Home Blog Page 142

Felix Nesi, Dari Kekecewaan Berujung Penahanan.

Nama Felix Nesi beberapa waktu belakangan sempat menjadi perbincangan hangat warganet dan media pemberitaan online. Namanya kian santer setelah dirinya memprotes dan berujung pada penahanan. Lalu bagaimanakah hasil pantauan Netray terkait topik ini?

Pantauan News Netray

Berdasarkan pantauan Netray melalui media pemberitaan online terlihat jumlah pemberitaan tidak begitu banyak, total pemberitaan hanya mencapai 16 artikel yang berasal dari 11 media. Adapun kategori pemberitaan sebesar 100% berbicara mengenai hukum.

Terlihat pemberitaan mulai muncul sejak 04 Juli 2020 dan terus menjadi pembahasan hingga 08 Juli 2020 dengan didominasi pemberitaan bersentimen negatif.

Awalnya Sastrawan pemenang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2018 ini memprotes terkait seorang Pastor untuk dipindahkan karena memiliki masalah dengan perempuan. Permasalahan tersebut berkaitan dengan isu pelecehan seksual. Itulah sebabnya Felix meminta Romo Kepala memindahkan Pastor tersebut. Akan tetapi, selang beberapa lama Pastor tersebut tidak kunjung dipindahkan, hingga akhirnya Felix Nesi kembali memprotes dan berujung digelandangnya ia ke kantor Kepolisian Insana.

Dukungan Dari Warganet

Ditahannya aktivis sekaligus sastrawan tersebut menyebabkan dirinya ramai menjadi pemberitaan. Pasalnya tidak sedikit masyarakat yang justru ikut memberi dukungan padanya, hingga akhirnya ia dibebaskan meskipun proses hukum masih berlanjut.

Dalam rentang waktu seminggu perbincangan warganet di Twitter terkait topik Felix Nesi mencapai 149 cuitan dengan didominasi cuitan negatif. Terlihat, topik ini mendapat 16.3K impresi dan potensi pencarian sebesar 18.8M.

Seperti halnya pada pemberitaan, topik ini menjadi perbincangan di Twitter sejak tanggal yang sama, yaitu 04 Juli 2020 dan terus menjadi perbincangan hingga tanggal 09 Juli 2020.

Melalui Media Populer pantauan Netray terlihat unggahan warganet yang menunjukan kondisi dan tangkapan layar dari media sosial milik Felix Nesi. Dalam unggahannya tersebut terlihat Felix Nesi menyampaikan terkait kondisi terkini dirinya yang berada di dalam sel tahanan dan ia juga menjelaskan kronologis kejadian yang ia alami tersebut. Cuitan dari akun @okkymadasari tersebut setidaknya di-retweet sebanyak 1.116 kali.

Selain itu, terlihat juga akun @asumsico yang mengunggah perkataan Felix Nesi yang menyampaikan kekecewaannya terhadap institusi Gereja. Cuitan tersebut menjadi salah satu cuitan populer yang mendapat retweet sebanyak 2.383 kali.

Meski ditetapkan sebagai tersangka, Sastrawan sekaligus Aktivis tersebut justru mendapat dukungan dari warganet. Dukungan tersebut terus mengalir disebabkan warganet menilai apa yang dilakukan oleh Felix Nesi merupakan hal yang benar. Ia dianggap telah berjuang untuk sebuah kebaikan, sehingga warganet berharap keadilan dapat ditegakkan.

Top Kategori

Berikut beberapa Top Kategori pantauan Netray. Terlihat beberapa organisasi, tokoh, maupun fasilitas yang menjadi perbincangan terkait topik Felix Nesi. Selain itu, terlihat pula beberapa portal pemberitaan online yang menyoroti kasus tersebut dan akun @asumsico menjadi Top Accounts yang paling banyak membicarakan topik tersebut.

Melalui Twitter akun @voaindonesiaJgan menjadi Top Organization diikuti oleh beberapa organisasi atau institusi yang juga menjadi perbincangan warganet.

Demikian hasil pantauan Netray terkait kasus Felix Nesi, seorang sastrawan dan aktivis yang rasa kecewanya justru membuat dirinya harus berurusan dengan pihak berwajib. Meski demikian warganet menyadari yang tengah ia perjuangkan adalah hal baik, itulah sebabnya dukungan untuknya terus mengalir.

Ekspor Benih Lobster, Regulasi Susi Pudjiastuti Yang Ditenggelamkan

Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 semakin menggelitik mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Kerja 2014-2019, Susi Pudjiastuti setelah 31 eksportir resmi mendapat izin ekspor benih lobster dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (Ditjen Tangkap).

Pada eranya, Susi telah mengeluarkan Permen KP No. 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus Spp.), Kepiting (Scylla Spp.), dan Rajungan (Portunus Spp.) dari Wilayah RI. Lalu, Permen ini mendapat revisi dari Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dengan dalih regulasi lama tersebut telah menghambat dunia usaha dan keterpihakan kepada nelayan kecil.

SOROTAN MEDIA

Perombakan regulasi bukan hal baru dalam dunia pemerintahan, terlebih saat adanya pergantian jabatan dari pemimpin lama kepada pemimpin baru. Pada lingkup kementerian, saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendapat sorotan dari publik terkait dibukanya ekspor benih lobster.

Dalam rentang waktu 1 s.d 11 Juli 2020, media monitoring Netray memantau pemberitaan terkait ekspor benih lobster yang mulai dilegalkan oleh pemerintah. Dalam kurun waktu ini terdapat 61 media berita daring yang menyoroti topik tersebut. Pemerintahan membingkai pemberitaan terkait keyword ‘benih lobster’ dan ‘ekspor benih’ ini. Hal ini tidak terlepas dari adanya perubahan regulasi yang dilakukan oleh KKP sehingga Edhy Prabowo dan kementeriannya menjadi kata kunci yang sering dibahas dalam berita ini.

klik gambar untuk lebih melihat lebih jelas

Bukan hanya Edhy, Susi Pudjiastuti juga menjadi Top People dalam pemberitaan ini. Mantan menteri ini masih vokal dalam mengkritisi kebijakan yang terkait dengan sumber daya laut Indonesia. Terlebih saat Permen yang dibuatnya kembali dirombak oleh menteri yang baru.

Beberapa peraturan Susi yang direvisi menteri Edhy sempat menjadi polemik karena dianggap sudah sesuai jalurnya. Akan tetapi, Edhy memiliki alasan kuat terkait perubahan ini. Peraturan yang resmi diubah, antara lain:
(1) Permen KP No. 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus Spp.), Kepiting (Scylla Spp.), dan Rajungan (Portunus Spp.) dari Wilayah RI diubah dengan Permen KP No.12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia.
(2) Larangan alat tangkap cantrang tertuang dalam Permen KP Nomor 2 Tahun 2015 dan Permen KP Nomor 71 Tahun 2016 dicabut lewat Keputusan Menteri KP No.B.717/MEN-KP/11/2019 tentang Kajian terhadap Peraturan Bidang Kelautan dan Perikanan.
(3) Penghapusan hukuman penenggelaman kapal yang diubah dengan penghibahan kapal kepada nelayan untuk dimanfaatkan.

KERAN EKSPOR BENIH LOBSTER TELAH DIBUKA

6 Juli 2020 pemberitaan terkait hal ini memuncak. Dibukanya pintu ekspor benih mencuri perhatian publik, tak terkecuali Susi sebagai mantan menteri dalam bidang ini. Diizinkannya eksportir dalam ekspor benih lobster dianggap adanya pemberian hak istimewa.

Susi tidak hentinya menyuarakan protesnya terkait kebijakan ini. Susi secara tegas menolak adanya ekspor benih lobster. Dalam keterangannya, ia ingin pemerintah secara gamblang menjelaskan alasan terhadap pemberian hak ekspor tersebut.

EDHY: EKSPOR BENIH LOBSTER DEMI KESEJAHTERAAN

Seperti halnya alasan yang telah diungkapkan oleh Edhy Prabowo, kebijakan yang diubah telah dipertimbangkannya dengan kajian secara matang. Dicabutnya larangan ekspor benih ini dirasa memiliki banyak keuntungan bagi negara dan nelayan Indonesia sehingga pemberitaan terkait topik ini didominasi oleh sentimen positif.

Tanggal 6 Juli pemberitaan ini melonjak dengan berbagai macam pembahasan, mulai dari isu adanya ‘backing‘, penolakan, hingga dukungan terhadap menteri KKP ini.

Adanya informasi terkait salah satu eksportir yang merupakan kader Partai Gerindra menyeret Edhy ke pemberitaan negatif. Edhy dinilai hanya menguntungkan beberapa pihak dan partai yang menaunginya. Akan tetapi, ia tak goyah menghadapi isu yang menyerangnya. Edhy menegaskan bahwa keputusan pemilihan eksportir berdasarkan hasil putusan tim.

Dilain sisi, kebijakan ini juga mendapat dukungan dari beberapa pihak. Di antaranya ialah Fahri Hamzah yang merupakan politikus dan mantan wakil ketua DPR RI. Ia menilai, dilegalkannya ekspor ini akan mengurangi bahkan menghilangkan upaya penyelundupan karena adanya keterbukaan kebijakan ekspor. Selain Fahri Hamzah, Partai Nasdem juga menyuarakan dukungan atas kebijakan ini. Seperti halnya pihak pendukung kebijakan, Nasdem menilai hal ini mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan. Bahkan, Ketua Fraksi Nasdem, Ahmad Ali mengatakan agar Edhy tidak mendengarkan narasi sumbang dari luar dan fokus terhadap kebijakan yang telah dibuat.

SOROTAN TWITTER

Berbeda dengan media, pada portal Twitter cuitan terkait hal ini didominasi oleh sentimen negatif. Warganet menilai kebijakan ini merupakan permainan politik yang akan menguntungkan pihak terkait saja.

Keberadaan politikus, kader Partai Garindra, hingga mantan terpidana penyelundup benih lobster yang menjadi salah satu pemilik dan pemegang saham eksportir yang diizinkan KKP tak luput menjadi sorotan warganet. Hingga terdapat cuitan yang menginginkan agara Edhy Prabowo segera diganti.

Dari gambar di atas, terlihat dalam kurun waktu 1-11 Juli 2020 sentimen negatif dengan total 2.177 tweets menghiasi perbincangan topik terkait keyword ‘ekspor benih’ dan ‘benih lobster’ ini. Kritik terhadap menteri KKP tidak berhenti disuarakan hingga keinginan warganet untuk menghadirkan kembali sosok Susi Pudjiastuti ramai diperbincangkan sehingga akun @susipudjiastuti ramai ditandai warganet.

Regulasi baru yang telah diresmikan kementerian dalam kegiatan ekspor benih tidak lepas dari perhatian Susi Pudjiastuti yang dahulunya memberikan larangan terhadap hal ini. Dengan dalih mensejahterakan nelayan, KKP menjadi cibiran terkait adanya beberapa nama eksportir yang diduga memiliki kedekatan dengan sang menteri Edhy Prabowo. Dengan demikian, dari hasil pantauan media monitoring Netray topik ini ramai diberitakan dan diperbincangkan terkait adanya kebijakan yang berubah 180 derajat dari kepemimpinan sebelumnya sehingga alasan revisi tersebut sempat menjadi polemik.

Tuntutan Keringanan UKT Marak di Twitter; Cara Baru Mahasiswa Sampaikan Aspirasi di Tengah Pandemi?

Kondisi ekonomi yang tidak stabil di tengah pandemi diiringi beban Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang terus berjalan menimbulkan sejumlah keresahan bagi mahasiswa. Tuntutan penundaan dan keringanan UKT pun beberapa kali melintas dan menjadi trending di media sosial Twitter. Netray kemudian menelusuri pembahasan topik UKT di media sosial dan media berita daring untuk melihat antusiasme mahasiswa dalam menyampaikan aspirasinya di tengah pandemi.

Bagaimana mahasiswa mengemas aspirasi dan keresahan mereka di Twitter? Seberapa efektif aksi tuntutan mahasiswa yang dilakukan di media sosial? Lantas, bagaimana peran media berita daring dalam menyuarakan aspirasi mahasiswa tersebut? Berikut hasil pantauan Netray?

Kuliah Daring dan Permasalahan UKT

Seiring dengan diterapkannya sistem pembelajaran via daring di sejumlah perguruan tinggi pada pertengahan Maret 2020, perbincangan terkait permasalahan kuliah daring pun mulai bermunculan, salah satunya adalah soal pembayaran UKT dan beban kuota data.

Dari pantauan Netray, isu seputar UKT mulai diperbincangkan di media sosial Twitter pada akhir Maret 2020. Kurang lebih satu minggu semenjak sistem pembelajaran daring dilaksanakan, sejumlah mahasiswa mulai menyuarakan opini dan keresahannya soal beban pembayaran UKT seperti berikut.

Mengingat sejumlah fasilitas kampus yang tidak lagi diterima mahasiswa dan anggaran dana tambahan yang harus dikeluarkan secara mandiri untuk menunjang pembelajaran daring, mahasiswa di Twitter pun mulai mempertanyakan transparansi alokasi UKT. Mereka juga menuntut potongan hingga pengembalian UKT.

Pola Penyampaian Aspirasi Mahasiswa Terkait UKT di Twitter

Perbincangan warganet soal UKT di Twitter selama kuliah daring berlangsung didominasi oleh sentimen negatif. Sebanyak 20 ribu warganet turut berpartisipasi menyuarakan keresahannya terkait UKT di Twitter. Sejumlah akun komunitas mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia terpantau masuk dalam deretan Top Akun yang paling banyak mengulas dan mendiskusikan soal UKT. Beberapa di antaranya adalah @undipmenfess, @collegemenfess, @KabarUNY, @UPIfess, hingga @DraftAnakUnpad.

Sementara isu yang dibahas terkait perbincangan soal UKT dapat diurai menjadi beberapa topik besar seperti berikut.

Warna merah yang melabeli topik-topik di atas menunjukkan bahwa isu UKT secara umum dibahas dengan muatan sentimen negatif. Beberapa hal yang menjadi sorotan adalah soal potongan, peniadaan, pengembalian, dan sejumlah strategi terkait peringanan UKT seperti subsidi kuota data untuk kuliah daring. Pembayaran UKT khususnya bagi mahasiswa yang hanya mengambil skripsi juga banyak dibahas. Berikut beberapa tagar terkait topik di atas.

Dapat diamati bahwa kesemua topik utama di atas menempatkan tagar #NadiemManaMahasiswaMerana dan #MendikbudDicariMahasiswa di urutan pertama. Sementara sisanya adalah bermacam tagar seperti #KemenagJagoPHP, #NadiemMendengar, #UNYBergerak, #unilaphp, #BebaskanUKTUNY, #UIBergerak hingga #MahasiswaUPITolakBayarUKT. Pada akhirnya, seluruh topik tersebut berujung pada penantian mahasiswa terhadap kebijakan pihak kampus maupun pemerintah dalam meringankan UKT mahasiswa.

Tagar sebagai Alternatif

Gaungan tuntutan keringanan UKT dari mahasiswa dengan berbagai latar belakang perguruan tinggi dapat diamati dari pergerakan tagar trending dalam topik UKT selama periode pandemi seperti berikut.

#AmarahBrawijaya

Tagar ini ramai digaungkan pada 28 April 2020 dan bertahan selama 4 hari berturut-turut dengan total 3,7 ribu cuitan dari 2 ribu akun inisiator. Dari pantauan Netray, tagar ini diinisiasi oleh akun @amarahbrawijaya yang juga menginisiatori tagar #AliansiMahasiswaBrawijaya yang naik pada periode yang sama. Kedua tagar tersebut berisi tuntutan mahasiswa Brawijaya terkait keringanan UKT berupa subsidi kuota sebagai penunjang kuliah daring yang kepada pihak Universitas Brawijaya.

#KemenagJagoPHP

Tagar ini naik pada periode 28 April-2 Mei 2020 dengan total 8 ribu cuitan dari 3,6 ribu akun yang turut terlibat. Inisiator tagar ini adalah @demafisip_uinws. Tagar ini naik ketika Kemenag membatalkan kebijakan potongan UKT sebesar 10% yang sempat ditawarkan pada bulan Maret. Mahasiswa di sejumlah Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKIN) merasa kecewa terhadap keputusan Kemenag yang dianggap plin-plan tersebut. Selain #KemenagJagoPHP, #KemenagPrank juga turut meramaikan aksi mahasiswa PTKIN tersebut.

#UNYBergerak

Sekelompok mahasiswa UNY turut menyuarakan tuntutannya dalam aksi tagar #UNYBergerak dan #BebaskanUKTUNY. Kedua tagar tersebut naik pada periode 16-21 Mei 2020 dengan diinisiatori oleh sejumlah akun komunitas mahasiswa UNY seperti @UKTuny, @mahasiswauenyeh, @kabarUNY, dan @bebaskanUKTUNY.

#UNNESMenggugat

Beriringan dengan aksi tuntutan pembebasan UKT dari mahasiswa UNY, Aliansi Mahasiswa UNNES pun turut bergerak menyuarakan keresahannya terkait UKT dengan menaikkan tagar #UNNESBergerak, #UNNESMenggugat, hingga #UNNESNgenes. Ketiga tagar tersebut naik pada periode 19-24 Mei 2020 dengan diinisiatori oleh akun @unnesmenfess.

#MahasiswaUPITolakBayarUKT

Tagar ini naik pada periode 20-23 Mei 2020 dengan diinisiatori oleh akun @UPIfess. Dalam 894 cuitan terkait tagar ini, mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menyuarakan narasi menolak membayar UKT.

Akun komunitas mahasiswa UNY dan UNNES pun turut menyuarakan aksi tolak bayar UKT dan menaikkan tagar yang diusung sekelompok mahasiswa UPI tersebut.

#MendikbudDicariMahasiswa

Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada 2 Juni rupanya dimanfaatkan sejumlah mahasiswa untuk menyuarakan kembali keresahan terkait pendidikan dan beban UKT yang mencekik di tengah pandemi. Tuntutan sekelompok mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi terkait keringanan UKT yang tak kunjung mendapat jawaban menjadi alasan tagar #MendikbudDicariMahasiswa dan #NadiemManaMahasiswaMerana diserukan. Kedua tagar tersebut diinisiatori oleh akun @aliansebem_si dan sejumlah akun komunitas mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi lain. Tak hanya berfokus pada masalah UKT di satu perguruan tinggi, kedua tagar tersebut diserukan sebagai wadah aspirasi seluruh mahasiswa yang menantikan kebijakan Mendikbud dalam menjawab permasalahan UKT saat ini.

Sedikit berbeda dari pola penyampaian aspirasi dalam tagar tuntutan keringanan UKT sebelumnya yang lebih banyak menyoroti pihak perguruan tinggi, kedua tagar ini lebih fokus menyoroti pemerintah atau dalam hal ini adalah Mendikbud sebagai pihak yang berwenang memberi keputusan. Oleh karena itu, Nadiem Makariem pun banyak disebut dan menjadi pusat perbincangan terkait topik ini di Twitter.

#UINWalisongoMelawan

Mahasiswa UIN Walisongo tak ketinggalan menyuarakan keresahannya terkait beban UKT dalam seruan tagar #UINWalisongoMelawan. Tagar ini naik pada periode 18-20 Juni 2020 dengan total 727 akun terlibat. Inisiator tagar ini adalah @UINWSMelawan.

#AliansiMahasiswaTelkom

Di awal Juli, mahasiswa Telkom turut menyuarakan penundaan pembayaran BPP dalam gerakan tagar #AliansiMahasiswaTelkom, #TelyuHausBPP, #TundaBayarBPP, hingga #TelkomBerdusta menyusul pengumuman pembayaran BPP yang harus disampaikan pada 6 Juli.

#UIBergerak

Tak ketinggalan, sekelompok mahasiswa Universitas Indonesia (UI) pun turut terjun dalam aksi #UIBergerak dan #DiamBukanSolusi yang naik pada 6 Juli 2020. Seruan aksi tagar ini diinisiatori oleh sejumlah akun komunitas mahasiswa UI seperti @AkomaUi, @pasca_uigerak, hingga @BEMUI_Official. Dari pantauan Netray, tagar tersebut naik mengiringi kegiatan audiensi UKT dengan rektorat UI yang dilaksanakan melalui Zoom.

Lantas, apakah aksi tagar tuntut keringanan mahasiswa yang bergejolak di Twitter beberapa waktu berturut selama pandemi tersebut tercium media berita daring dan didengar pihak yang bersangkutan?

Peran Media Daring dalam Menyalurkan Tuntutan Mahasiswa di Twitter

Netray menelusuri pemberitaan terkait keringanan UKT di media berita daring untuk melihat seberapa besar media menyoroti topik ini. Apakah deretan aksi tuntutan mahasiswa di Twitter beriringan dengan pemberitaan topik ini di media daring?

Dengan menggunakan kata kunci keringanan ukt, penundaan ukt, dan pembebasan ukt, ditemukan 467 artikel terkait topik selama periode 1 Maret-8 Juli 2020. Dari pantauan Netray, portal media daring Kompas, Tribun, dan Republika merupakan yang paling banyak berkontribusi dalam menyuarakan permasalahan UKT ini. Sementara untuk lembaga yang paling banyak disorot adalah Kemendikbud dan Kemenag, termasuk di dalamnya adalah Nadiem Makariem selaku Mendikbud.

Permasalahan seputar UKT mulai disoroti media pada akhir April 2020. Berbeda dengan pembahasan di media sosial Twitter yang dominan negatif dengan berisi banyak tuntutan, pembahasan UKT di media berita daring lebih banyak dihiasi sentimen positif. Sejumlah kabar baik terkait kebijakan keringanan UKT dari UNHAS, UNS, hingga UNPAD menghiasi pemberitaan pada akhir April.

Pada awal Mei, aksi tagar #UndipKokJahatSih dan #UndipNaikUKTLagi tuntut keringanan UKT dari mahasiswa UNDIP di Twitter tercium oleh media dan mendapat jawaban dari pihak Universitas. Dilansir dari Kumparan, Kasubag Humas Undip, Utami Setyowati menegaskan pihaknya tidak pernah menaikkan UKT bagi mahasiswa lama. Kenaikan UKT hanya untuk mahasiswa baru. Kenaikan itu pun sudah sesuai kesepakatan setelah melalui proses panjang dengan seluruh BEM fakultas.

Kebijakan pembatalan pemotongan UKT dengan besaran 10% yang sempat ramai diprotes sejumlah mahasiswa PTKIN di Twitter pun didengar oleh pihak Kemenag. Meskipun demikian, aksi mahasiswa PTKIN dalam tagar #KemenagJagoPHP dan #KemenagPrank tidak disoroti media. Aksi protes mahasiswa tersebut pun tidak membuahkan hasil, sebab pihak Kemenag tetap membatalkan kebijakan potongan UKT 10%. Sementara media lebih banyak memuat artikel terkait syarat pengajuan keringanan UKT mahasiswa ketimbang membahas pembatalan kebijakan potongan UKT yang sempat ditawarkan Kemenag.

Kebijakan yang Hadir Setelah Tuntutan

Seruan aksi tagar #KemendikbudDicariMahasiswa dan #NadiemManaMahasiswaMerana yang masuk dalam deretan trending topik Twitter pada 2 Juni lalu disoroti oleh sejumlah portal media. Nadiem Makariem selaku pihak yang paling banyak disebut oleh mahasiswa pun turut menanggapi sejumlah pertanyaan terkait permasalahan UKT yang ramai menggema di Twitter.

Perjuangan mahasiswa tidak sia-sia. Tuntutan yang mereka serukan di Twitter akhirnya mendapat jawaban. Nadiem mengeluarkan Permendikbud 25 Th 2020 dengan 4 arahan;

(1) UKT dapat disesuaikan untuk mahasiswa yang keluarganya mengalami kendala finansial akibat pandemi covid-19.

(2) Mahasiswa tidak wajib membayar UKT jika sedang cuti kuliah atau tidak mengambil SKS sama sekali.

(3) Pemimpin perguruan tinggi dapat memberikan keringanan UKT dan/atau memberlakukan UKT baru terhadap mahasiswa. 

(4) Mahasiswa pada masa akhir kuliah membayar paling tinggi 50% UKT jika mengambil kurang atau sama dengan enam SKS. Dengan ketentuan semester 9 bagi mahasiswa program S-1 dan D-4 serta semester 7 bagi mahasiswa program D-3.

Demikian pantauan Netray terkait beban UKT yang menjadi pokok permasalahan dalam aksi tagar tuntutan yang diserukan mahasiswa selama pandemi. Meskipun tidak selalu berhasil mendapat apa yang menadi tuntutan, aksi tagar menuntut keringan UKT yang diinisiasi oleh sejumlah akun komunitas mahasiswa di Twitter cukup efektif dan mampu menggerakkan pihak-pihak bersangkutan untuk angkat bicara.

Netray Diluncurkan Juli 2020: Media Monitoring Terbuka untuk Pengguna Mandiri

Press Release

Juli 2020: Netray (https://netray.id), produk Media Monitoring berbasis analisis big data dan kecerdasan buatan diluncurkan untuk pengguna mandiri pada 9 Juli 2020. Netray yang selama ini mengakomodasi pemantauan media sosial dan media berita daring untuk kepentingan bisnis korporasi, kini ingin menjadi solusi bagi kalangan yang lebih luas yang juga memiliki kebutuhan untuk mengetahui perbincangan netizen di media sosial maupun isu-isu yang sedang hangat di portal media daring. Netray menyadari bahwa kebutuhan itu tidak terbatas hanya pada perusahaan dan institusi tertentu, tetapi juga pengguna perorangan seperti mahasiswa dan para peneliti.

“Dengan diluncurkannya Netray, kami berharap bisa memberi dan menjadi solusi kebutuhan masyarakat mengenai Media Monitoring Service yang dapat diakses oleh kalangan luas dan user-friendly, terutama saat ini Netray terbuka baik untuk bisnis maupun untuk pribadi,” kata Banu Antoro, Chief Operating Officer Netray.

“Kami juga akan selalu bersemangat menghadapi tantangan-tantangan di depannya untuk terus mengembangkan Netray hingga menjadi Media Monitoring Tools yang paling unggul terutama di Indonesia,” tambah Banu.

Bagaimana Netray Bekerja?

Netray merupakan sebuah media monitoring platform tool berbasis analisis big data dan kecerdasan buatan yang dapat memproses jutaan data dengan sentimen analisis. Data ini mudah terbaca karena dikonversikan ke dalam grafik. Melalui statistik dari data yang dikumpulkan, pengguna pun bisa mendapatkan gambaran mengenai seberapa ramai suatu topik dibicarakan di sosial media maupun portal berita daring. Selain itu, Netray menerapkan metode deep learning untuk menganalisis sentimen dan meningkatkan akurasi dalam analisis big data.

“Teknologi internet yang semakin maju dan akses internet yang semakin mudah berimbas pada semakin banyaknya informasi yang beredar di internet. Netray yang memanfaatkan teknologi terbaru seperti Machine Learning dan Deep Learning, berusaha menguraikan informasi tersebut agar semakin mudah dipahami oleh masyarakat. Harapannya agar masyarakat semakin teredukasi dalam mencerna informasi dan memanfaatkannya pada hal yang positif,” kata Moch Ari Nasichuddin, Machine Learning Engineer Netray.

Dengan Netray kita dapat memantau opini publik terhadap suatu isu. Bagi pemilik usaha, mereka dapat melihat opini publik tentang brand atau trend yang sedang naik saat ini. Netray juga dapat digunakan akademisi untuk mendapatkan analisis sosial media dan pemberitaan daring terkait tugas atau penelitiannya.

Netray menganalisis suatu data dengan menggunakan kata kunci yang dpat berupa isu, kata, atau tagar yang diperoleh melalui media sosial seperti, Twitter, Instagram, Facebook, maupun media berita daring. Selanjutnya, data akan dianalisis dengan analisis sentimen berdasarkan muatan emosi yang terdapat di dalam suatu kalimat. Kemudian grafik mengenai isu atau brand akan tersaji. 

Membaca Opini dan Framing Sebuah Isu Melalui Sentimen Analisis

Analisis sentimen merupakan muatan emosi (label emosi) dalam suatu kalimat di media sosial. Netray membaginya menjadi beberapa kategori. Label positif pada suatu kalimat berarti warganet antusias, menyukai, dan senang. Label netral menunjukan suatu ekspresi tidak menyukai ataupun membenci. Sementara label negatif berisi tanggapan warganet yang tidak menyukai, marah, atau benci. 

Dalam melihat sebuah isu besar, analisis sentimen menjadi penting karena dapat diketahui secara cepat bagaimana opini yang berkembang di masyarakat terhadap isu tersebut. Bagaimana arah pembahasan dan framing media terhadap suatu isu juga dapat dilihat secara cepat melalui hasil analisis Netray.

Jaringan Percakapan Sebagai Instrumen Analisis

Dengan kecerdasannya, Netray juga mampu menyajikan jaringan percakapan sebagai instrumen analisis. Jaringan percakapan akan memperlihatkan akun-akun yang paling banyak ditandai warganet ketika membahas suatu topik. Melalui jaringan percakapan, pengguna Netray dapat mengetahui seberapa luas sebuah topik dibahas sekaligus melihat siapa akun yang paling berpengaruh dalam topik tersebut.

Membaca Topik Secara Cepat dan User-Friendly

Selain kemampuan-kemampuan di atas, Netray juga menghadirkan sensasi pembacaan data yang sangat user-friendly. Netray memiliki kemampuan membaca topik secara cepat melalui “Top Words”. Selain itu, Netray juga dapat menunjukkan topic traffic melalui “Peak Time”. Dengan Peak Time, pengguna Netray dapat mengetahui intensitas perbincangan topik per waktu. Lainnya, Netray juga dapat memudahkan penggunanya membaca isi topik melalui kicauan dan media populer.

“Bukan hanya korporasi atau politik saja, tetapi dengan adanya paket baru dari Netray, sekarang memungkinkan semua orang bisa memakai Big Data dan Artificial Intelligence untuk sebagai media monitoring dan menganalisa kebutuhannya. Apakah UMKM, influencer ataupun selebgram. Anda cukup mulai mendaftar di Netray.id dengan gratis,” tegas CEO Netray, Moho Setiya dalam keterangannya.

Melihat Beberapa Kasus Kekerasan Seksual yang Sempat Menjadi Sorotan Publik

Kasus kekerasan seksual seolah tidak pernah hilang dari permasalahan publik. Hal ini menjadi kian miris ketika melihat beberapa peristiwa muncul dan menghebohkan masyarakat dengan kasus yang beragam. Para pelaku dan korban biasanya pun bukan orang tidak dikenal, melainkan berasal dari orang yang dikenal atau bahkan orang terdekat korban.

Netray memantau pembahasan terkait beberapa kasus kekerasan seksual yang sempat menjadi sorotan publik. Dari pelecehan hingga pemerkosaan menjadi topik utama yang kerap terjadi di masyarakat. Lalu bagaimana hasil pantauan Netray terkait topik seputar kekerasan seksual?

Pantauan News Netray

Netray memantau pemberitaan di media online terkait topik kekerasan seksual yang menjadi sorotan publik selama 09 Juni 2020 s.d 08 Juni 2020. Selama rentang waktu tersebut setidaknya ditemukan sebanyak 2,692 jumlah pemberitaan yang berasal dari 98 media.

Selama rentang waktu tersebut pemberitaan didominasi oleh sentimen negatif dengan kategori terkait permasalahan seputar hukum. Untuk memantau pemberitaan tersebut Netray menggunakan beberapa kata kunci seperti, kekerasan seksual, korban kekerasan seksual, pelecehan seksual, dan pemerkosaan. Terlihat, dalam periode tersebut terjadi beberapa puncak pemberitaan, dan puncak pemberitaan tertinggi terjadi pada 02 Juli 2020.

Puncak Pemberitaan

Pada tanggal tersebut ditemukan total pemberitaan mencapai 247 artikel. Adapun pembahasan pada tanggal tersebut didominasi oleh topik seputar dikeluarkannya RUU PKS dari Prolegnas Prioritas 2020 dan pelecehan seksual yang terjadi di gerai kopi Starbucks.

Kedua topik tersebut mendominasi pembahasan di media pemberitaan online selama beberapa waktu. Tingginya jumlah kasus kekerasan seksual menyebabkan dibutuhkannya intervensi negara. Akan tetapi, RUU yang diharap dapat mewujudkan perlindungan tersebut justru terus mengalami penundaan pembahasan.

Dalam sehari setidaknya terdapat beberapa pemberitaan terkait peristiwa kejahatan seksual yang terungkap atau dilaporkan oleh korban. Namun, tidak sedikit yang memilih untuk bungkam dikarenakan rasa takut atau malu bila diketahui oleh orang lain. Berikut beberapa kasus kekerasan seksual yang sempat menjadi sorotan publik.

Dicekoki Pil Hingga Diperkosa Bergilir

Peristiwa miris ini ramai menjadi di pemberitaan sejak 12 Juni 2020. Seorang gadis berusia 16 Tahun harus meregang nyawa setelah diperkosa secara bergilir oleh lima orang yang salah satunya merupakan kekasih korban. Peristiwa yang terjadi di Tangerang ini masuk dalam kategori kejahatan luar biasa yang dikecam oleh banyak pihak.

Pemerkosaan Gadis Keterbelakangan Mental dan Begal Payudara

Oknum 3 satpam harus diringkus oleh polisi akibat kejahatan yang mereka lakukan terhadap gadis keterbelakangan mental. Perbuatan keji tersebut terjadi setelah mereka menipu daya korban. Selain itu, kekerasan seksual lainnya yaitu aksi ‘begal payudara’. Aksi ini bukan merupakan peristiwa baru, aksi ini kerap terjadi di masyarakat dan terjadi di beberapa wilayah. Korban biasanya tengah mengendarai motor dan secara tiba-tiba payudara milik korban diremas.

Setidaknya dalam sehari ditemukan beragam pemberitaan terkait kekerasan seksual yang terus terjadi di Indonesia. Kejahatan tersebut cukup beragam, dari begal payudara, pemerkosaan, hingga kejahatan pedofilia.

Kekerasan ini menyebabkan gangguan psikis korban dan pemulihan membutuhkan waktu yang panjang. Tidak sedikit dari mereka yang memilih bungkam atau bahkan para korban memilih untuk mengakhiri hidup mereka. Belum adanya jaminan perlindungan hukum dan kesehatan untuk para korban membuat semakin tidak berdaya dan justru kerap disalahkan, baik dituding mengundang atau berpakaian terbuka. Padahal beberapa penelitian justru menunjukkan mereka yang menjadi korban kekerasan seksual kerap kali bukan yang mengenakan pakaian terbuka atau dalam kondisi yang rentan mengundang hawa nafsu lawan jenis.

Alih-alih mendapat perlindungan para korban kekerasan seksual justru lebih kerap disalahkan dan kasus berakhir dengan pidana tanpa adanya perlindungan kesehatan untuk korban. Tingginya jumlah kasus di Indonesia menyebabkan dibutuhkannya undang-undang yang mengatur dan memberikan perlindungan untuk para korban. Pemerintah diharap fokus dalam memperhatikan perlindungan hukum yang dibutuhkan oleh rakyat. Namun, ditundanya pembahasan RUU PKS dalam Prolegnas Prioritas 2020 seakan mematahkan semangat masyarakat para pendukung RUU ini. Oleh karena itu, masyarakat hanya dapat berharap RUU ini tetap masuk prioritas pembahasan dan segera disahkan.

RUU PKS Dikeluarkan dari Prolegnas Prioritas 2020, Warganet: Bentuk Abai DPR

Perbincangan terkait RUU bermasalah terus mencuat di masyarakat setelah RUU Minerba, RUU HIP, hingga Omnibus Law terus menjadi polemik di masyarakat. Termasuk diantaranya RUU PKS atau Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang belakangan ramai disuarakan.

Kosa kata populer terkait topik ini pun berkaitan dengan perbincangan seputar Pelecehan Seksual, Korban, Sahkan, hingga tagar #sahkanruupks yang sempat menjadi trending. Lalu bagaimana pembahasan topik ini di media pemberitaan online?

Pantauan News Netray

Netray memantau pembahasan media pemberitaan online dan perbincangan warganet terkait RUU PKS. Selama 23 Juni s.d 05 Juli 2020 ditemukan sebanyak 250 artikel yang berasal dari 45 media. Dengan didominasi kategori pemberitaan terkait hukum dan pemerintah.

Di media pemberitaan, pembahasan terkait RUU PKS kembali memuncak sejak tanggal 30 Juni 2020. Masyarakat telah lama meminta agar RUU ini segera disahkan. Mengingat maraknya kasus kekerasan seksual dan tidak adanya perlindungan hukum yang jelas bagi korban. Akan tetapi, yang terjadi saat ini justru RUU PKS ditarik dari Prolegnas Prioritas 2020.

Dikeluarkannya RUU PKS dari Prolegnas Prioritas 2020

Pada tanggal 30 Juni 2020 pembahasan terkait RUU PKS kembali mencuat di media pemberitaan online. Hal tersebut terkait dikeluarkannya RUU PKS dari Prolegnas Prioritas 2020. Komisi VIII DPR RI mengajukan penarikan dengan alasan sulitnya pembahasan terkait Rancangan Undang-Undang tersebut. RUU PKS bukan merupakan RUU baru. Namun, sejak bertahun-tahun pembahasannya tidak kunjung mendapat kemajuan dan mandek di legislasi.

Hal tersebut sontak menimbulkan kecaman dari berbagai pihak yang menilai DPR abai terhadap kepentingan rakyat. Terlebih dengan alasan DPR yang mengeluhkan sulitnya pembahasan RUU PKS. RUU ini telah lama menuai polemik di masyarakat, terlebih tudingan kelompok masyarakat yang kontra dan menilai RUU ini berbahaya dan tidak sesuai dengan prinsip bangsa Indonesia. Mereka menilai RUU ini akan melegalkan dari aborsi hingga LGBT. Namun di sisi lain, mereka yang pro dengan disahkannya RUU ini merupakan kelompok pembela kaum perempuan yang meminta perlindungan hukum untuk para perempuan dan para korban kekerasan seksual.

Suara dan Kecaman Berbagai Pihak

Berdasarkan pantauan Netray, terlihat bingkai media pemberitaan yang menunjukkan kritik terkait dikeluarkannya RUU PKS. Dari seniman, budayawan, LSM, Komnas HAM, para aktivis, hingga mahasiswa menyindir kinerja DPR yang dinilai tidak serius dalam pembahasan RUU ini.

Selama ini penanganan korban kekerasan seksual hanya mengacu pada KUHP yang dinilai belum mampu memberi payung hukum bagi para korban. Selain tingginya jumlah kasus, tidak semua kasus selesai dengan pidana dan perlindungan untuk korban. Sementara itu, para korban membutuhkan pemulihan yang panjang dan perlindungan kesehatan untuk dapat beraktivitas secara normal kembali. Itulah sebabnya negara seharusnya hadir untuk menjamin dan memberikan perlindungan.

Pantauan Perbincangan Warganet

Di Twitter perbincangan terkait topik tersebut mencapai 462 total cuitan dengan dominasi oleh cuitan bersentimen negatif. Ditariknya RUU PKS dari Prolegnas juga menimbulkan kecaman yang dilayangkan oleh warganet.

Perbincangan memuncak pada 05 Juli 2020 dengan jumlah cuitan mencapai 227 dalam kurun waktu 24 jam. Warganet menganggap DPR tidak peka terhadap kondisi yang dihadapi saat ini. Angka kasus yang tinggi menyebabkan RUU ini memiliki urgensi yang jelas dan harus segera disahkan.

Dalam kurun waktu belakangan, perbincangan terkait berbagai Rancangan Undang-Undang terus menjadi perhatian publik. Sebagian masyarakat resah terkait polemik dan kebijakan yang diterapkan justru tidak berpihak pada masyarakat. Dari Omnibus Law, RUU KUHP, RUU Minerba, RUU HIP, hingga RUU PKS terus mengalami gejolak kontroversial. Artinya, diperlukan adanya kajian yang jelas terhadap berbagai Rancangan Undang-Undang dan pasal-pasal yang akan diterapkan. Pemerintah memiliki kewajiban membuat kebijakan yang berpihak pada rakyat agar rakyat merasa negara hadir untuk menjamin dan memberikan perlindungan.

Apabila melihat bagaimana pentingnya RUU PKS untuk segera disahkan, bukan tidak mungkin jika terus mengalami penundaan akan berdampak pada semakin tingginya angka kekerasan seksual yang terus terjadi di Indonesia. Lalu bagaimana menurut kamu?

Kontroversi Aksi Sujud Bu Risma, Cerminan Pemimpin Perempuan di Tengah Pandemi?

Sebuah video amatir menunjukan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini atau biasa dipanggil Bu Risma bersujud meminta maaf sembari menangis di hadapan sejumlah dokter dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Ia meminta maaf setelah salah satu pengurus IDI Surabaya memaparkan penyebab kematian pasien COVID-19 di Surabaya yang tinggi.

Pantauan Media

Aksi sujud Bu Risma mendatangkan sejumlah kontroversi yang dibingkai melalui pemberitaan media. Para pencari berita terbagi menjadi dua kubu yakni mereka yang memandang aksi tersebut sebagai hal yang positif. Namun, tak sedikit pula yang melihatnya tak pantas. Dari pantauan Netray atas pemberitaan media massa terkait aksi Wali Kota Surabaya ini, mulai tanggal 28 Juni hingga 4 Juli yang lalu terdapat 155 berita yang dikeluarkan oleh 45 portal media massa.

Pada hari peristiwa, 29 Juni 2020, terdapat 20 pemberitaan positif dan 28 berita dengan sentimen negatif. Esoknya jumlah negatif meningkat tetapi sentimen positif turun.

Aksi sujud Risma ini mempengaruhi persepsi media massa secara umum kepadanya. Sebelum peristiwa tersebut terjadi, sentimen terhadap Wali Kota Surabaya ini cenderung mengarah ke positif. Dari pantauan Netray sejak awal bulan Juni 2020 hingga sehari sebelum peristiwa, pemberitaan dengan sentimen positif sangat mendominasi.

Hal ini menunjukan bahwa kepemerintahan Tri Rismaharini di Surabaya selama ini mendapat dukungan dari media massa atas prestasi-prestasinya. Namun momentun ini berbalik ketika Surabaya dianggap keteteran mengatasi pandemi virus covid-19.

Selama sebulan terakhir, pemberitaan terkait penanganan pandemi oleh Pemda terfokus pada dua lokasi titik panas yakni DKI Jakarta dan Jawa Timur

Secara garis besar pemberitaan di media massa masih mengapresiasi langkah-langkah pemerintah dalam menangani pandemi. Hanya saja mendekati akhir bulan, sentimen kembali berubah ke arah negatif dengan banyaknya kasus penanganan covid-19 yang tidak segera menampakkan hasil.

Terlihat dari grafik di atas bahwa tanggal 29 Juni ketika Presiden Joko Widodo marah terhadap kabinetnya, pemberitaan terkait penanganan pandemi covid-19 berayun ke arah negatif. Berikut adalah contoh-contoh berita yang didapatkan oleh Netray.

Di tengah memburuknya kinerja pemerintah dalam menangani pandemi ini lah aksi sujud di hadapan dokter IDI Surabaya menyeruak. Seakan menjadi gong bahwa penanganan pandemi yang selama ini dijalankan tak begitu efektif jalannya.

Warganet Twitter Berbicara
Lantas bagaimana tanggapan warganet terhadap aksi sujud Bu Risma ini? Dari pantauan Netray, kata kunci Risma sujud menghasilkan 12 ribu cuitan dengan jangkauan hingga 41 juta selama 5 hari pemantauan sejak 29 Juni 2020.

Warganet pun memiliki pandangan yang sama seperti media massa di Indonesia. Sentimen negatif cenderung mendominasi perbincangan kala melihat aksi sujud tersebut. Salah satu cuitan yang mendapat respon cukup tinggi berasal dari akun @RomitsuT. Ia menduga bahwa apa yang dilakukan Bu Risma ini adalah sebuah drama rekayasa semata.

Menariknya, Bu Risma sebagai aktor bukanlah satu-satunya yang mendapat kecaman dari publik. Dari data yang dihimpun oleh Netray, latar belakang Tri Rismaharini sebagai kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) juga menjadi sasaran. Warganet melihat ada kesamaan watak dari partai berlambang banteng ini. Sehingga impresi negatif pun mengarah ke kader partai lain seperti Puan Maharani, bahkan hingga Presiden Joko Widodo pun tak luput.

Meski tak lagi merepresentasi partai ketika seorang politisi menjadi pejabat publik, masyarakat Indonesia melihat partai saat ini seperti sebuah ideologi. Partai bukanlah organisasi politik tempat agregasi kepentingan masyarakat, tetapi sebuah mentalitas yang menaungi kader-kadernya.

Pemimpin Perempuan
Dinamika pemimpin perempuan juga menjadi obrolan yang cukup hangat di kalangan warganet karena dipicu aksi sujud Bu Risma. Di tengah berkembangnya berita kesuksesan pemimpin perempuan di luar negeri, mau tidak mau aksi sujud ini ikut mendapat perhatian. Sebagian besar masih memandang bahwa aksi sujud ini adalah contoh bagaimana perempuan siap mencurahkan segala emosinya ketika memimpin. Meski tak sedikit pula yang justru berbalik melihat hal tersebut sebagai kelemahan pemimpin perempuan.

Berikut tadi dinamika yang berhasil ditangkap Netray terkait aksi sujud Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Baik framing media maupun komentar warganet cenderung melihat hal ini sebagai suatu aksi yang memiliki intonasi negatif. Meski tak sedikit pula yang mengapresiasinya. Netray juga berhasil melihat hubungan antara aktor dengan lingkungan di sekitarnya yang menunjukan tak ada aktor politik yang berdiri sendiri. Latar belakang aktor juga menjadi fokus penilaian dari masyarakat serta media massa.

Penolakan RUU HIP Masih Menggema, Warganet: Musuh Terbesar adalah Mereka yang Memeras Pancasila

Pengumuman penundaan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) tidak menghentikan polemik yang beredar di kalangan masyarakat. Keputusan penundaan ini resmi disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD pada Selasa, 16 Juni 2020 melalui akun Twitternya. Selain ingin fokus menangani pandemi Covid-19, alasan pemerintah menunda hal ini ialah meminta DPR agar berdialog dan menampung lebih banyak aspirasi masyarakat terkait hal ini. Lantas seperti apa pemberitaan media dan bagaimana tanggapan warganet terkait RUU ini?

RUU HIP Resmi Ditunda

Rapat kabinet terbatas 16 Juni 2o2o yang dipimpin oleh Presiden Jokowi di Istana Negara secara resmi memutuskan penundaan pembahasan RUU HIP. Ratas ini dihadiri oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly serta Kepala Badan Intelejen Negara Budi Gunawan. Dalam keputusannya, pemerintah memutuskan tidak mengirimkan surat presiden untuk pembahasan dengan DPR.

Lantas, keputusan ini tidak meredam polemik publik tentang hal ini. Pemberitaan terkait RUU HIP masih menjadi sorotan hangat media berita daring Indonesia hingga saat ini.

Berdasarkan pantauan media monitoring Netray selama periode 16 Juni-05 Juli 2020, isu ini masih ramai diperbincangkan media berita daring Indonesia. Terdapat 4.488 artikel dengan total 108 media berita daring yang membahas topik RUU HIP.

Polemik RUU HIP

Sejak diusulkan pada tanggal 17 Desember 2019, beberapa pasal dalam RUU HIP mengundang kontroversi dari beberapa kalangan. Tidak dimasukkannya TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 hingga kontroversi Ekasila dan Trisila menjadi alasan RUU ini perlu dikaji ulang sehingga ditunda pembahasannya.

Penolakan tegas terhadap RUU ini datang dari berbagai kalangan. Beberapa pasal yang dimuat dianggap dapat membahayakan dan hanya menguntungkan salah satu pihak saja, yakni pemerintah. Salah satunya dalam pasal 43 ayat (1) RUU HIP yang berbunyi, “Presiden merupakan pemegang kekuasan dalam pembinaan haluan ideologi Pancasila.” Dengan keberadaan pasal ini, Presiden dianggap sebagai Pancasilais sehingga apabila ada pihak yang bersebrangan dengan Presiden akan dianggap sebagai penentang haluan ideologi pancasila.

Desakan pembatalan dilayangkan berbagai pihak. Status penundaan dianggap belum cukup meredam keresahan rakyat. RUU HIP dianggap telah mendegradasi nilai Pancasila. Tidak dicantumkannya TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 juga meresahkan akan munculnya ajaran komunisme/liberisme.

Demo dan Pembakaran Bendera

Dari hasil pantauan Netray, topik ini kembali memuncak pada tanggal 26 Juni 2020 dengan dominasi sentimen negatif. Pemberitaan terkait pembakaran bendera PDIP pada demo penolakan RUU HIP menjadi sorotan media.

Pada tanggal 24 Juli 2020, sejumlah ormas yang tergabung dalam Aliansi Anti Komunis (ANAK) melakukan aksi demo penolakan RUU HIP di depan gedung MPR/DPR, Jakarta Pusat. Aksi ANAK yang dimotori oleh FPI, PA 212, dan GNPF Ulama ini berbuntut panjang. Adanya pembakaran bendera PDIP telah membuat geram sejumlah elite hingga Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri.

Dalam surat hariannya, Ketum PDIP ini menginstruksikan seluruh jajaran partainya untuk merapatkan barisan dan menempuh jalur hukum.

Tidak berhenti di sini, pelaporan terhadap Rieke Diah Pitaloka dan Hasto Kristiyanto oleh Anggota Tim Advokasi Anti Komunis (Taktis) pada tanggal 1 Juli 2020 juga menjadi sorotan media. Namun, menurut kuasa hukum Taktis, Aziz menyebutkan bahwa penyidik Polda Metro Jaya menolak kasus pelaporan berupa Laporan Polisi dan memutuskan hal tersebut sebagai pengaduan masyarakat.

RUU HIP di Mata Warganet Twitter

Dalam rentang waktu yang sama, Netray juga memantau topik ini di media Twitter. Dengan kata kunci ‘ruu hip’, ‘ruuhip’, dan ‘pancasila’, ditemukan cuitan sebanyak 175 ribu tweets dengan dominasi sentimen negatif sebanyak 76 ribu.

Pada tangal 19 Juni 2020, perbincangan topik ini ramai dicuitkan warganet. Penolakan hingga seruan degradasi nilai Pancasila santer dibicarakan. Hal ini dapat dilihat dari kolom Top Words yang menunjukkan kosakata ‘pancasila’ dan ‘tolak’ berada pada baris utama.

Seperti halnya pemberitaan di media berita daring, warganet juga mengkritisi substansi dalam RUU tersebut. Salah satunya adalah Pasal 7 yang berisikan tentang ciri pokok Pancasila.

Pasal ini memuat 3 ayat, yang berbunyi:
(1) Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/ demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan
(2) Ciri Pokok Pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.
(3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.

Pasal ini dianggap telah mereduksi nilai Pancasila yang telah dijadikan dasar negara semenjak kemerdekaan. Konsep Trisila hingga Ekasila yang diusulkan juga dianggap sebagai perbuatan makar tim pengusulnya sehingga santer PDIP dan Megawati menjadi sorotan warganet.

Tanggal 21 Juni tagar #tangkapmegabubarkanpdip ramai dicuitkan warganet. Bola api terus dilemparkan warganet kepada PDI dan Megawati. Fraksi PDIP yang menjadi ketua tim pengusul RUU ini dianggap sebagai musuh karena telah dianggap memeras Pancasila sehingga serangkaian kritik dilayangkan ribuan warganet. Hingga kejadian pembakaran bendera pada demo (24/06/2020) dianggap sebagai bentuk kekecawaan masyarakat terhadap partai tersebut.

Jaringan Percakapan dan Top Inisiator

Pada jaringan percakapan, terlihat akun-akun yang banyak ditandai oleh warganet dalam perbincangan pada topik ini. Selain akun Jokowi, PDI-Perjuangan, dan DPR-RI, akun-akun perorangan yang masuk ke dalam top akun juga banyak mendapat respon dari warganet, seperti @ustadtengkuzul, @geloraco, dan @haikal_hassan.

Dengan demikian, berdasarkan pantauan media monitoring Netray sampai saat ini pemberitaan RUU HIP tidak berhenti menjadi sorotan media pemberitaan. Penolakan RUU ini terus dilayangkan oleh berbagai kalangan. Status penundaan hingga revisi pasal kontroversi tidak mampu meredamkan keresahan masyarakat. Hingga saat ini masyarakat masih menantikan pembatalan RUU HIP ini.

PHK Menghantui Perusahaan Startup Kala Pandemi

Pandemi Covid-19 menghantam keras perekonomian Indonesia. Minimnya daya beli masyarakat akibat terbatasnya aktivitas menyebabkan gelombang PHK yang tidak terhindarkan. Terutama bagi perusahaan rintisan atau dikenal dengan startup. Di masa pandemi, perusahaan jenis ini hanya dapat menjalankan sektor inti yang tetap digunakan oleh masyarakat. Lalu bagaimanakah nasib perusahaa startup saat ini? Simak pantauan Netray.

Pantauan News Netray

Netray memantau pemberitaan terkait kabar perusahaan startup sejak 18 Juni 2020 s.d 01 Juli 2020. Pada periode tersebut ditemukan sebanyak 1.932 total pemberitaan melalui 113 media dengan didominasi pemberitaan seputar keuangan dan pemerintah.

Imbas pandemi Covid-19 kali ini harus dirasakan oleh berbagai perusahaan rintisan di Indonesia. Tidak sedikit dari perusahaan tersebut yang harus merumahkan karyawannya tanpa gaji atau bahkan memberhentikan secara paksa.

Pemberitaan Seputar Gelombang PHK Startup

PHK masal harus dilakukan oleh sejumlah perusahaan rintisan yang bahkan berstatus unicorn dan decacorn. Merumahkan karyawan tanpa gaji hingga melakukan PHK masal tentu menjadi pilihan terakhir perusahaan di masa sulit saat ini. Beberapa startup yang telah melakukan hal tersebut diantaranya, Traveloka, Uber, Grab, dan Gojek.

Krisis dan kesulitan membayar gaji karyawan menjadi penyebab terjadinya pengurangan karyawan. Hal tersebut harus menjadi pilihan perusahaan bila ingin tetap bertahan. Selain itu, terjadinya perubahan kebutuhan konsumen dan gaya hidup menyebabkan sejumlah layanan yang dimiliki startup dinilai tidak lagi relevan dengan kondisi pandemi saat ini.

Grab dan Gojek menjadi salah satu startup yang harus merumahkan dan memberhentikan masal sejumlah karyawannya. Kondisi yang tidak memungkinkan menyebabkan perusahaan ini harus menghilangkan beberapa layanan yang tidak lagi relevan saat ini. Meski demikian, perusahaan ini akan memenuhi hak-hak para karyawannya untuk membayarkan pesangon setelah diberhentikan.

Status unicorn yang dimiliki sejumlah perusahaan startup memang tidak menjadikan perusahaan tersebut kebal menghadapi Covid-19. Hal tersebut tidak hanya di Indonesia melainkan juga di seluruh dunia, termasuk Amerika dan India yang telah lebih dulu merumahkan karyawannya untuk meminimalisir pengeluaran perusahaan.

Akibat Dari Tingginya angka PHK

Persentase angka pengangguran dan kemiskinan tentu akan meningkat tajam setelah terjadinya gelombang PHK saat ini. Akibatnya pertumbuhan ekonomi akan melambat hingga tidak akan mencapai target pertumbuhan pada tahun ini. Hal ini tentu menjadi kenyataan pahit yang harus diterima.

Bergabung dengan platform digital seperti Grab dan Gojek menjadi pilihan utama untuk mereka para pekerja lepas yang kehilangan pemasukan. Perusahaan yang memaksimalkan sektor transportasi, dan antar jemput makanan ini masih terus bergeliat meski baru saja menghilangkan beberapa layanannya. Sulitnya mencari pekerjaan saat ini menyebabkan platform digital ini semakin digandrungi.

Catatan Bagi Pemerintah dalam Upaya Penanganan Pengangguran

Penanganan pengangguran menjadi PR bagi pemerintah, bila tidak tertangani maka Indonesia akan mengalami ledakan angka pengangguran. Meski tanpa adanya pandemi pun pengangguran telah menjadi permasalahan lama bagi pemerintah.

Pemerintah telah berupaya mengkampanyekan tatanan kehidupan baru di masa transisi PSBB yang telah berakhir di sejumlah wilayah. Namun, hal tersebut tidak menjadikan pusat perbelanjaan kembali ramai dan masyarakat dapat beraktivitas secara normal kembali. Kenyataannya, pusat perbelanjaan masih saja sepi pengunjung. Meski pemerintah DKI Jakarta telah melarang perusahaan melakukan PHK di masa transisi, tetapi kebijakan tersebut harus tetap dilakukan perusahaan agar dapat bertahan.

Dalam upaya penanganan jumlah pengangguran pemerintah juga telah meluncurkan kartu pra kerja yang digadang akan mengutamakan para korban PHK. Namun, dalam pelaksanaannya kartu ini masih menuai permasalahan yang dikeluhkan masyarakat. Hal ini yang seharusnya menjadi fokus perhatian pemerintah agar mengevaluasi hal tersebut.

Untuk dapat bertahan di masa sulit saat ini perusahaan startup dinilai harus mengubah model bisnis. Efisiensi dan evaluasi layanan menjadi fokus utama agar dapat tetap bertahan di masa ini. Pemerintah juga berupaya untuk memaksimalkan peran dengan bekerja sama dengan Gofood salah satu layanan milik Gojek untuk dapat membuat UKM bangkit di masa pandemi.

Pandemi Covid-19 menjadi kabar buruk bagi sektor ekonomi sosial masyarakat. Imbas berkepanjangan pun harus dirasakan seluruh masyarakat, termasuk pelaku bisnis perusahaan rintisan. Meski demikian masyarakat diharap dapat kembali bangkit dan bersama melewati masa sulit ini.