Dari sekian banyak wilayah yang mengalami lonjakan besar pasien positif virus Sars Covid-19, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bisa dibilang paling sering mendapat perhatian publik dalam negeri. Situasi sosial, politik, budaya, ekonomi, hingga geografis DIY menjadi faktor yang mempengaruhi ketertarikan masyarakat terhadap wilayah yang masih dipimpin oleh seorang raja.
Dengan besarnya magnet perhatian terhadap wilayah DIY, setiap kebijakan pemerintah daerah akan selalu mendapat tanggapan hingga kritik dari masyarakat. Apalagi kebijakan tersebut berdampak langsung dengan kehidupan masyarakat sekitar. Seperti kebijakan lockdown daerah untuk menghambat laju penularan yang diketahui urung dilaksanakan oleh pemerintah Yogyakarta.
Lantas bagaimana tanggapan publik terhadap situasi tersebut? Netray Media Massa telah melakukan pemantauan terhadap pemberitaan media massa selama periode tertentu. Tujuan pemantauan tersebut untuk melihat apakah ada narasi yang menghubungkan antara kebijakan lockdown yang urung dilakukan dengan kenaikan kuantitas pasien positif. Simak pemaparannya di bawah ini.
Lonjakan Kasus Covid-19, Situasi Yogyakarta Tak Banyak Berbeda dengan Situasi Nasional
Persebaran virus Covid-19 meningkat secara drastis di dalam negeri sejak beberapa pekan yang lalu. Penyebabnya ialah karena virus varian delta yang lebih mudah menyebar mulai masuk ke Indonesia. Tak jarang juga disebabkan oleh masyarakat yang mulai longgar menerapkan protokol kesehatan.
Dalam laporan yang dibuat oleh Netray Media Monitoring ini terlihat sejumlah fakta yang akhirnya menjadi narasi pemberitaan. Pertama adalah pertambahan pasien positif di wilayah DKI Jakarta menjadi sinyal adanya lonjakan kasus. Sejumlah data statistik menjadi bukti konkrit atas situasi ini, meski terdapat sedikit perselisihan atas validitas data dari pemerintah dan Satgas Covid.
Pada perkembangannya, media massa berfokus ke beberapa isu seperti kerentanan anak-anak terhadap varian baru dan penundaan sekolah tatap muka yang sebelumnya sudah direncanakan akan dilangsungkan kembali. Baik pemerintah dan masyarakat butuh kesiapan, atau malah lebih lagi, guna menghadapi kondisi tersebut. Lantas bagaimana dengan wilayah Yogyakarta? Apakah mengalami situasi yang serupa?
Dari pemantauan dengan kata kunci lonjakan covid, pemberitaan terkait Yogyakarta dapat ditemukan melalui daftar entitas location. Entitas Yogyakarta ditemukan dalam 653 artikel selama periode 15 Juni hingga 28 Juni 2021. Sebanyak 97 total media massa membuat laporan terkait wacana ini dan memang terjadi penambahan kasus secara signifikan. Pemerintah wilayah Yogyakarta bahkan melakukan pelacakan kepada sejumlah ASN karena terjadi cluster di dalamnya. Mobilitas warga Yogyakarta dituding menjadi penyebab meningkatnya kasus penularan.
Alasan Pemerintah Yogyakarta Tidak Terapkan Lockdown
Anjuran hingga desakan kepada pemerintah untuk kembali memberlakukan kebijakan lockdown sangat masuk akal. Netray kembali melakukan pemantauan media massa dengan menggunakan kata kunci yang berbeda, yakni lockdown dan yogyakarta. Hasilnya selama periode pemantauan dari tanggal 17 Juni hingga 23 Juni 2021 ditemukan 294 artikel yang mengandung kata kunci. Laporan dengan total tersebut diterbitkan oleh 61 laman berita daring baik lokal maupun nasional.
Saat awal lonjakan kasus terjadi di wilayahnya, Gubernur Yogyakarta Sri Sultan HB X sempat mewacanakan kebijakan lockdown. Pihaknya merasa kebijakan tersebut merupakan pilihan satu-satunya sementara pemerintah belum menemukan alternatif kebijakan. Selain itu kebijakan PPKM sudah tidak efektif lagi karena tetap tidak memunculkan kedisiplinan dari warga masyarakat. Padahal kebijakan tersebut baru diterapkan pada tanggal 15 Juni 2021. Pernyataan ini sendiri disampaikan kepada awak media pada tanggal 18 Juni 2021.
Kecemasan akan masa depan kebijakan PPKM semakin terasa pada tanggal 20 Juni 2021. Jajaran Pemerintah Yogyakarta membuat pernyataan di media massa yang isinya menghimbau warga dengan sangat untuk tidak menganggap enteng pandemi ini. Secara tidak langsung membuat bayangan akan ditetapkannya kebijakan lockdown semakin menguat. Akan tetapi, yang terjadi justru sebaliknya. Sehari setelahnya, Gubernur HB X malah mengumumkan bahwa pemerintahannya tidak akan melakukan lockdown. Alasannya, pemerintah tidak sanggup untuk membiayai kebutuhan masyarakat jika kebijakan tersebut dilaksanakan.
Kecewa Tidak Jadi Lockdown, ‘Esuk Dele Sore Tempe‘ Ujar Warganet
Seketika respons masyarakat membanjiri perbincangan publik mendengar keputusan HB X ini. Netray lantas berganti memantau linimasa Twitter untuk mencari tahu bagaimana seperti apa respons dari masyarakat tersebut. Masih dengan kata kunci yang sama, pemantauan ini menghasilkan sejumlah data. Antara lain total tweets yang mengandung kata kunci berjumlah 1.522 buah yang diunggah oleh 949 akun Twitter.
Perbincangan ini dibentuk oleh 373,3 ribu interaksi dalam bentuk reply, retweet, dan favorite atas tweets original. Secara potensial, perbincangan tersebut dapat menjangkau sejauh 67,3 juta akun Twitter. Warganet banyak yang kecewa dengan keputusan kontroversial ini. Hal ini dibuktikan dengan tingginya sentimen negatif dari topik perbincangan ini jika dibandingkan dengan sentimen positif dan netral. Berikut termasuk contoh tweets kekecewaan warganet.
Penambahan kasus positif yang pesat membuat warganet tambah kecewa. Tentu saja mereka menyesalkan keputusan tetap membuka akses keluar masuk wilayah tersebut. Sektor wisata yang dianggap sebagai salah satu tulang punggung perekonomian masyarakat Yogyakarta masih dibuka. Warganet masih berharap alternatif kebijakan guna menghambat laju penularan Covid-19 di Yogyakarta.
Jalin kelindan antara peningkatan kasus Covid-19 dan absennya kebijakan lockdown menjadi ramuan yang mujarab bagi rasa kecewa publik atas kondisi wilayah Yogyakarta. Memang belum ada riset yang menunjukan seberapa besar kerugian yang didapat pemerintah daerah untuk masing-masing situasi. Apakah kebijakan lockdown lebih merugikan daripada beban sistem kesehatan yang semakin berat karena penambahan pasien. Semoga yang terbaik untuk negeri ini.