Hingga Rabu 8 April 2020, jumlah pasien positif corona telah terkonfirmasi sebanyak 2.956 jiwa dengan 240 di antaranya meninggal dunia dan 222 dinyatakan sembuh (melalui pantauan covid19.netray.id). Pertambahan jumlah pasien positif corona yang hampir mencapai angka 3 ribu jiwa menimbulkan kekhawatiran berlebihan di masyarakat. Stigma negatif pun berkembang bebas seiring meningkatnya jumlah pasien positif corona di Indonesia. Sebagian besar masyarakat memberikan stigma negatif tersebut justru kepada orang-orang yang tengah berjuang menghadapi virus corona. Untuk melihat seberapa gencar stigma negatif berkembang di tengah-tengah masyarakat, Netray menelusuri pemberitaan terkait topik ini di media selama seminggu terakhir. Berikut pantauan Netray.
Pemberitaan Terkait Stigma Negatif Pejuang Corona di Masyarakat
Selama seminggu terakhir, setidaknya terdapat 156 artikel dari 50 portal media yang menerbitkan berita terkait stigma negatif sebagian masyarakat terhadap pasien, tenaga medis, hingga jenazah korban covid-19. Dari total tersebut, 47 di antaranya merupakan berita bersentimen negatif, 13 positif dan 96 sisanya bersentimen netral. Berikut grafik pemberitaan terkait stigma negatif masyarakat untuk para pejuang corona di minggu pertama April 2020.
Pemberitaan terkait stigma negatif masyarakat memuncak pada 2 dan 5 April. Begitu pula dengan sentimen negatif tertinggi yang terjadi pada 5 April 2020. Dari penelusuran Netray, pada 5 April banyak media yang memberitakan salah satu keluarga pasien corona yang mengamuk lantaran ingin memandikan jenazah pasien tanpa campur tangan tenaga medis.
Kosakata Populer
Beberapa poin yang kerap dibahas media dalam pemberitaan terkait stigma negatif masyarakat dapat diamati dari kumpulan kosakata yang kerap muncul berikut.
Pasien corona atau covid-19 dan masyarakat menjadi dua subjek yang paling banyak disorot media. Berikut pembahasan selengkapnya.
Pasian Covid-19 dan Orang Terdekat
Dari pantauan Netray untuk pemberitaan di media online diketahui bahwa stigma negatif paling banyak menimpa pasien covid-19 dan orang-orang yang ada di dekatnya, entah mereka positif atau masih berstatus orang dalam pemantauan (ODP). Seperti yang diberitakan oleh portal Ayo Bandung berikut.
Seorang wanita di Jawa Barat yang telah menjalani karantina mandiri di selama 14 hari dikucilkan masyarakat setempat karena masuk dalam kategori Orang Dalam Pemantauan (ODP).
Penolakan dari warga setempat terhadap pasien ataupun orang-orang terdekat yang terpapar covid-19 juga terjadi di Jakarta, Lampung, dan Yogyakarta. Sepeti diberitakan oleh IDN Times berikut, Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang sudah dinyatakan sembuh berikut bingung hendak tinggal di mana karena ditolak oleh pemilik kost.
Begitu pula dengan salah satu warga Lampung berikut. Setelah suaminya dinyatakan positif corona, ia mulai dikucilkan dan mendapat sejumlah teror dari warga sekitar. Karena kesal, perempuan tersebut mengancam akan membakar rumahnya sendiri lantaran ia dilarang keluar, meski untuk membeli kebutuhan mendesak.
Sementara di Yogyakarta, satu keluarga bahkan ditolak oleh warga lantaran khawatir dianggap membawa virus corona.
Dalam artikel terbitan Harian Jogja tersebut diungkapkan bahwa keluarga mendapat penolakan karena baru saja melakukan perjalanan dari Bandung. Kepulangannya di Bantul membuat khawatir lantaran Bandung termasuk dalam zona merah persebaran virus corona.
Tenaga Medis
Selain menimpa pasien dan orang-orang terdekat yang terpapar covid-19, stigma negatif juga menghampiri para pejuang di garis terdepan; tenaga medis. Banyak dukungan dan apresiasi ditujukan kepada seluruh tenaga medis yang telah berjuang semksimal mungkin memberikan perawatan dan pelayannanya kepada pasien covid-19. Namun, di sisi lain fenomena stigma negatif masyarakat terhadap tenaga medis yang bekerja di rumah sakit atau layanan kesehatan tetap bermunculan.
Dari pantauan Netray, tenaga medis yang mendapat stigma negatif masyarakat cukup banyak. Sebagian besar mereka dikucilkan oleh warga setempat karena dianggap sebagai pembawa virus.
Banyak tenaga medis yang akhirnya kebingungan harus tinggal di mana karena kepulangan mereka selalu menghawatirkan warga setempat. Di Bandung, persoalan ini akhirnya diselesaikan oleh pemerintah setempat dengan memanfaatkan hotel sebagai tempat istirahat para tenaga medis. Selain untuk istirahat, di hotel tersebut para tenaga medis dan dokter juga mendapatkan fasilitas kesehatan seperti senam pagi serta jamu untuk menjaga tubuh agar tetap sehat dan bugar.
Wabah Virus Corona atau Covid-19 yang sedang menyerang saat ini juga menyebabkan masalah psikologis, tidak hanya masyarakat umum, ODP, PDP dan Pasien Virus Corona, namun juga bagi tenaga medis dan dokter yang saat ini sedang berjuang.
Jenazah Korban Covid-19
Stigma negatif pada jenazah korban covid-19 juga banyak terjadi akhir-akhir ini. Penolakan jenazah covid-19 dari masyarakat setempat terus dilaporkan oleh berbagai portal media berita. Bahkan, dalam artikel yang dimuat Bangka Pos, penolakan jenazah covid-19 juga melibatkan tindakan anarkis. Sekumpulan warga di Jawa Tengah tersebut dikabarkan melempari tenaga medis yang sedang membawa jenazah pasien covid-19 dengan batu.
Peristiwa menunjukkan lunturnya empati masyarakat terhadap korban virus corona kian hari kian bertambah. Dalam artikel Okezone, penolakan jenazah di beberapa daerah terjadi karena banyaknya informasi yang berkembang di media sosial.
Sosiolog dari Universitas Nasional (Unas), Sigit Rochadi mengatakan fenomena tersebut dapat terjadi karena masyarakat seringkali lebih mempercayai informasi dari media sosial ketimbang dari pemerintah. Banyak informasi yang menonjolkan aspek-aspek negatifnya saja, sehingga terjadi kekhawatiran yang berlebihan karena minim informasi dan pengetahuan.
Dari pantauan Netray, penolakan jenazah dan stigma negatif masyarakat terhadap para pejuang corona, baik pasien, keluarga pasien, maupun tenaga medis paling banyak terjadi di wilayah Jawa Tengah.
Perlunya Sosialisasi yang Lebih Massif
Fenomena penolakan jenazah covid -19 dan stigma negatif terhadap pasien, orang-orang terdekat yang diduga terpapar virus covid-19 baik ODP, PDP, maupun keluarga pasien, hingga tenaga medis dari sebagian masyarakat dapat terjadi karena edukasi dan sosialiasi yang sangat minim tentang virus corona pada sebagian orang.
DPR RI mendorong Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah, dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama tokoh masyarakat agar secara massif mengedukasi masyarakat terkait standard operational procedure (SOP) dan protokol kesehatan pemakaman jenazah pasien yang terinfeksi.
Dalam hal ini, relawan memiliki peran penting dalam menghapus stigma-stigma negatif yang berkembang di masyarakat. Edukasi masyarakat dengan informasi yang benar tentang Covid-19, mulai dari identifikasi Covid-19, cara penularan, hingga cara pencegahannya menjadi penting dalam memutus mata rantai penyebaran stigma negatif di masyarakat. Dengan demikian, kekhawatiran berlebihan dari masyarakat dapat diminimalisir dan empati masyarakat terhadap para pejuang covid-19 dapat dimaksimalkan. Demikian pantauan Netray terkait stigma negatif yang berkembang masyarakat di tengah pandemi corona. Semoga dapat menjadi evaluasi.