunaannya yang bertanggung jawab dan efektif.

  1. Isu Keakuratan: Potensi Memberi Jawaban yang Keliru
    LLM dalam pendidikan kadang menghasilkan informasi yang salah namun tampak meyakinkan (halusinasi). Ini bisa menyesatkan siswa, apalagi jika mereka belum mampu mengecek kebenaran informasi secara mandiri.
  2. Privasi Data Siswa
    Penggunaan LLM melibatkan data pribadi siswa, seperti riwayat dan hasil belajar. Tanpa pengelolaan yang baik, ini berisiko menimbulkan pelanggaran privasi. Kebijakan perlindungan data yang ketat sangat dibutuhkan.
  3. Ketergantungan Siswa pada AI
    Jika terlalu bergantung pada LLM, siswa bisa kehilangan kesempatan mengasah berpikir kritis dan kreativitas. LLM sebaiknya dimanfaatkan sebagai alat bantu, bukan pengganti proses belajar aktif.
  4. Peran Guru Tetap Penting sebagai Pengarah dan Pendidik Utama
    Guru tetap berperan penting dalam membimbing, membentuk karakter, dan mengembangkan kemampuan siswa. LLM harus memperkuat peran guru, bukan menggantikannya. Pelatihan untuk guru juga diperlukan agar pemanfaatan LLM dalam pendidikan lebih optimal dan etis.

Studi Kasus: Implementasi LLM dalam Platform Edukasi

Penerapan Large Language Models (LLM) dalam dunia pendidikan telah menunjukkan dampak positif melalui beberapa platform edukasi terkemuka. Berikut adalah studi kasus dari tiga platform yang telah mengintegrasikan LLM untuk mendukung pembelajaran adaptif:

1. Khan Academy – Khanmigo

Khan Academy mengembangkan Khanmigo, asisten pengajar berbasis GPT-4 yang berfungsi sebagai tutor pribadi dan alat bantu pengajaran. Khanmigo dirancang untuk membimbing siswa melalui pertanyaan-pertanyaan yang mendorong pemahaman mendalam, bukan sekadar memberikan jawaban langsung. Selain itu, Khanmigo membantu guru dalam merancang rencana pelajaran, menilai pekerjaan siswa, dan menyediakan umpan balik yang konstruktif. Menurut pendiri Khan Academy, Sal Khan, penggunaan AI seperti Khanmigo dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara signifikan, setara dengan lompatan besar dalam pemahaman dan kemampuan mereka di kelas. 

2. Duolingo Max

Duolingo meluncurkan Duolingo Max, fitur premium yang memanfaatkan GPT-4 untuk meningkatkan pengalaman belajar bahasa. Fitur ini mencakup “Explain My Answer”, yang memberikan penjelasan mendalam atas jawaban siswa, dan “Roleplay”, yang memungkinkan siswa berlatih percakapan dalam konteks dunia nyata. Penggunaan LLM dalam Duolingo Max telah terbukti meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi belajar siswa, serta memberikan pengalaman belajar yang lebih personal dan interaktif 

3. Scribe – Panduan Proses Otomatis

Scribe adalah platform yang memanfaatkan AI untuk secara otomatis membuat panduan langkah demi langkah dari proses yang dilakukan di komputer. Meskipun awalnya dirancang untuk lingkungan bisnis, Scribe memiliki potensi besar dalam pendidikan, terutama dalam pembuatan materi ajar dan pelatihan. Dengan merekam tindakan pengguna dan mengubahnya menjadi dokumentasi yang mudah diikuti, Scribe dapat membantu guru dan instruktur dalam menyusun materi pembelajaran yang efisien dan mudah dipahami

Implementasi LLM dalam platform-platform tersebut menunjukkan bagaimana teknologi dapat mendukung pembelajaran adaptif dengan menyediakan pengalaman belajar yang lebih personal, interaktif, dan efisien. Namun, penting untuk terus mengevaluasi dan mengembangkan penggunaan LLM agar tetap selaras dengan tujuan pendidikan dan kebutuhan siswa.

LLM dan Masa Depan Pembelajaran

Kemunculan LLM dalam pendidikan membuka peluang besar untuk menciptakan pembelajaran adaptif yang lebih efektif. Teknologi ini memungkinkan personalisasi proses belajar dalam skala luas, menjawab tantangan keberagaman gaya dan kebutuhan belajar siswa. Namun, penerapannya harus disertai kolaborasi antara pendidik, pengembang teknologi, dan pembuat kebijakan. Tujuannya untuk memastikan penggunaan LLM yang etis, aman, dan tetap menjadikan guru sebagai pengarah utama proses belajar.

Sebagai bagian dari transformasi pendidikan berbasis AI, Netray menghadirkan solusi kecerdasan buatan yang dapat dimanfaatkan oleh institusi pendidikan maupun pengembang teknologi pembelajaran. Dengan keahlian dalam pemrosesan bahasa alami dan analisis data, teknologi AI dari Netray dapat disesuaikan untuk membantu menciptakan pengalaman belajar yang lebih adaptif, personal, dan inklusif. Inovasi ini tidak hanya mendukung proses belajar-mengajar, tetapi juga membuka peluang kolaborasi dalam pengembangan sistem edukasi cerdas di Indonesia.

Editor: Ananditya Paradhi

Pelatihan AI Medis: Panduan untuk Tenaga Kesehatan dan Masyarakat

Akal imitasi (AI) semakin banyak digunakan dalam sektor kesehatan, mulai dari membantu diagnosis hingga mendukung layanan pelanggan melalui chatbot. Namun, di balik kemampuan luar biasanya, terdapat proses pelatihan AI medis yang kompleks agar sistem ini dapat memahami konteks medis secara akurat, efisien, dan dapat diandalkan. 

Kompleksitas sistem AI medis ini menyebabkan banyak tenaga medis maupun masyarakat umum yang belum memahami bagaimana sistem ini bekerja. Pelatihan ini menjadi inti dari performa AI medis, dan penting untuk dipahami oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat umum yang akan berinteraksi dengannya.

Apa Itu AI Medis dan Mengapa Harus Dilatih?

AI medis merujuk pada sistem berbasis machine learning atau deep learning yang digunakan untuk menganalisis data kesehatan dan mendukung proses klinis. Contohnya termasuk sistem pembaca hasil radiologi, pengolah rekam medis elektronik, dan asisten virtual berbasis teks seperti chatbot medis.

Namun, AI bukanlah sistem yang “pintar” secara bawaan. Ia belajar dari data. Model seperti Large Language Models (LLM) atau convolutional neural networks (CNN) tidak bisa digunakan sebelum melalui proses pelatihan (training) berbasis data medis yang luas, akurat, dan relevan secara klinis. Tanpa pelatihan ini, AI tidak akan mampu mengenali pola penyakit, memahami istilah medis, atau memberi rekomendasi yang bertanggung jawab.

Proses Pelatihan AI Medis

Untuk memastikan bahwa akal imitasi (AI) dapat memberikan dukungan yang akurat dan andal dalam layanan kesehatan, pelatihan AI medis harus melalui serangkaian tahapan penting. Setiap langkah dalam proses ini berkontribusi pada pengembangan model AI yang efektif dan etis.

  1. Pengumpulan dan Kurasi Data

Langkah pertama adalah mengumpulkan data medis berkualitas, mulai dari gambar CT scan, rekam medis elektronik, hasil laboratorium, hingga catatan dokter. Data ini harus mewakili keragaman kasus klinis dan populasi pasien. Selain itu, aspek etika dan privasi menjadi sangat penting: data harus dianonimkan dan diakses dengan izin yang sah.

  1. Anotasi dan Labeling oleh Ahli

Data medis yang dikumpulkan perlu diberi anotasi atau label untuk dijadikan acuan pembelajaran. Misalnya, seorang dokter radiologi menandai lokasi tumor pada hasil MRI. Proses ini sangat krusial karena kualitas anotasi menentukan seberapa baik model memahami konteks medis.

  1. Pemilihan dan Pelatihan Model

Model AI kemudian dipilih sesuai kebutuhan—misalnya CNN untuk analisis gambar atau LLM untuk teks medis. Data yang telah dianotasi digunakan untuk melatih model tersebut agar mampu mengenali pola atau menjawab pertanyaan klinis dengan konteks yang tepat. Pelatihan biasanya dilakukan dengan bantuan komputasi besar dan memakan waktu berhari-hari hingga berminggu-minggu.

  1. Validasi dan Pengujian

Setelah dilatih, model perlu diuji pada data yang tidak pernah dilihat sebelumnya. Pengujian ini mengukur akurasi, sensitivitas, dan spesifisitas model. Beberapa model juga diuji dalam simulasi dunia nyata untuk melihat bagaimana mereka berinteraksi dengan profesional kesehatan atau pasien.

Gambar 1. Ilustrasi pelatihan AI medis

Tantangan dalam Pelatihan AI Medis

Meskipun pelatihan AI medis menawarkan potensi besar dalam meningkatkan layanan kesehatan, terdapat sejumlah tantangan yang perlu diatasi untuk memastikan implementasi yang efektif dan etis.

  1. Etika dan Privasi Data Pasien

Pelatihan AI medis memerlukan akses ke data pasien dalam jumlah besar, akan tetapi data medis adalah data yang sangat sensitif. Pelatihan AI medis harus mematuhi regulasi seperti HIPAA (AS) atau GDPR (Eropa), serta memastikan keamanan dan anonimitas pasien. Transparansi dalam penggunaan data dan persetujuan dari pasien menjadi aspek krusial dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap teknologi AI dalam kesehatan.

  1. Bias Data dan Dampaknya pada Hasil Diagnosis

Jika data pelatihan terlalu fokus pada satu kelompok populasi (misalnya hanya pasien dari satu etnis atau wilayah), maka hasil AI bisa tidak adil dan tidak akurat untuk kelompok lain. Hal ini dapat memperparah disparitas dalam layanan kesehatan dan menimbulkan ketidakadilan dalam perawatan medis.

  1. Keterbatasan AI dalam Memahami Konteks Klinis

AI sering kesulitan memahami aspek non-teknis yang kompleks. Seperti kondisi psikologis pasien, faktor sosial, atau budaya—hal-hal yang bisa mempengaruhi diagnosis dan pengobatan. Oleh karena itu, AI sebaiknya digunakan sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti dalam pengambilan keputusan medis.

  1. Pentingnya Supervisi Manusia

Dalam pelatihan AI medis, keterlibatan tenaga medis sangat penting untuk memastikan bahwa AI berfungsi sesuai dengan standar klinis dan etika. Selain itu keterlibatan manusia juga muncul di ranah teknis seperti anotasi data medis yang membutuhkan skill, waktu, dan biaya yang tinggi.

Peran Tenaga Medis dalam Pelatihan AI

Pelatihan AI medis bukan hanya urusan teknologi. Profesional medis memainkan peran penting sebagai penyedia data, pemberi anotasi, evaluator performa, dan pengguna akhir. Kolaborasi erat antara tim medis dan ilmuwan data sangat penting agar model AI yang dikembangkan benar-benar bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan klinis.

Misalnya, dokter bisa membantu mengidentifikasi parameter klinis penting, memberi masukan saat proses validasi model, atau menyampaikan skenario dunia nyata yang bisa dijadikan acuan pelatihan ulang (fine-tuning). Dengan keterlibatan aktif, AI medis tidak hanya canggih secara teknis, tetapi juga relevan secara praktis.

Pentingnya Literasi AI bagi Tenaga Kesehatan dan Publik

Seiring dengan semakin luasnya penerapan AI dalam layanan kesehatan, pemahaman teknologi ini tidak hanya terbatas untuk tenaga medis semata. Masyarakat juga perlu memahami peran dan batasan AI medis agar dapat menggunakannya secara bijak dan tidak sepenuhnya bergantung pada teknologi dalam keputusan kesehatan.

Bagi tenaga kesehatan, pemahaman dasar tentang bagaimana AI bekerja akan membantu mereka menilai apakah sebuah sistem AI dapat dipercaya. Mereka tidak perlu menjadi programmer, tetapi literasi AI akan memperkuat pengambilan keputusan klinis berbasis teknologi.

Sementara bagi masyarakat, edukasi tentang AI medis penting agar tidak terjadi over-trust. Banyak orang mengira chatbot kesehatan bisa menggantikan dokter, padahal fungsinya hanya sebatas asisten. Dengan memahami keterbatasannya, publik dapat menggunakan AI secara lebih bijak.

Gambar 2. Ilustrasi pelatihan medis

Membawa AI Medis ke Kehidupan Nyata

Pelatihan AI medis bukanlah proses instan. Ia melibatkan data berkualitas tinggi, anotasi oleh tenaga ahli, pengujian berulang, dan pengawasan etis yang ketat. Hanya dengan proses pelatihan yang komprehensif, AI medis dapat menjadi alat bantu yang benar-benar aman dan bermanfaat.

Tenaga medis dan masyarakat memiliki peran penting untuk memastikan bahwa teknologi ini berkembang secara etis, inklusif, dan sesuai kebutuhan manusia. Dengan literasi yang cukup, kita dapat memaksimalkan potensi AI dalam mendukung pelayanan kesehatan yang lebih baik, tanpa kehilangan sentuhan manusia yang esensial.

Salah satu contoh nyata penerapan AI yang bertanggung jawab dalam dunia medis adalah Katherine, chatbot kesehatan berbasis AI dari AI Care. Katherine dirancang untuk menjadi asisten kesehatan yang dapat menjawab pertanyaan medis dasar, memberi saran awal, dan membantu pengguna memahami kondisi mereka sebelum berkonsultasi dengan dokter. Dikembangkan melalui proses pelatihan yang mengutamakan keamanan dan validitas medis, Katherine menjadi contoh bagaimana AI bisa menjadi mitra yang andal—bukan pengganti—dalam menjaga kesehatan kita.

Dengan memahami cara kerja dan proses pelatihan di balik sistem seperti Katherine, kita bisa lebih bijak dalam menggunakannya dan memanfaatkannya untuk mendukung keputusan medis yang lebih baik.

Editor: Ananditya Paradhi

Rahasia di Balik Kemampuan Katherine Memahami Gejala Anda

Di era digital saat ini, teknologi tidak hanya membantu mendiagnosis, tetapi juga memahami gejala pasien dengan cara yang belum pernah kita bayangkan sebelumnya. Salah satu contohnya adalah Katherine AI Care, sebuah sistem kecerdasan buatan yang dapat mengenali gejala kesehatan dari deskripsi pasien, lalu memberikan saran berbasis data medis.

Tapi bagaimana mungkin sebuah mesin bisa memahami keluhan manusia seperti “perut terasa kembung sejak pagi” atau “tiba-tiba demam dan nyeri sendi”? Jawabannya ada pada cara AI dilatih untuk memahami gejala, dan inilah yang menjadi inti dari teknologi seperti Katherine.

Untuk menjawab pertanyaan ini, penting memahami bahwa tidak semua AI diciptakan sama. Kemampuan Katherine dirancang bukan hanya dengan teknologi canggih, tapi juga dengan pendekatan lokal yang menempatkan konteks pengguna sebagai prioritas utama.

Apa yang Membuat Kemampuan Katherine Berbeda?

Katherine bukan sekadar chatbot yang menjawab pertanyaan kesehatan secara otomatis. Ia adalah sistem AI medis yang dirancang khusus untuk masyarakat Indonesia, dengan kemampuan memahami keluhan pasien secara kontekstual, bukan sekadar berdasarkan kata kunci.

Apa saja yang membuat kemampuan Katherine menonjol dibanding layanan sejenis?

1. Memahami Bahasa Sehari-hari

Katherine tidak hanya membaca kata per kata, tetapi mampu menangkap makna utuh dari kalimat yang digunakan pasien, meskipun tidak baku. Kalimat seperti “perut saya begah terus habis makan pedes” dapat dikenali sebagai potensi gejala dari gangguan lambung seperti dispepsia atau gastritis. Inilah kekuatan Natural Language Processing (NLP) dalam konteks lokal.

2. Dilatih dari Data Medis Indonesia

Berbeda dari AI kesehatan global yang mungkin menggunakan referensi luar negeri, Kemampuan Katherine dibangun dan dilatih menggunakan data medis yang relevan dengan kasus-kasus di Indonesia. Ini berarti sistemnya lebih peka terhadap penyakit yang umum di sini, termasuk gaya bahasa dan keluhan yang khas masyarakat lokal.

3. Adaptif dan Terus Belajar

Katherine bukan sistem statis. Model AI-nya terus diperbarui secara berkala, belajar dari data baru, jurnal medis terbaru, dan validasi dari profesional kesehatan. Dengan pendekatan ini, kemampuan Katherine selalu berkembang agar tetap relevan dan akurat dalam memahami tren kesehatan terbaru.

Gambar 1. Ilustrasi rahasia di balik kemampuan Katherine

Simulasi Bagaimana Katherine Menangkap Gejala hingga Memberi Rekomendasi

Agar lebih jelas, mari kita lihat bagaimana kemampuan Katherine bekerja dalam situasi nyata. Bayangkan Anda merasa tidak enak badan. Tenggorokan terasa sakit, tubuh agak demam, dan menelan pun mulai sulit. Anda membuka aplikasi Katherine dan mengetik:
“Tenggorokan sakit, agak demam, susah nelan sejak semalam.”

1. NLP memetakan makna keluhan Anda: Sistem AI Katherine pertama-tama membaca kalimat Anda menggunakan teknologi Natural Language Processing (NLP). Meskipun Anda tidak menggunakan istilah medis, AI memahami bahwa “tenggorokan sakit” bisa merujuk pada radang, “demam” menunjukkan infeksi, dan “susah nelan” merupakan keluhan tambahan yang penting. NLP membantu Katherine menangkap makna keseluruhan, bukan sekadar mendeteksi kata satu per satu.

2. Machine Learning mencocokkan pola dari ribuan kasus: Setelah makna kalimat dipahami, sistem Machine Learning Katherine mulai bekerja. Ia membandingkan keluhan Anda dengan ribuan data kasus yang mirip—meliputi pasien dengan keluhan serupa dan diagnosis yang akhirnya ditegakkan. Dari sini, AI menyusun daftar kemungkinan, misalnya: infeksi virus ringan, faringitis bakteri, atau indikasi awal COVID-19.

3. AI menyusun rekomendasi tindakan awal:  Berdasarkan gejala dan probabilitas kondisi medis, Katherine memberikan saran yang disesuaikan. Dalam kasus ini, Anda mungkin mendapat rekomendasi seperti:

  • Perbanyak istirahat dan cairan hangat
  • Gunakan pereda nyeri jika perlu
  • Konsultasikan ke fasilitas kesehatan jika gejala memburuk dalam 1–2 hari

4. Sistem mencatat untuk pembelajaran lanjutan
Setiap input Anda, termasuk gejala tambahan yang mungkin Anda tambahkan kemudian, akan terus digunakan (dengan perlindungan data) sebagai bagian dari pembelajaran berkelanjutan kemampuan Katherine. Sistem akan semakin akurat dalam mengenali pola gejala di masa depan.

Memahami Gejala Itu Rumit, Tapi Inilah Tantangan yang Harus Dipecahkan

Dalam praktik medis, mengenali gejala adalah proses kompleks. Dua pasien bisa mengalami demam, tetapi penyebabnya bisa sangat berbeda. Untuk menginterpretasikan keluhan tersebut, dokter akan menggunakan pengalaman, intuisi, dan pengetahuan medis.

Ketika merancang AI dalam layanan kesehatan, tantangan ini harus dipetakan ke dalam sistem yang bisa belajar. AI tidak memiliki intuisi seperti manusia. Maka, pelatihan AI medis harus mencakup jutaan data gejala, diagnosis, hasil pemeriksaan, serta variabel demografis agar mampu mengenali pola medis dengan akurat.

Bagaimana AI “Belajar” Memahami Gejala?

Katherine dapat memahami keluhan Anda karena melalui proses pelatihan yang matang, bukan sekadar menebak-nebak. Proses ini meliputi beberapa langkah utama:

  1. Mengumpulkan Data Medis Lokal
    Kemampuan Katherine belajar dari jutaan data kasus kesehatan yang relevan dengan masyarakat Indonesia, sehingga lebih peka terhadap penyakit dan gaya bahasa lokal.
  2. Memahami Bahasa Sehari-hari dengan Natural Language Processing (NLP)
    Teknologi NLP memungkinkan Katherine mengerti arti kalimat biasa yang Anda tulis, walaupun tidak menggunakan istilah medis, seperti “perut begah” atau “sakit kepala sebelah.”
  3. Mengenali Pola dengan Machine Learning (ML)
    Dari ribuan kasus sebelumnya, Katherine mempelajari pola hubungan antara gejala dan diagnosis, sehingga bisa menebak kemungkinan penyakit berdasarkan gejala yang Anda sampaikan.
  4. Validasi Klinis oleh Tenaga Medis
    Semua hasil analisis AI selalu diperiksa dan disempurnakan oleh dokter agar prediksi yang diberikan aman dan akurat untuk Anda.

Dengan proses ini, kemampuan Katherine terus berkembang menjadi mitra terpercaya yang membantu Anda memahami kondisi kesehatan dengan cepat dan tepat.

Gambar 2. Ilustrasi rahasia di balik kemampuan Katherine

Di Balik AI yang “Mengerti” Anda, Ada Riset yang Panjang

Penting untuk ditekankan bahwa AI memahami gejala bukan untuk menggantikan dokter, melainkan menjadi alat bantu di tahap awal. Di layanan gawat darurat, AI bisa mempercepat proses triase. Di klinik umum, AI bisa menyaring gejala awal agar dokter lebih fokus pada diagnosis dan tindakan.

Dengan pelatihan yang tepat, kecerdasan buatan dalam layanan kesehatan seperti Katherine justru menjadi mitra strategis untuk meningkatkan akurasi dan efisiensi.

Di balik kemudahan yang Anda rasakan saat menggunakan Katherine, ada proses pelatihan AI yang kompleks, memadukan teknologi, data medis, dan insight manusia. Teknologi AI kesehatan seperti ini membutuhkan edukasi berkelanjutan, baik untuk pengguna maupun penyedia layanan, agar bisa dimanfaatkan secara optimal.

Coba sendiri kemampuan Katherine memahami gejala Anda dan rasakan bagaimana teknologi memahami keluhan Anda layaknya tenaga medis berpengalaman. Unduh aplikasinya di App Store atau Play Store dan rasakan bagaimana teknologi ini membantu Anda memahami kondisi tubuh secara cepat dan akurat.

Editor: Ananditya Paradhi

Proses Ilmiah di Balik Pelatihan LLM Medis

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) telah membawa transformasi besar dalam dunia kesehatan, salah satunya melalui kemunculan Large Language Model (LLM) khusus medis. Namun, di balik kecanggihan model ini, terdapat proses ilmiah yang kompleks dan multidisipliner. Artikel ini akan membedah apa saja fondasi ilmiah yang digunakan dalam pelatihan LLM medis, serta bagaimana pendekatan ini membentuk model yang mampu memahami dan merespons data medis secara akurat dan bertanggung jawab.

Sebelum masuk ke pembahasan, pembaca perlu mengenal apa itu LLM medis. LLM medis adalah model bahasa besar yang dilatih secara khusus menggunakan data dan literatur medis. Tidak seperti LLM umum seperti ChatGPT atau GPT-4, LLM medis difokuskan pada pemahaman terminologi, konteks klinis, hingga pedoman pengobatan. Oleh karena itu, pelatihan LLM medis bukan hanya melibatkan jumlah data yang besar, tetapi juga kurasi data yang relevan dan aman secara etis.

Kebutuhan akan LLM medis semakin mendesak seiring meningkatnya kompleksitas data klinis, terbatasnya waktu tenaga medis, dan kebutuhan akan sistem pendukung keputusan yang cepat namun akurat. Model seperti Med-PaLM, BioGPT, hingga ChatDoctor adalah contoh konkret bagaimana pelatihan LLM medis menghasilkan alat bantu cerdas dalam layanan kesehatan.

1. Kurasi Data Medis: Kunci Validitas Model

Tahapan pertama dalam pelatihan LLM medis adalah kurasi data karena tidak semua teks bisa digunakan untuk melatih model medis. Data yang digunakan harus memiliki kualitas ilmiah tinggi, berasal dari sumber terpercaya seperti jurnal ilmiah, panduan praktik klinis, transkrip percakapan dokter-pasien (dengan anonimisasi), serta database obat dan gejala yang diakui.

Prinsip yang digunakan dalam kurasi data antara lain:

  • Validitas ilmiah: Apakah informasi sudah terbukti melalui studi klinis?
  • Relevansi domain: Apakah teks berhubungan dengan praktik medis nyata?
  • Kepatuhan etis: Apakah data sudah dianonimkan dan mendapat izin penggunaan?

Tanpa kurasi yang tepat, pelatihan LLM medis berisiko menciptakan model yang bias, menyesatkan, atau bahkan berbahaya jika digunakan dalam konteks klinis.

2. Pre-training: Membangun Pemahaman Umum Bahasa

Sebelum menjadi “medis”, sebuah LLM biasanya melalui fase pre-training menggunakan data umum dalam skala besar. Tujuan fase ini adalah agar model memahami struktur bahasa, sintaksis, dan pola percakapan manusia secara umum.

Meskipun demikian, dalam konteks pelatihan LLM medis, model bisa langsung dilatih menggunakan korpus medis (domain-specific pre-training) agar sejak awal familiar dengan istilah seperti hypertension, atrial fibrillation, atau contraindications. Teknik ini dikenal sebagai domain-adaptive pretraining.

Pre-training ini biasanya menggunakan arsitektur transformer, dan loss function yang digunakan sering kali berupa masked language modeling (MLM) atau causal language modeling (CLM) tergantung arsitektur dasarnya, seperti BERT atau GPT.

3. Fine-tuning: Menyesuaikan dengan Kebutuhan Klinis

Setelah tahap pre-training, dilakukan proses fine-tuning yaitu pelatihan lanjutan pada data yang lebih spesifik dan terstruktur. Ini mencakup data berbasis kasus klinis, pedoman diagnosis, hingga pertanyaan pasien.

Metode fine-tuning pada pelatihan LLM medis sering menggunakan pendekatan supervised learning, reinforcement learning from human feedback (RLHF), atau reinforcement learning from expert feedback (RLEF), terutama untuk memastikan model tidak hanya benar secara teknis tapi juga etis dan bertanggung jawab.

Misalnya, sebuah chatbot medis harus bisa membedakan pertanyaan medis serius dengan pertanyaan umum, serta merespons dengan empati tanpa memberi diagnosis yang terlalu spesifik tanpa konteks yang lengkap.

4. Evaluasi: Mengukur Keakuratan dan Keselamatan

Tidak seperti model bahasa umum yang bisa diuji lewat tes kemampuan menjawab trivia atau menulis puisi, pelatihan LLM medis memerlukan evaluasi berbasis standar medis. Beberapa tolok ukur evaluasi meliputi:

  • PubMedQA & MedMCQA: Untuk mengukur pemahaman pertanyaan berbasis data medis.
  • Accuracy dan Precision: Terhadap diagnosis atau rekomendasi pengobatan.
  • Clinical safety checks: Menghindari output yang bisa membahayakan pasien.
  • Human-in-the-loop validation: Uji coba dan validasi oleh tenaga medis profesional.

Evaluasi ini penting untuk mencegah model mengeluarkan informasi yang salah atau tidak etis. Dalam banyak kasus, model juga diuji dalam konteks simulasi percakapan dengan pasien untuk menilai kepekaan dan ketepatan konteks.

Tantangan Etika dan Privasi dalam Pelatihan

Pelatihan LLM medis tidak lepas dari isu privasi dan etika. Penggunaan data pasien memerlukan pendekatan yang sangat ketat dalam hal anonimisasi, enkripsi, dan kepatuhan terhadap regulasi seperti HIPAA (di AS) atau GDPR (di Eropa). Di Indonesia, hal ini juga harus memperhatikan UU Perlindungan Data Pribadi.

Selain itu, tantangan lainnya adalah:

  • Bias data: Jika data dominan dari satu kelompok demografis, hasil bisa bias.
  • Overfitting pada data sensitif: Model bisa secara tak sengaja “mengingat” data pasien tertentu.
  • Transparansi dan auditabilitas: Harus bisa dijelaskan alasan di balik jawaban model.

Menuju LLM Medis yang Aman dan Terpercaya

Arah ke depan pelatihan LLM medis tidak hanya soal meningkatkan akurasi, tetapi juga meningkatkan kepercayaan. Oleh karena itu, muncul pendekatan baru seperti Instruction-tuning dengan dokter, atau multi-modal LLM yang tak hanya menganalisis teks tapi juga citra medis (misalnya hasil X-ray atau MRI).

Kolaborasi antara ilmuwan komputer, dokter, pakar etika, dan regulator menjadi sangat penting agar pelatihan LLM medis tidak hanya menciptakan model yang pintar, tetapi juga aman dan bisa dipertanggungjawabkan.

Katherine dari AI Care – Asisten Medis Anda yang Andal

Jika Anda tertarik mencoba aplikasi berbasis LLM medis, Anda dapat menjajal Katherine, chatbot AI dari AI Care. Katherine dirancang menggunakan prinsip-prinsip pelatihan LLM medis yang dibahas dalam artikel ini—mulai dari kurasi data medis terpercaya, fine-tuning berbasis kasus nyata, hingga pengujian ketat oleh profesional.

Katherine mampu menjawab pertanyaan seputar gejala umum, edukasi penyakit, serta memberi saran kesehatan awal secara cepat dan informatif—semua dengan pendekatan yang aman, empatik, dan etis. Meski tidak menggantikan dokter, Katherine bisa menjadi mitra informasi pertama Anda sebelum berkonsultasi lebih lanjut.

Dengan memahami ilmu di balik pelatihan LLM medis, kita tidak hanya melihat AI sebagai alat, tetapi sebagai hasil kolaborasi antar ilmu yang kompleks, bertanggung jawab, dan menjanjikan masa depan layanan kesehatan yang lebih cerdas.

Editor: Winda Trilatifah

Melatih Katherine: Membawa Kasus Medis Dunia Nyata ke Chatbot AI

Konsultasi cepat dengan dokter masih menjadi barang langka di zaman sudah serba digital ini. Padahal sejak dulu kebutuhan akan informasi kesehatan yang cepat dan mudah adalah hal yang sangat penting. Katherine—chatbot medis AI virtual dari AI Care—datang sebagai solusi: informasi akurat hanya dengan beberapa ketukan jari.

Solusi praktis seperti asisten kesehatan virtual AI, memungkinkan orang mendapatkan informasi medis yang akurat tanpa harus meninggalkan rumah. Banyak orang juga enggan datang ke klinik hanya untuk pertanyaan sederhana karena prosesnya memakan waktu dan biaya. Terutama ketika waktu terbatas untuk berkonsultasi langsung dengan dokter atau pergi ke rumah sakit. 

Aplikasi Katherine ini dirancang untuk memberikan informasi medis yang presisi dan akurat kepada pengguna melalui aplikasi digital. Sebagai aplikasi berbasis kecerdasan buatan, Katherine memungkinkan pengguna untuk mengakses informasi kesehatan kapan saja dan di mana saja, hanya dengan menggunakan perangkat genggam. Berikut adalah penjabaran bagaimana melatih Katherine sehingga bisa menjadi chatbot AI medis andalan.

Mengapa Data Kasus Nyata Penting?

Sebagai asisten kesehatan virtual AI, Katherine tidak hanya dirancang untuk sekadar menjawab pertanyaan medis, tetapi juga untuk memahami kondisi pengguna secara mendalam. Untuk mencapai hal ini, Katherine dilatih menggunakan data dari kasus medis nyata — bukan data buatan atau simulasi semata.

Gambar 1. Ilustrasi melatih Katherine

Sebagai contoh seorang pasien perempuan usia 35 tahun mengeluhkan demam, batuk, dan nyeri tenggorokan. Secara umum, gejala tersebut mengarah ke flu biasa. Namun, melalui data kasus nyata, Katherine belajar bahwa pasien dengan kondisi autoimun atau riwayat gangguan tiroid bisa mengalami gejala serupa namun membutuhkan pendekatan yang berbeda—misalnya memeriksa kemungkinan infeksi sekunder atau efek samping obat tertentu.

Berkat pelatihan dari ribuan kasus nyata seperti ini dari berbagai sumber seperti AI Care, Alodokter, Halodoc, dan KalbeMed, Katherine mampu mengenali pola-pola medis yang rumit sekalipun. Katherine pada akhirnya dapat memberikan rekomendasi yang lebih akurat dan kontekstual, misalnya saat ada gejala yang mirip namun penyebabnya berbeda. Dengan pemahaman tersebut, Katherine juga bisa menyesuaikan respons berdasarkan riwayat keluhan atau kondisi yang menyerupai pengalaman pengguna sebelumnya.

Pengumpulan dan Pembersihan Data Pelatihan: Fondasi Kecerdasan Katherine

Untuk membangun Katherine sebagai asisten kesehatan virtual AI yang andal, proses melatih Katherine dimulai dengan mengumpulkan dan mengolah data medis dari sumber-sumber terpercaya, lalu menyusunnya dalam format yang sesuai untuk pelatihan model bahasa.

  1. Sumber Data Tepercaya

Untuk melatih Katherine, hampir 200 ribu data medis dari kasus nyata digunakan dari berbagai platform kesehatan ternama seperti AI Care, Alodokter, Halodoc, serta referensi medis dari Siloam Hospitals dan basis data obat MIMS. Data ini mencakup keluhan pasien, deskripsi penyakit, rekomendasi obat, hingga tata laksana medis.

  1. Transformasi ke Format Percakapan

Agar data ini dapat dipahami oleh model AI, konten artikel kesehatan tersebut diubah menjadi bentuk percakapan. Format ini dibagi menjadi dua kategori utama:

  • Word-by-word: pertanyaan berbasis kata kunci, seperti “batuk berdahak” atau “asam lambung”.
  • Question-based: pertanyaan lengkap dari pengguna, seperti “Apa itu asam lambung?” atau “Bagaimana cara mengobati batuk berdahak?”

Pendekatan ini memungkinkan Katherine memahami berbagai gaya bertanya — dari yang ringkas hingga yang deskriptif — sebagaimana biasanya terjadi dalam interaksi pengguna di dunia nyata.

Gambar 2. Ilustrasi melatih Katherine
  1. Proses Pembersihan Data

Setelah data dikumpulkan dan diformat, langkah selanjutnya adalah proses pembersihan untuk memastikan kualitas dan netralitas informasi. Langkah-langkah utamanya:

  • Menghapus entitas tertentu:
    Nama merek, institusi, dan simbol dagang dihapus dari seluruh data agar model tidak terpengaruh oleh bias promosi atau referensi yang tidak relevan secara medis.

    Contoh: “Paracetamol dari Merek X” → menjadi “Paracetamol” saja.
  • Menjaga objektivitas dan akurasi informasi:
    Hanya informasi medis yang bersifat ilmiah, netral, dan dapat dipertanggungjawabkan yang disertakan. Setiap konten diverifikasi untuk menghindari misinformasi, bahasa hiperbolik, atau klaim medis yang belum terbukti.

Dengan pembersihan ini, Katherine dapat belajar dari data yang bersih, konsisten, dan fokus pada pemahaman medis yang dapat dipercaya—sehingga mampu memberikan jawaban yang aman dan akurat kepada pengguna.

Teknologi yang Digunakan dalam Melatih Khaterine

Dalam mengembangkan Katherine sebagai asisten kesehatan virtual AI yang andal, berbagai teknologi canggih digunakan untuk memastikan performa yang optimal, antara lain:

  • Model Bahasa Buatan
    Katherine dilatih menggunakan model bahasa canggih Gemma 2 2B IT dari Google, yang dirancang untuk memahami serta memproses bahasa alami secara efisien. Dengan ukuran yang relatif kecil, model ini tidak memerlukan biaya besar untuk dijalankan, cepat dalam menghasilkan respons, namun tetap menjaga kualitas output—mampu memahami konteks percakapan dan memberikan jawaban yang relevan, jelas, dan alami.
  • Teknologi Pemrosesan Bahasa Alami (NLP)
    Untuk meningkatkan akurasi dan efisiensi pemahaman bahasa, teknologi NLP yang diintegrasikan dengan arsitektur Transformers digunakan. Teknologi ini membantu Katherine mengenali pola bahasa dan konteks percakapan secara lebih mendalam.
  • Platform Teknologi
    Proses melatih Katherine dijalankan menggunakan platform Unsloth dan Llama.cpp, yang mendukung kecepatan dan efisiensi komputasi. Kombinasi platform ini memungkinkan pelatihan model berjalan lancar dan chatbot tetap ringan ketika digunakan pada aplikasi digital.

Hasil Melatih Khaterine: Asisten Kesehatan Virtual AI yang Andal dan Responsif

  • Proses Pelatihan Bertahap

Melatih Katherine dilakukan dalam dua siklus atau ‘epoch’ untuk memastikan pembelajaran yang maksimal dan mendalam. Setiap siklus memungkinkan model untuk mengkaji ulang data yang sudah dipelajari, sekaligus menyesuaikan parameter secara otomatis agar hasilnya semakin akurat dan relevan. Metode bertahap ini sangat penting untuk membantu Katherine memahami berbagai macam skenario percakapan medis dengan lebih baik.

Gambar 3. Ilustrasi melatih Katherine
  • Pengajaran kepada Katherine

Selama melatih Katherine, program diajarkan berbagai aspek penting yang krusial bagi seorang asisten kesehatan virtual AI. Di antaranya adalah mengenali pola gejala penyakit, memahami dosis obat yang sesuai, serta cara berinteraksi dengan pengguna secara alami dan empatik. Dengan pengajaran ini, Katherine tidak hanya dapat memberikan jawaban medis yang tepat, tapi juga membangun komunikasi yang mudah dipahami dan nyaman bagi pengguna di setiap kesempatan.

Siap Mencoba Katherine?

Katherine telah berhasil dikembangkan sebagai asisten kesehatan virtual AI yang andal dan praktis, siap memberikan informasi kesehatan yang akurat kapan saja dan di mana saja melalui perangkat digital pengguna. Kecepatan dan kemudahan akses yang ditawarkan Katherine membuatnya menjadi solusi ideal di era digital, terutama bagi mereka yang membutuhkan jawaban medis secara cepat tanpa harus langsung bertemu tenaga kesehatan.

AI-Care berkomitmen untuk terus mengembangkan Katherine dengan menambahkan data pelatihan yang lebih banyak serta melakukan pembelajaran berkelanjutan. Dengan begitu, Katherine akan semakin cerdas dan mampu memberikan pelayanan yang lebih baik sebagai teman virtual terpercaya dalam dunia kesehatan.Coba sekarang aplikasi AI Care dan mulai chat dengan Katherine, asisten kesehatan virtual AI yang siap membantu Anda mendapatkan informasi medis cepat, akurat, dan terpercaya — kapan pun dan di mana pun!

Editor: Ananditya Paradhi

Sebelum dan Sesudah AI Medis: Bagaimana Akal Imitasi Mempercepat Proses Diagnosa

Di dunia medis, waktu adalah segalanya. Semakin cepat sebuah penyakit terdiagnosis, semakin besar pula peluang pasien untuk mendapatkan pengobatan yang tepat dan pemulihan yang optimal. Contoh: Setiap menit keterlambatan dalam diagnosis stroke dapat merenggut 1,9 juta sel otak. Namun, dalam praktiknya, proses diagnosa sering kali memakan waktu yang tidak sedikit, mulai dari pemeriksaan laboratorium, pencitraan medis, hingga penafsiran hasil oleh dokter spesialis. 

Di sinilah peran akal imitasi (Artificial Intelligence/AI) muncul sebagai game-changer. Artikel ini akan mengulas transformasi AI dalam proses diagnosa penyakit, dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah AI medis diterapkan di pelayanan kesehatan. Dari waktu tunggu hasil hingga akurasi deteksi penyakit, kita akan melihat bagaimana teknologi ini menghadirkan kontribusi nyata AI dalam dunia medis.

Tantangan Diagnosa Sebelum Adanya AI

Sebelum teknologi AI diadopsi, proses diagnosa sangat bergantung pada tenaga medis manusia. Hasil CT scan atau MRI, misalnya, harus dianalisis manual oleh dokter radiologi. Proses ini bisa memakan waktu berjam-jam, atau bahkan lebih lama di rumah sakit dengan antrean panjang.

Human error juga menjadi tantangan nyata. Sebuah studi di BMJ (2016) menyebutkan bahwa kesalahan medis—termasuk salah diagnosis—adalah penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat. Dalam kasus seperti kanker paru atau stroke, kesalahan dalam membaca hasil gambar bisa berdampak fatal.

Selain itu, keterbatasan akses ke dokter spesialis memperparah kondisi. Di daerah terpencil, pasien bisa menunggu berminggu-minggu untuk mendapat opini medis, yang tentu memperlambat pengobatan.

Teknologi AI dalam Proses Diagnosa: Cara Kerja dan Keunggulannya

AI dalam dunia medis bekerja dengan memanfaatkan algoritma pembelajaran mesin (machine learning) dan analisis data besar (big data) untuk memproses informasi medis dalam jumlah besar secara cepat dan akurat. Sistem ini dilatih menggunakan jutaan data klinis, jurnal medis, serta citra medis untuk mengenali pola penyakit atau kelainan yang sulit ditangkap oleh mata manusia.

Sebagai contoh:

  • AI berbasis computer vision dapat mendeteksi pneumonia, kanker, atau penyakit jantung dari X-ray dalam hitungan detik.
  • Dalam patologi, AI dapat menganalisis jaringan biopsi dan mendeteksi kanker dengan akurasi hingga 94%, setara atau lebih baik dari dokter manusia (The Lancet Digital Health, 2019).
  • Sistem DeepMind dari Google yang terkenal mampu mendiagnosis lebih dari 50 jenis penyakit mata dengan akurasi setara ahli mata berpengalaman.
  • IBM Watson for Oncology menyarankan pengobatan kanker berdasarkan data medis global dan telah diuji di berbagai rumah sakit besar, termasuk Memorial Sloan Kettering di AS.

Sebelum dan Sesudah AI Medis: Studi Kasus Diagnosa Lebih Cepat dan Akurat

Untuk memperjelas gambaran bagaimana perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah AI medis diterapkan, mari kita lihat simulasi sederhana pada dua kasus kesehatan yang kerap menjadi masalah. Kasus pertama adalah kasus stroke iskemik, jenis stroke yang paling umum. Kedua adalah kasus kanker payudara, yang susah diprediksi sebelum menggunakan akal imitasi medis.

  1. Studi Kasus: Stroke Iskemik – Balapan Melawan Waktu

Bayangkan Anda sedang mengalami stroke iskemik—jenis stroke paling umum—di mana setiap menit sangat menentukan kelangsungan hidup dan kualitas hidup Anda. Sebelum AI, diagnosis stroke melibatkan serangkaian prosedur: CT scan, evaluasi gejala, hingga interpretasi hasil oleh tim medis. Semua itu bisa memakan waktu hingga 3 jam.

Dengan AI, proses ini dapat dipangkas secara drastis:

  • Algoritma AI seperti Viz.ai mampu menganalisis hasil CT scan dalam 90 detik, mendeteksi sumbatan pembuluh darah, dan langsung memberi notifikasi ke dokter melalui aplikasi seluler.
  • Studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan AI dalam kasus stroke dapat mempercepat penanganan hingga 40%, meningkatkan peluang pasien untuk menerima tindakan trombektomi yang menyelamatkan nyawa.
  1. Studi Kasus: Kanker Payudara – Diagnosa yang Lebih Cepat dan Akurat

Dalam metode konvensional, mammogram biasanya dibaca oleh dua radiolog untuk menghindari kesalahan. Namun, tetap saja, bisa terjadi positif palsu (false positive) yang menyebabkan pasien harus menjalani biopsi yang sebenarnya tidak perlu.

Sebuah studi dari Google Health (2020), yang menganalisis lebih dari 25.000 mammogram, menemukan bahwa sistem AI:

  • Mengurangi false positive hingga 5,7% di Amerika Serikat.
  • Mengurangi false negative (kasus kanker yang terlewat) hingga 9,4% di Inggris.
  • Melampaui performa dua radiolog manusia dalam mendeteksi kanker.

Bagi pasien, ini berarti lebih sedikit kecemasan, lebih sedikit prosedur invasif yang tidak perlu, dan pengobatan yang lebih cepat.

Gambar 1. Ilustrasi sebelum dan sesudah AI medis

Dampak Positif bagi Tenaga Medis dan Pasien

Penggunaan AI dalam diagnosa tidak hanya mempercepat proses medis, tetapi juga meningkatkan efisiensi sistem secara keseluruhan. Berikut adalah dampak positif dengan bantuan akal imitasi medis:

  • Dokter bisa memangkas waktu membaca hasil atau mencari referensi medis dari 30 menit menjadi beberapa detik dan lebih fokus pada interaksi dengan pasien..
  • Waktu tunggu pasien lebih singkat, hasil lebih akurat, dan rasa cemas berkurang karena kepastian diagnosa datang lebih cepat. 
  • Dalam kasus penyakit serius, hasil AI dapat menjadi pembeda antara pengobatan terlalu dini atau terlambat. Sehingga risiko salah diagnosis menurun signifikan.
  • Jika dibandingkan antara sebelum dan sesudah AI medis diterapkan, beban kerja tenaga medis mengalami pergeseran signifikan karena waktu tak lagi dihabiskan untuk tugas administratif dan analisis manual data medis.
  • Dokter dan tenaga kesehatan lainnya dapat memusatkan energi mereka pada pengambilan keputusan klinis dan peningkatan kualitas layanan. Sehingga kepuasan pasien yang lebih tinggi karena pelayanan terasa lebih cepat, responsif, dan personal.

Diagnosa Personal: AI untuk Pengobatan yang Lebih Tepat Sasaran

Sebelum adanya AI, pengobatan sering kali berbasis pada pendekatan standar dan uji coba yang memakan waktu serta dapat menyebabkan efek samping yang tidak terduga. Namun, dengan penerapan AI, pengobatan dapat lebih terpersonalisasi dan didasarkan pada analisis mendalam terhadap data individu pasien. Sebagai contoh, sebelum dan sesudah AI medis, pengobatan kanker mengalami perbedaan signifikan. Sebelumnya, pasien mungkin harus mencoba berbagai terapi yang berbeda sebelum menemukan yang cocok. 

Dengan bantuan AI, terapi yang lebih tepat sasaran dapat diberikan lebih cepat, mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan peluang kesembuhan. Sistem seperti Tempus atau Foundation Medicine membantu dokter memilih terapi kanker yang paling cocok sejak awal. Dengan demikian, AI bukan hanya mempercepat proses diagnosa, tetapi juga meningkatkan kualitas dan efektivitas pengobatan yang diberikan.

Selain itu, AI juga memungkinkan analisis lebih mendalam terhadap data medis pasien yang bersifat unik. Dengan kemampuan memproses informasi dalam jumlah besar, sistem AI dapat mengidentifikasi pola atau kecenderungan yang sulit dideteksi oleh tenaga medis manusia, memberi rekomendasi pengobatan yang lebih efektif dan personal. Sebelum dan sesudah AI medis, pendekatan medis yang lebih tepat dan berbasis data ini membantu dokter memberikan terapi yang paling relevan dengan kondisi masing-masing pasien, mengurangi risiko kesalahan, serta meningkatkan tingkat keberhasilan pengobatan.

Rasakan Dampak Transformasi AI dalam Proses Diagnosa Medis Melalui Katherine AI Care

Perbandingan penerapan antara proses diagnosa sebelum dan sesudah AI medis menunjukkan perubahan yang signifikan. Dari waktu tunggu yang lebih singkat, akurasi yang lebih tinggi, hingga efisiensi kerja tenaga medis yang meningkat, semua merupakan kontribusi nyata AI dalam dunia medis. Perlu ditekankan bahwa teknologi ini tidak menggantikan peran dokter, tetapi memperkuat keputusan klinis dengan informasi yang lebih cepat dan akurat.

Salah satu solusi lokal yang ikut mendukung transformasi ini adalah Katherine AI Care. Dengan fitur analisis citra medis otomatis, integrasi data pasien secara digital, hingga dukungan pemantauan jarak jauh, Katherine AI Care hadir sebagai mitra strategis bagi fasilitas kesehatan yang ingin mempercepat proses diagnosa tanpa mengorbankan kualitas layanan. 

Ingin merasakan sendiri dampak positif sebelum dan sesudah AI medis di dunia secara nyata? Saatnya beralih ke solusi cerdas seperti Katherine AI Care. Unduh aplikasi di Play Store atau App Store dan coba gratis sekarang!

Editor: Ananditya Paradhi