Baru-baru ini Jaksa Agung mengeluarkan memorandum yang menginstruksikan anak buahnya agar menunda proses hukum para peserta Pemilu 2024 selama gelaran pesta demokrasi itu berlangsung. Baik untuk para calon anggota legislatif, kepala daerah, hingga calon presiden dan wakilnya, bisa tetap melaksanakan kegiatan politik tanpa ada gangguan karena harus menjalani proses hukum atas sebuah kasus.
Keputusan ini pun disayangkan oleh sejumlah pihak, termasuk Indonesia Corruption Watch (ICW) melalui bbc.com yang menilai seharusnya hukum dijadikan panglima bukan justru di bawah ketiak politik. Selain itu, Transparency International Indonesia (TII) menilai keputusan Jaksa Agung berpotensi melanggar UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan juga berimplikasi pada akselerasi kenaikan resiko korupsi.
Keputusan kontroversial ini sayangnya kurang mendapatkan atensi di jagat maya, baik di media pemberitaan online maupun di media sosial. Hal tersebut diamati melalui media monitoring Netray yang turut memantau perkembangan isu ini selama beberapa waktu. Berikut hasil pengamatan Netray selengkapnya.
Netray mengamati topik memorandum Jaksa Agung di media pemberitaan online sejak 20-28 Agustus 2023 dengan menggunakan beberapa kata kunci, yakni jaksa agung && tunda, kejagung && tunda, jaksa && korupsi && pemilu. Hasilnya tampak pada Gambar 1 hanya ditemukan 118 artikel yang berasal dari 57 media. Sementara kategori artikel yang mendominasi dalam topik ini adalah politik dan hukum.
Tak hanya di media pemberitaan, isu yang sebetulnya cukup krusial ini juga sepi di jagat media sosial Twitter. Di Twitter, Netray menggunakan beberapa kata kunci, yakni calon && jaksa, jaksa && pemilu, jaksa agung && tunda, serta kejagung && tunda. Periode yang digunakan masih sama. Sepinya respons dapat diamati melalui statistik report pada gambar berikut.
Berdasarkan hasil pantauan Netray tampak jumlah tweet selama lebih dari sepekan hanya mencapai 833 tweet yang didominasi oleh sentimen negatif. Adapun impresi pada topik ini hanya mencapai 181,9 ribu reaksi warganet dan berpotensi menjangkau 39,5 juta akun pengguna Twitter. Meskipun potensi jangkauan terlihat cukup tinggi, namun jumlah tweet dan impresi tampak tidak begitu signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa topik ini tidak mendapat cukup atensi dari warganet Twitter.
Sementara itu dari segi intensitas, tampak terjadi perbedaan puncak pembahasan isu ini di dua kanal media pantauan Netray. Sebagaimana dapat diamati melalui grafik berikut ini.
Di media pemberitaan tampak puncak pemberitaan terjadi pada 21 Agustus 2023. Sementara di Twitter meski tampak grafik mengalami lonjakan pada tanggal 21 namun, puncak perbincangan warganet terjadi pada 22 Agustus 2023 atau sehari setelah media ramai menerbitkan artikel terkait isu penundaan penyidikan oleh Kejaksaan Agung.
Sebagaimana diketahui, Jaksa Agung ST Burhanuddin memerintahkan jajaran untuk hati-hati dan cermat saat menangani laporan dugaan korupsi yang melibatkan calon presiden (capres), calon wakil presiden (cawapres) hingga calon kepala daerah jelang Pemilu 2024. Burhanuddin bahkan meminta jajarannya untuk menunda pemeriksaan sampai seluruh tahapan pemilihan umum (Pemilu) 2024 selesai.
Menurut Burhanuddin hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi upaya memanfaatkan penegakan hukum sebagai alat politik praktis oleh pihak tertentu. Namun sayangnya, tak semua pihak menyetujui hal ini termasuk di antaranya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dimuat dalam artikel berikut.
Berbeda sikap dengan Kejaksaan Agung, KPK justru menyatakan tetap mengusut dugaan korupsi yang menyangkut Capres, Cawapres dan Caleg meski saat ini memasuki tahun pemilihan umum. Pernyataan tersebut disampaikan Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri ketika dimintai tanggapan terkait langkah Kejaksaan Agung yang berhati-hati memproses kasus yang menyangkut capres. Ali mengatakan, pihaknya akan mengusut kasus-kasus korupsi sesuai prosedur, secara profesional dan proporsional.
Ketidaksetujuan lainnya turut disuarakan oleh Pusat Studi Anti Korupsi (Pukat) UGM. Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman menyampaikan bahwa seharusnya proses politik dan hukum dipisahkan dan tak perlu dikaitkan. Adapun prinsip yang seharusnya tidak dilupakan dalam hal ini adalah prinsip equality before the law atau persamaan dihadapan hukum. Sehingga baik itu calon kontestan pemilu maupun masyarakat pada umunya hingga pejabat tidak seharusnya ada perbedaan perlakuan di mata hukum.
Menurut Zaenur, proses hukum itu tetap penting untuk dilanjutkan. Pasalnya hal itu nanti dapat menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat untuk memilih atau tidak memilih sosok yang bersangkutan. Kemudian di Twitter, Netray menemukan beberapa sampel respons warganet sebagai berikut.
Meski tak begitu ramai di media sosial, sebagian warganet menilai tindakan Kejaksaan Agung cukup aneh. Warganet menilai apa yang dilakukan oleh Jaksa Agung merupakan pembangkangan konstitusi karena tidak memperlakukan semua orang sama di hadapan hukum. Warganet juga berpencapat hal ini justru dapat berakibat hadirnya pemimpin yang jauh dari kata bersih secara hukum.
Menariknya, dalam pembahasan topik ini, meski sebagian warganet merasa kesal, sebagian lainnya justru mempopulerkan tagar dengan implikasi bersebrangan dengan reaksi kontra Jaksa Agung. Kemunculan tagar dan suara yang pro akan keputusan Kejaksaan Agung tersebut tampak pada kosakata populer berikut.
Sejumlah tagar yang disinyalir mendukung memorandum kontroversial Jaksa Agung tampak ikut meramaikan perbincangan warganet. Antara lain seperti kemunculan tagar pemiludamai dan edukasimasyarakat yang digunakan oleh sejumlah akun untuk menyuarakan dukungan mereka atas keputusan tersebut. Berikut beberapa tweet yang mempopulerkan tagar dukungan.
Melalui beberapa sampel tweet tersebut disinyalir bahwa warganet menggunakan sejumlah tagar untuk mempopulerkan narasi pro akan memorandum Jaksa Agung. Narasi tersebut menyetujui bahwa tindakan penundaan diambil agar Pemilu dapat berjalan dengan damai. Narasi yang berseberangan oleh kedua suara pro dan kontra di kanal Twitter juga dapat diamati melalui analisis jaringan percakapan pada gambar berikut.
Pada jaringan percakapan di Twitter dapat diamati bahwa narasi pro dan kontra dengan perbedaan warna yang signifikan. Utas berwarna hijau menunjukkan akun dengan respons positif yang berdekatan dengan akun milik @KejaksaanRI, @ST_Burhanuddin, hingga akun @mohmahfudmd yang diketahui menyetujui memo Jaksa Agung tersebut.
Sementara pada utas yang berseberangan tampak berwarna merah dengan dominasi sentimen negatif yang menunjukkan suara penolakan. Terlihat sejumlah akun berada di lingkaran oposisi, seperti akun @P3n99u94t, @geloraco, dan berbagai akun lainnya yang saling terhubung seperti pada jaringan percakapan di atas. Kemudian, berdasarkan kategori media dan akun terpopuler Netray menemukan sejumlah nama.
Di media pemberitaan Kompas dan Majalah Tempo menjadi portal media pemberitaan online yang paling banyak menerbitkan artikel terkait Kejaksaan Agung dan putusannya. Sementara pada kategori akun terpopuler tampak akun @AnthonyBudiawan dan @OposisiCerdas menjadi akun yang paling populer dalam membahas topik ini di Twitter.
Simak analisis terkini dan mendalam lainnya di analysis.netray.id. Untuk melakukan pemantauan terhadap isu yang sedang berkembang sesuai kebutuhan secara real time, Anda dapat berlangganan atau menggunakan percobaan gratis di netray.id.
Editor: Ananditya Paradhi