Menghadapi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng sawit, wacana minyak goreng kelapa sebagai alternatif mencuat ke publik. Komoditas kelapa kembali diperhitungkan karena memiliki areal perkebunan seluas 3,38 juta hektar yang mampu menghasilkan 2,7 juta ton kelapa segar pada tahun 2021. Dengan potensi ini tak heran bila Indonesia mampu menjadi negara produsen kelapa terbesar di dunia.
Namun fakta tersebut tak lantas membuat masyarakat otomatis beralih ke minyak kelapa sebagai alternatif ketika terjadi krisis seperti saat ini. Ada sejumlah faktor yang membuat masyarakat tidak lagi menggunakan minyak kelapa sebagai bahan memasak makanan. Meskipun minyak kelapa sendiri sudah jamak digunakan sejak beberapa generasi terdahulu.
Tingkat Konsumsi Minyak Kelapa Domestik
Hasil riset yang diterbitkan oleh Kemenperin menunjukan fakta bahwa jumlah konsumsi minyak kelapa domestik di masa lalu tergolong cukup tinggi. Pada tahun 2006 rata-rata per kapita mengkonsumsi sebesar 0,1 liter per minggu. Konsumsi ini adalah tertinggi di antara konsumsi minyak dan lemak lainnya yang berkisar pada rata-rata 0–0,095 per kapita.
Hingga tahun 2013 pola konsumsi minyak kelapa dan lemak tidak jauh berubah, yakni konsumsi minyak kelapa masih di angka 0,1 liter per minggu sementara konsumsi minyak lainnya juga antara 0–0,01 liter per minggu.
Sementara data terbaru yang dirilis oleh BPS pada tahun 2020 dan 2021 menunjukkan rata-rata konsumsi minyak kelapa tiap kabupaten/kota turun di level 0–0,1 liter per minggu.
Jika dibandingkan dengan konsumsi minyak goreng jenis lainnya, daya konsumsi minyak kelapa secara domestik pada dewasa ini terbilang sangat rendah. Hal tersebut dapat diamati melalui grafik berikut ini.
Minyak goreng sawit masih menjadi primadona di dalam negeri apabila dihadapkan dengan tingkat konsumsi minyak kelapa. Minyak kelapa terdesak oleh minyak sawit yang lebih tinggi produktivitasnya dan lebih murah harganya. Tak heran bila kemudian konsumsi pasar terhadap minyak sawit terus mengalami peningkatan sedangkan jenis minyak goreng lainnya masih belum dapat dilirik sebagai sumber alternatif bagi kebutuhan masyarakat.
Di sisi lain, permintaan kelapa segar untuk konsumsi langsung juga masih terbilang tinggi.Hal ini juga memengaruhi peran kelapa sebagai bahan dasar minyak goreng asal kelapa. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2002–2019, data konsumsi kelapa oleh rumah tangga dalam bentuk kelapa butir adalah rata-rata 5–8 butir/kapita/tahun.
Produk hasil olahan minyak kelapa sebetulnya ada 2 yaitu minyak kelapa dan kethak/bungkil kelapa. Produksi optimum yang dapat dihasilkan oleh kapasitas 2 ton daging kelapa adalah sekitar 30–35% minyak kelapa atau sekitar 600 kg-700 kg minyak kelapa.
Oleh karena itu, dengan menggunakan input sebanyak 2 ton daging kelapa akan diperoleh bungkil kelapa sebanyak 400 kg sampai 500 kg. Produk ini dapat dijual sebagai bahan baku industri pembuatan pakan ternak dengan harga Rp 500 sampai dengan Rp 600 per kg.
Produksi dan Luasan Perkebunan Kelapa di Indonesia
Fakta terkait produksi kelapa nasional memang sudah disinggung di awal tulisan tadi. Hanya saja belum dijelaskan secara lebih detail seberapa besar industri kelapa di Indonesia sehingga bisa menjadi nomor satu di dunia.
Menurut data BPS, Riau merupakan provinsi dengan produksi terbesar untuk kelapa. Adapun sentra utama produksi kelapa di Riau terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir dengan kontribusi produksi sebesar 82,46% dari total produksi kelapa dalam Provinsi Riau.
Selain Riau, Sulawesi Utara juga menjadi salah satu provinsi dengan luasan lahan perkebunan kelapa terluas di Indonesia. Dilansir melalui laman antaranews.co pada Triwulan I 2020 Sulut mampu mengekspor Crude Coconut Oil (minyak kelapa mentah) sebanyak 17. 897 ton ke Belanda dan menghasilkan devisa bagi negara sebesar 13,59 juta dolar AS.
Jumlah produksi minyak kelapa tentu beriringan dengan jumlah produksi kelapa di suatu wilayah. Dalam skala dunia Indonesia mampu menempati urutan teratas produsen kelapa terbesar di dunia. Kemudian selain Indonesia negara mana sajakah yang juga menjadi pesaing pemasok kelapa dunia?
Catatan Kemenperin dalam karya tulis ilmiah tahun 2015 dengan judul Pengembangan Minyak Kelapa mencatat pada tahun 2011, total produksi minyak kelapa Indonesia mencapai 693,8 ribu metrik ton dengan jumlah 395,02 ribu metrik ton diekspor ke luar negeri, sehingga total penawaran domestik adalah 278,82 ribu metrik ton.
Sedangkan berdasarkan data World Atlas, Indonesia pada tahun 2019 mampu menghasilkan 17,13 juta ton kelapa bersaing dengan Filipina dan India. Dengan demikian Indonesia mampu menjadi pemasok kelapa dunia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) juga menyebutkan apabila ekspor kelapa dari Indonesia mencapai 1,53 juta ton atau US$ 819,26 juta hingga kuartal III-2020.
Indonesia Pilih Ekspor Minyak Kelapa
Pasar ekspor komoditas kelapa memang terlihat lebih menggiurkan alih-alih dimanfaatkan sebagai alternatif minyak goreng. Dari total produksi kelapa yang dihasilkan di Indonesia, sebagian besar diolah menjadi kopra dan produk turunan lainnya.
Kementerian Perdagangan (2017) mencatat perdagangan kelapa dalam wujud minyak kelapa, kelapa segar dalam batok, dan kelapa (termasuk kelapa diparut atau dikeringkan) merupakan produk-produk yang paling banyak diperdagangkan di pasar internasional.
Ditjen. Perkebunan, pada tahun 2019 mencatat ekspor kelapa Indonesia sebesar 1,87 juta ton atau senilai USD 890,8 juta. Ekspor terbesar 21,9% ke Malaysia sebesar 412,8 ribu ton, selanjutnya China sebesar 358,02 ribu ton atau berkontribusi 19,06% dari total volume ekspor kelapa Indonesia.
Adapun tujuan ekspor kelapa Indonesia lainnya yaitu India, Korea Selatan, Bangladesh, AS, Belanda, Thailand dan lainnya. Hingga bulan Februari 2020, ekspor kelapa Indonesia sebesar 333,93 ribu ton atau senilai USD 171,23 juta.
Indonesia merupakan eksportir terbesar kedua untuk produk kopra (minyak kelapa) baik itu yang mentah maupun diolah. Pada tahun 2018 Indonesia mampu mengekspor produk kopra mentah dengan nilai 354 juta USD (setara 4,9 triliun Rupiah). Sementara itu, Indonesia mengekspor produk kopra yang diolah dengan nilai 368 juta USD (setara 5,1 triliun Rupiah).
Mengacu pada data World Bank selama sepuluh tahun terakhir (2005–2014), rata-rata harga kopra dan harga minyak kelapa di pasar dunia cenderung mengalami kenaikan.
Harga kopra meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 13,08% per tahun sedangkan harga minyak kelapa naik 12,96% per tahun. Tahun 2005 harga kopra di pasar dunia sebesar 387 US$/MT dan naik dua kali lipat menjadi 805 US$/MT pada tahun 2014. Harga kopra tertinggi dicapai pada tahun 2011 yaitu 1.097 US$/MT.
Disisi lain, harga minyak kelapa juga mengalami peningkatan dari 617 US$/MT pada tahun 2005 menjadi 1.281 US$/MT pada tahun 2014. Harga minyak kelapa tertinggi dicapai pada tahun 2011 yaitu 1.730 US$/MT.Secara umum perkembangan harga minyak kelapa khususnya setelah tahun 2014 cukup berfluktuasi.
Harga minyak kelapa pernah naik hingga mencapai 1.651 US$/MT pada tahun 2017, namun pada tahun 2018 hingga tahun 2019 harganya mengalami penurunan menjadi 997 US$/MT dan733 US$/MT.
Dengan nilai jual ekspor yang cukup tinggi, kopra atau minyak kelapa menjadi salah satu produk yang berpotensi untuk diekspor. Laporan Setjen Pertanian mencatat Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Filipina dalam eksportir minyak kelapa.
Meski menempati urutan pertama sebagai negara produsen kelapa di dunia dalam skala ekspor minyak kelapa Indonesia masih kalah dengan Filipina. Selama lima tahun terakhir pangsa ekspor minyak kelapa dunia didominasi oleh Filipina dengan kontribusi sebesar 43,17%.
Sementara Indonesia menduduki urutan kedua dengan kontribusi 31,30% terhadap total volume ekspor minyak kelapa dunia. Urutan berikutnya ditempati oleh Belanda (6,96%), Malaysia (6,58%) dan Amerika Serikat (1,89%). Sedangkan negara lainnya berkontribusi 6,83%terhadap ekspor minyak kelapa dunia.
Dilansir melalui laman ukmindonesia.id selain CCO salah satu produk minyak kelapa yang bernilai tinggi di pasar ekspor adalah Virgin Coconut Oil (VCO) yang beberapa tahun belakangan ini permintaan pasarnya meningkat pesat.
VCO di berbagai supermarket negara-negara Amerika Serikat dan Eropa dipasarkan dengan tag “cold-pressed” dan termasuk produk premium yang populer. Sedangkan di Indonesia VCO masih tidak diapresiasi tinggi oleh pasar. VCO memiliki citra kuat di pasar ekspor, khususnya Amerika Serikat dan Eropa sebagai minyak yang sehat.
Berdasarkan data yang telah dipaparkan di atas, pasar dalam negeri minyak kelapa memang belum mampu menyaingi popularitas minyak sawit di Indonesia. Produktivitas dan harga menjadi salah satu penyebab rendahnya pemanfaatan minyak kelapa sebagai alternatif minyak goreng dalam negeri. Terlebih kelapa dan produk turunannya menjadi salah satu komoditas yang laris di pasar internasional. Sehingga kelapa lebih banyak dimanfaatkan sebagai komoditas ekspor yang dapat menyumbang devisa negara.
Diedit oleh Ananditya Paradhi