Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerima puluhan ribu aduan soal aplikasi pinjaman online atau pinjol selama dua tahun terakhir. Dan selama 2021 Satgas Waspada Investasi (SWI) memberhentikan setidaknya 270 aplikasi pinjol atau penyedia layanan peer to peer lending (P2P) ilegal di Indonesia.
Aplikasi pinjol digerakkan oleh perusahaan financial technology (fintech). Per 3 Januari 2022 OJK mencatat hanya ada 103 perusahaan fintech yang berizin.
Namun jika dilihat berdasarkan data dalam kurun waktu lima tahun 2016–2020, perusahan fintech mengalami perkembangan pesat. Perkembangan perusahaan fintech tertinggi terjadi pada 2019, dari tahun sebelumnya hanya 88 perusahaan menjadi 164 perusahaan atau naik 46%.
Sebelumnya pada tahun 2016, perusahaan pinjol tumbuh mencapai angka 135 perusahaan dan menurun tajam menjadi hanya 27 perusahaan pada tahun 2017. Hal ini karena diberlakukannya Peraturan OJK Nomor 77/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Aturan itu mengatur tentang badan hukum, permodalan, batas maksimum pinjaman, bentuk perjanjian yang digunakan, hingga mengatur peminjam dan pemberi pinjaman dari perorangan sampai badan usaha. Secara tidak langsung aturan tersebut makin membatasi pertumbuhan fintech.
Namun, setelah itu perusahaan fintech tumbuh dengan pesat, yang menandakan bahwa sejumlah perusahaan mampu beradaptasi dengan aturan yang ditetapkan.
Pertumbuhan perusahaan fintech ini juga ditandai dengan makin menjamurnya pinjol dalam beberapa tahun terakhir. Menurunnya pendapatan masyarakat, kebutuhan akan uang dalam waktu yang singkat kemudian menjadikan pinjol sebagai muaranya. Hal itu sejurus dengan hasil riset yang dilakukan SMERU, sebuah lembaga independen yang melakukan penelitian dan kajian kebijakan publik.
Dalam riset SMERU mengenai keuangan rumah tangga 2021 menunjukkan 74% rumah tangga mengalami penurunan pemasukan. Sedangkan 70% tetap bekerja di luar rumah untuk menambah pemasukan, 14% berpindah ke sektor informal, dan 51% tidak mempunyai tabungan kemudian terpaksa menjual atau menggadaikan aset mereka dan meminjam uang.
Sementara berdasarkan data OJK, penyaluran dana pinjol selama satu tahun terakhir yakni November 2020 sampai November 2021 mengalami pertumbuhan. Pada periode yang sama, yakni November 2020 dan November 2021 tercatat terjadi peningkatan penyaluran dana pinjaman online sebesar 50,98%.
Bila diamati melalui grafik jumlah penyaluran dana pinjaman bulanan, sempat meningkat secara signifikan pada Juli 2021, yakni mencapai Rp 15,66 triliun. Pada bulan Juli 2021 bertepatan pula dengan puncak gelombang kedua COVID-19 di Indonesia, yang saat itu sejumlah kebijakan pembatasan sosial ketat diberlakutan merespons situasi darurat.
Pinjol yang Meresahkan Masyarakat
Namun dengan tingginya dana penyaluran pinjol, alih-alih semakin meringankan beban. Masyarakat yang menggunakan jasa pinjol justru banyak mengeluh. Tingginya bunga yang ditetapkan oleh perusahaan pinjol membuat pada peminjam justru merasa kesulitan membayar. Belum lagi mereka harus menghadapi teror yang dibuat oleh perusahaan pinjol untuk menagih tunggakan.
OJK mencatat setidaknya 19.711 aduan masyarakat terkait pinjol legal maupun ilegal yang melakukan pelanggaran. Pengaduan tersebut tercatat dalam rentang waktu 2019–2021. Dilansir melalui laman finansial.bisnis.com sebanyak 47,03 persen dari total kasus atau 9.270 kasus termasuk ke dalam pengaduan berat, sementara sisanya 10.441 termasuk pelanggaran ringan atau sedang.
Tidak hanya itu, OJK juga mencatat bahwa setidaknya ada empat isu aduan berat yang paling banyak dilaporkan, yang notabene dilakukan oleh pelaku pinjol ilegal. Pertama, pencairan dana atau pinjaman tanpa persetujuan pemohon. Kedua, ancaman penyebaran data pribadi. Ketiga, penagihan kepada seluruh kontak HP (milik korban) dengan teror atau intimidasi. Terakhir, penagihan dengan kata kasar dan pelecehan seksual.
Menindaklanjuti berbagai aduan yang meresahkan masyarakat ini, OJK melalui SWI telah memblokir ratusan bahkan ribuan perusahaan fintech sejak tahun 2018.
Dilansir melalui laman databoks.katadata.co.id SWI telah menghentikan aktivitas 3.631 fintech pinjol ilegal sejak 2018. Adapun jumlah platform pinjol ilegal yang disetop pada 2018 sebanyak 404 platform. Angkanya kemudian melonjak 269,5% menjadi 1.493 platform pada 2019.
Pinjol ilegal yang disetop operasionalnya turun 31,3% menjadi 1.026 platform pada 2020. Sementara itu, pada 2021 terdapat 708 platform pinjol ilegal yang diberhentikan beroperasi sejak Januari hingga Oktober 2021.
Dikutip melalui laman katadata.co.id Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyebut oknum pinjol ilegal yang melakukan teror terhadap nasabah akan ditindak menggunakan Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Mahfud juga telah menegaskan bahwa pinjol ilegal tidak sah secara hukum perdata karena tidak memenuhi syarat objektif dan subjektif. Oleh karena itu, pemerintah menganggap semua aktivitas pinjol ilegal batal demi hukum.
Pemberitaan Media: Selain Kategori Keuangan, Pinjol Masuk Kategori Hukum
Selain merangkum data melalui berbagai sumber, Netray juga melakukan pemantauan melalui media pemberitaan online. Netray melakukan pemantauan selama 30 hari, yakni sejak 19 Desember 2021 sampai dengan 17 Januari 2022. Hasilnya tampak melalui gambar 1.
Pada infografik gambar 1 tampak total pemberitaan terkait pinjol mencapai 487 artikel yang berasal dari 86 media pemberitaan online. Dari jumlah artikel tersebut pembahasan terkait topik ini setidaknya melibatkan 6,168 person entities. Sementara pada top categories pembahasan media didominasi oleh artikel berkategori keuangan, hukum, pemerintahan, dan teknologi.
Kemudian pada kategori top portal seperti pada gambar 2, Netray menemukan 10 portal yang paling banyak menerbitkan artikel terkait pinjol. Pada urutan pertama tampak CNN Indonesia yang menerbitkan sebanyak 30 artikel, kemudian Bisnis Indonesia dengan 28 artikel, dan delapan media lainnya.
Bahaya Pinjol yang Terekam dalam Pemberitaan Media
Pinjaman online seolah menjadi solusi yang menggiurkan bagi siapa saja yang tengah mengalami permasalahan keuangan. Namun alih-alih menjadi jalan keluar sebagian orang justru terjebak dalam pusaran pinjol yang membahayakan. Tak tanggung-tanggung bahkan akibat terlilit pinjol seseorang dapat memilih untuk mengakhiri hidupnya.
Sebagaimana dimuat melalui laman kumparan.com pada Sabtu, 2 Oktober 2021, seorang ibu rumah tangga berinisial WPS (38) di Desa Selomarto, Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri nekat bunuh diri karena pinjol.
Selain itu, kasus serupa juga dialami oleh Pemuda di Malang, Jawa Timur. Pemuda berinisial MEM (20) warga Desa Ampeldento, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, ditemukan gantung diri pada Jumat, 22 Oktober 2021 sekitar pukul 17.00 WIB. Diduga ia nekat mengakhiri hidup karena stres terlilit utang pinjol.
Selain maraknya kasus bunuh diri akibat lilitan pinjol, penyalahgunaan data pribadi juga menjadi hal yang sangat riskan. Itulah sebabnya pemerintah menutup 5.429 platform pinjol.
Melalui laman tempo.co Menteri Komunikasi dan Infomasi (Menkominfo) Johnny G Plate mengakui penyalahgunaan data pribadi di sektor jasa keuangan masih menjadi tantangan. Ia mengatakan, Kominfo akan memastikan pengelolaan data pribadi dari aspek tata kelola, teknologi, dan sumber daya manusia sesuai ketentuan yang berlaku.
Editor: Irwan Syambudi