Keberadaan statistik dan kuantitas dari sebuah bidang industri dapat menjadi gambaran terkait seberapa besar sektor tersebut berpengaruh pada perekonomian nasional dan masyarakat. Hal ini juga berlaku untuk industri kecantikan dengan beragam aktor, potensi, serta komoditas pasarnya.
Untuk mencapainya, ada sejumlah pertanyaan yang harus dijawab sebelumnya seperti; Apa penggerak roda utama industri kecantikan? Siapa saja stakeholder penting dalam industri ini? Komoditas apa saja yang beredar di dalam negeri? Hingga seberapa besar potensi yang dimiliki industri kecantikan? Dengan begitu dapat dimengerti bahwa industri kecantikan merupakan industri yang secara aktif turut menggerakan masyarakat modern.
Selayang Pandang Industri Kecantikan
Salah satu aspek yang membedakan manusia dengan spesies lain adalah obsesi akan keindahan dan kecantikan. Aspek tersebut membuat produk dan komoditas buatan manusia tak hanya memiliki nilai fungsi dan praktis, tetapi juga mengandung nilai estetik. Semisal pakaian tidak hanya dibuat untuk kebutuhan pelindung tubuh, namun dapat meninggikan citra diri penggunanya.
Kecantikan juga dinilai dari penampilan fisik seseorang. Sejak manusia mengenal sistem bermasyarakat, seperti pada masa Sumeria dan Mesir Kuno, aktivitas merias dan merawat tubuh ternyata sudah sangat jamak dilakukan. Selain disalurkan melalui karya seni, hasrat mengolah objek estetik membawa manusia mengeksplorasi rupa dan tubuh mereka yang akhirnya berdampak kepada mental dan psikologis individu secara masif.
Obsesi akan kecantikan dan kebutuhan psikis pada akhirnya menciptakan permintaan pasar yang cukup besar hingga mampu menggerakkan roda industri seperti sekarang ini. Penekanan pada aspek psikis menjadi tulang punggung industri kecantikan untuk menggaet banyak konsumen. Sebuah studi dari Universitas Negeri Basque memperlihatkan bahwa aspek emosional dan utilitas atau sisi praktis dari produk kecantikan, memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan konsumen. Akan tetapi, komponen emosional disinyalir memiliki pengaruh yang lebih besar.
Komponen emosi yang dimaksud adalah bagaimana konsumen produk kecantikan melihat diri mereka sendiri. Dalam studi yang sama ditunjukan bahwa kepuasan konsumen paling besar ketika produk kecantikan membantu memperkuat emosi positif melalui persepsi ‘merawat diri sendiri’ dan menghilangkan perasaan khawatir serta rasa bersalah karena tidak menjaga penampilan.
Akan tetapi, tak selamanya metode positive empowering semacam ini bekerja efektif di lapangan. Tak jarang justru yang terjadi sebaliknya. Industri kecantikan memanfaatkan mood negatif untuk memasarkan produk mereka. Salah satu caranya ialah dengan mengatakan secara halus bahwa konsumen kurang cantik. Hal ini kerap dilakukan oleh banyak iklan produk kecantikan ketika secara implisit dan sangat efektif ketika mereka menampilkan gambar wanita yang cantik luar biasa.
Industri kecantikan pada perkembangannya juga membangun ikatan yang kuat dengan industri lain, salah satunya dengan industri budaya pop. Selebritis atau bintang pop dijadikan simbol kecantikan yang paripurna. Melalui sumber daya dan kerentanan psikologis manusia ini lah yang membuat industri kecantikan berdiri dengan kokoh hampir di seluruh belahan dunia. Laporan kali ini sendiri akan berfokus pada situasi kondisi industri kecantikan di Indonesia.
Demografi Penduduk Indonesia & Konsumen Industri Kecantikan
Sebelum melihat kapasitas dan volume industri kecantikan di Indonesia, akan dijelaskan terlebih dahulu bagaimana profil dan demografi penduduk Indonesia. Tujuannya adalah memberi latar belakang yang utuh terkait siapa pasar dan konsumen utama dari industri kecantikan. Karakteristik khusus apa yang dimiliki oleh populasi penduduk Indonesia yang akhirnya mempengaruhi wajah industri kecantikan.
Data demografi penduduk Indonesia bersumber pada survei penduduk (SP) dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Nasional Indonesia (BPS). Laporan survei tersebut dirilis bulan Januari tahun 2021. Sehingga data tersebut merupakan representasi populasi penduduk Indonesia di tahun 2020. Ada kemungkinan sudah terjadi perubahan data pada saat laporan ini terbit meskipun sangat kecil persentasenya.
Menurut SP 2020, secara de facto dan de jure penduduk Indonesia sebanyak 270,20 juta jiwa. Jumlah ini menempatkan Indonesia di posisi kelima penduduk terbanyak di dunia. Dari sudut pandang ekonomi dan bisnis, jumlah penduduk ini merupakan potensi pasar yang besar. Akan tetapi, kelompok penduduk mana yang menjadi target? Pasalnya tidak semua profil demografi merupakan konsumen industri kecantikan.
Segregasi konsumen pertama dapat dilihat melalui proporsi penduduk laki-laki dan perempuan dari keseluruhan populasi. Bagaimanapun juga industri kecantikan berkembang dalam populasi perempuan meskipun tetap terbuka untuk gender yang lain. Mengacu pada SP 2020, jumlah penduduk perempuan Indonesia yakni sebanyak 133,54 juta jiwa, atau sekitar 49,42 %. Untuk lebih detailnya dapat dilihat di grafik piramida penduduk di bawah ini.
Dari grafik tersebut terlihat bahwa penduduk Indonesia terkonsentrasi pada usia produktif, yakni antara 15 tahun hingga 64 tahun. Kelompok populasi ini mengambil porsi lebih dari 70 % dari total penduduk atau sekitar 185.539.700 jiwa. Sangat kontras apabila dibandingkan dengan kelompok lanjut usia dengan jumlah 18.197.800 jiwa atau hanya 10% dari penduduk usia produktif. Potensi masa depan terletak di penduduk usia 0–14 tahun sebanyak 66.496.100 jiwa atau sekitar 25% dari total populasi. Dengan struktur seperti ini, harapan industri kecantikan untuk tetap bertumbuh di masa depan masih sangat tinggi.
Untuk mendapatkan gambaran pasar industri kecantikan, dibutuhkan scope yang lebih akurat. Apabila selama ini pasar tersebut menyasar populasi penduduk perempuan, maka terdapat 93,4 juta perempuan yang berada pada kelompok usia 15–64 tahun, atau sekitar 34,8 % total populasi Indonesia. Angka ini tentu saja terdengar sangat potensial bagi industri kecantikan. Mengingat secara tren pertumbuhan penduduk, Indonesia masih cenderung positif. Berikut adalah grafik populasi penduduk perempuan produktif Indonesia.
Fakta demografi yang terakhir adalah persebaran keyakinan beragama penduduk Indonesia. Dari data Kemendagri, penduduk beragama Islam sebanyak 236,53 juta atau (86,88%), 20,4 juta jiwa (7,49%) memeluk agama Kristen Protestan, sedangkan Katolik dianut 8,42 juta jiwa (3,09%), Hindu dianut 4,67 juta jiwa (1,71%), sebanyak 2,04 juta jiwa (0,75%) memeluk agama Budha, dan sebanyak 73,03 ribu jiwa menganut agama Konghucu. Selain itu terdapat sebanyak 102,51 ribu jiwa (0,04%) penduduk Indonesia yang menganut aliran kepercayaan.
Ragam Produk Industri Kecantikan
Permintaan yang tinggi dari kelompok penduduk perempuan tentu saja memberi wajah yang spesifik dari industri kecantikan. Keberadaan ragam produk kecantikan sangat dipengaruhi kebutuhan kaum hawa. Meskipun dalam sektor tertentu kebutuhan produk kaum pria juga tak kalah banyak. Lantas apa saja segmen produk kecantikan dan perawatan diri yang tersedia di Indonesia untuk saat ini? Apa saja turunan produk dan seberapa besar skala Pasar industri kosmetik hingga saat ini Industri kecantikan memiliki turunan produk yang bermacam-macam.
Untuk mendapatkan gambaran terkait ragam produk industri yang beredar di pasar dalam negeri, laporan ini memanfaatkan data dari dua marketplace nasional. Yaitu Tokopedia dan Sociolla. Pemilihan pemanfaatan data penjualan marketplace karena dinilai paling representatif apabila digunakan sebagai sample. Tokopedia menjadi representasi marketplace umum sedangkan Sociolla adalah marketplace yang khusus menjual produk industri kecantikan. Hasilnya bisa dilihat dalam grafik berikut ini.
Marketplace Tokopedia
Marketplace Tokopedia membagi produk industri kecantikan pada dua kategori utama yaitu kecantikan dan perawatan tubuh. Untuk kategori kecantikan terdapat 14 sub-kategori mulai dari aksesoris rambut, lip color & lip care, mekap wajah, hingga styling rambut wanita. Secara keseluruhan terdapat 13.281.640 total iklan yang tayang pada kategori ini. Sedangkan untuk kategori perawatan tubuh terdapat 7.687.909 item iklan. Kategori ini memiliki 11 sub-kategori di dalamnya, antara lain perawatan rambut, kesehatan gigi dan mulut, hingga perlengkapan mandi.
Marketplace Sociolla
Sedangkan marketplace Sociolla langsung membagi kategori utama iklan mereka ke dalam 7 kategori utama, antara lain makeup, skincare, bath & body, hair care, accessories, men, dan fragrance. Setiap kategori akan dibagi lagi ke dalam sejumlah sub-kategori sebelum menampilkan item produk industri kecantikan secara spesifik. Secara total terdapat 23.600 produk yang ditawarkan marketplace Sociolla saat laporan ini ditulis.
Volume Industri Kecantikan
Pertanyaan penting yang harus dijawab dari laporan ini tentu saja adalah seberapa besar valuasi atau nilai industri kecantikan saat ini. Tujuannya seperti yang sudah disampaikan di awal tulisan bahwa dengan mengetahui volume industri kecantikan dapat dibayangkan seberapa besar pengaruh industri kecantikan pada perekonomian masyarakat dan negara. Apakah pasar industri kecantikan terhitung potensial terlepas dari kuantitas konsumen seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Data pertama yang akan di-eksplore adalah seberapa banyak produsen industri kecantikan yang menjalankan usahanya di Indonesia. Bisa itu pemain kakap atau usaha menengah kecil (UMKM). Menurut laporan dari Kementerian Perindustrian Indonesia, jumlah pelaku usaha produk kecantikan berkisar di angka 797 industri besar maupun kecil di tahun 2019. Angka ini melonjak 4,8 % dibandingkan jumlah industri kecantikan di tahun 2018 yakni sebesar 760 perusahaan. Rekor peningkatan jumlah produsen terjadi pada periode 2017 menuju 2018 sebesar 25 %. Yakni dari angka 607 perusahaan menjadi 760 perusahaan besar maupun kecil yang tercatat oleh Kemenperin.
Barometer selanjutnya untuk melihat kapasitas industri kecantikan adalah dengan melihat nilai ekspor yang dilakukan produsen kosmetik dalam negeri ke mancanegara. Data yang dikumpulkan dari berbagai sumber memperlihatkan bahwa setiap tahunnya jumlah ekspor produk kecantikan Indonesia cukup bervariasi. Pada tahun 2016, permintaan luar negeri sebesar Rp 7,36 triliun. Sempat mengalami peningkatan yang sangat tinggi yakni pada tahun 2018 ketika ekspor mencatat angka Rp 9,62 triliun. Sedangkan akibat pandemi Covid-19, saat orang jarang beraktivitas di luar ruangan, permintaan impor luar negeri merosot hingga Rp 4,44 triliun saja pada tahun 2020.
Dan yang terakhir adalah total penjualan produk industri kecantikan yang terjadi di pasar nasional dari laman Bisnisindonesia. Data ini akan menunjukan seberapa besar kapasitas konsumsi konsumen produk industri kecantikan dalam negeri dan seberapa besar pula kapital yang berputar. Grafik di bawah sebenarnya telah menunjukan informasi yang lebih lengkap. Akan tetapi sebagai sorotan, pada dasarnya daya konsumsi konsumen Indonesia mengalami peningkatan secara stabil sejak tahun 2012 lalu.
Dimulai dari total pembelian sebesar $ 4,75 miliar hingga mencapai potensi pasar sebesar $ 6,53 miliar pada tahun 2018. Kembali lagi pandemi sempat memperlambat perputaran roda industri ini pada tahun 2019 dan 2020 yang mencatatkan angka $ 6,9 miliar dan $ 6,95 miliar saja. Dengan dampak pandemi yang semakin berkurang, masa depan industri kecantikan akan kembali cerah.
Pada dasarnya industri kecantikan di Indonesia memiliki harapan yang sangat bagus untuk kedepannya. Data statistik perdagangan produk kosmetik sempat memberikan tren yang positif dalam beberapa tahun belakangan, terutama sebelum pandemi. Alasannya adalah industri ini memiliki pondasi yang sangat kuat yakni karakter sosial masyarakat serta populasi konsumen yang tinggi. Indonesia juga memiliki karakter masyarakat khusus yang mampu memberi warna baru dalam ranah estetika citra diri. Pembahasan isu ini akan dibicarakan lebih lengkap pada kelanjutan laporan ini beberapa waktu yang akan datang.