Suku Baduy atau Urang Kanekes merupakan salah satu suku yang hingga saat ini mengisolasi diri mereka dari dunia luar. Akan tetapi, sejak digalakkannya program pariwisata di era Jokowi, suku Baduy luar yang telah membuka diri untuk dunia luar memperbolehkan wilayah mereka menjadi salah satu tujuan wisata.
Belakangan, perbincangan terkait suku yang terletak di Kabupaten Lebak Banten ini menjadi perhatian publik. Hal ini karena surat terbuka yang mereka kirim untuk Bapak Presiden. Lalu bagaimana pantauan media monitoring Netray terkait pembahasan topik ini di media berita daring?
Pantauan News Netray
Netray memantau pemberitaan terkait suku Baduy sejak 06 Juli 2020 s.d 15 Juli 2020. Selama periode tersebut ditemukan sebanyak 123 artikel pemberitaan terkait suku Baduy. Pemberitaan tersebut berasal dari 33 portal berita daring dengan didominasi oleh kategori terkait Culture sebesar 50%.
Berdasarkan pantauan Netray, terlihat pemberitaan terkait suku Baduy ramai sejak 06 Juli 2020 dan terus berlanjut hingga 15 Juli 2020. Pemberitaan tersebut didominasi oleh sentimen positif.
Surat Terbuka Suku Baduy Untuk Bapak Presiden
Pada 06 Juli 2020 pemberitaan terkait suku Baduy diketahui muncul menjadi pembahasan di media. Pada tanggal tersebut Lembaga Adat Baduy memutuskan untuk mengirim surat terbuka kepada Bapak Presiden Joko Widodo. Surat tersebut berisi permintaan penghapusan kawasan Adat Baduy sebagai tujuan destinasi wisata. Selain meminta untuk dihapuskan dari tujuan destinasi wisata, Lembaga Adat Baduy juga meminta wilayah mereka dihilangkan dari citra satelit atau mesin pencarian Google. Seperti diketahui, permintaan tersebut datang dari keinginan murni masyarakat Adat Baduy. Lalu apa yang menjadi pemicu munculnya permintaan Lembaga Adat Baduy tersebut?
Adat Merupakan Tuntunan Bukan Tontonan
Tujuan wisata dan eksploitasi sering menjadi topik perbincangan yang memiliki kaitan erat. Hal ini disebabkan minimnya kesadaran masyarakat dalam menjaga, menghargai, dan melestarikan budaya. Begitu pula yang diresahkan masyarakat Adat Baduy sehingga memicu surat terbuka untuk menghapuskan wilayahnya sebagai tujuan wisata. Bukan tanpa alasan, wilayah mereka yang kini menjadi tujuan wisata justru menyebabkan terkikisnya budaya masyarakat Baduy.
Kunjungan wisata di kawasan ini mencapai setidaknya 100 ribu orang dalam setahun. Namun, tidak sedikit dari para turis tersebut yang tidak menaati aturan, seperti membuang sampah plastik sembarangan. Hal ini yang kemudian berseberangan dengan prinsip tuntunan hidup masyarakat Adat Baduy. Selain karena kerusakan alam dan eksploitasi yang mereka rasakan, masyarakat Adat Baduy juga merasa risih menjadi tontonan pengunjung yang asing bagi mereka. Seperti halnya dikemukakan para tetua Baduy, bahwa adat mereka merupakan tuntunan bukanlah tontonan.
Banyaknya wisatawan yang hadir dan berkunjung justru menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan dan eksploitasi. Keputusan tersebut didukung oleh Komisi IV DPR RI dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang telah sepakat untuk mengkaji hal ini. Menurut Dede Yusuf, permintaan penghapusan wilayah dari tujuan destinasi wisata ini juga dapat dimungkinkan merupakan bentuk kekecewaan masyarakat adat terhadap pemerintah.
Bantahan Hingga Aturan Terbaru dan Penggantian Istilah ‘Wisata’
Heru Nugroho merupakan salah satu pihak yang diberi mandat untuk menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo. Bersama Henri Nurcahyo, Anton Nugroho dan Fajar Yugaswara, ia mengaku diberi mandat oleh Jaro Saidi, Jaro Aja, dan Jaro Madali untuk mengirimkan surat permintaan agar Presiden mengeluarkan wilayah adat Baduy sebagai lokasi objek wisata. Namun, pernyataan tersebut dibantah Jaro Saija, Kepala Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak.
Menanggapi beredarnya surat terbuka tersebut, tetua masyarakat Adat Baduy dan pemerintah setempat menggelar musyarawah. Melalui musyawarah tersebut mereka sepakat digantinya istilah ‘wisata’ menjadi ‘saba’. Hal ini berkaitan dengan konotasi dari kedua kata tersebut, kata ‘wisata’ memiliki konotasi ‘tontonan, hiburan, atau pengembangan’. Sedangkan kata ‘saba’ berarti ‘silaturahmi yang saling menjaga dan menghargai adat istiadat’. Hal ini dianggap lebih sesuai dengan tuntunan hidup masyarakat Baduy.
Musyawarah yang dilakukan tetua adat dan pemerintah mencapai titik temu diizinkannya kunjungan dengan catatan beberapa aturan terkait penyesuaian tatanan hidup masyarakat Adat Baduy. Termasuk penggantian kata Destinasi Wisata menjadi Saba Budaya Baduy, meliputi semua papan reklame, petunjuk jalan, hingga billboard. Selain itu, permasalahan terkait sampah Lembaga Adat Baduy saat ini telah menunjuk petugas kebersihan.
Top Categories News
Melalui pantauan Netray terlihat beberapa kategori utama dalam pembahasan terkait topik ini. Terlihat, pada kategori Top Person, Joko Widodo selaku Presiden RI menempati posisi teratas, diikuti Lembaga Adat Baduy pada Top Organization dan Kantor Bupati Lebak pada Top Facility. Sedangkan pada Top Portal terlihat Detik menjadi portal teratas dengan jumlah artikel sebanyak 23 pemberitaan.
Surat terbuka untuk Bapak Presiden RI yang dikirim oleh perwakilan Adat Baduy beberapa waktu lalu sempat menjadi polemik, terlebih saat adanya bantahan terkait surat tersebut. Hal ini berkaitan dengan pemerintah yang tengah menggalakkan sektor pariwisata untuk memajukan ekonomi. Namun, nyatanya hal tersebut justru menjadi keresahan beberapa pihak yang merasa jika ‘pariwisata’ juga kental dengan eksploitasi dan isu kerusakan lingkungan. Ini tentunya menjadi ‘PR’ bagi pemerintah untuk mengkaji kembali dampak dari pariwisata pada lingkungan dan manusia.