Di luar riuh pemberitaan soal pergantian nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di seluruh DKI Jakarta menjadi Rumah Sehat untuk Jakarta, sejatinya wilayah Ibu Kota masih terselip noda kesenjangan fasilitas kesehatan (faskes). Jumlah tempat tidur untuk pasien di beberapa wilayah di DKI masih minim, namun wilayah lainnya sebaliknya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 jumlah penduduk DKI Jakarta mencapai 10,6 juta orang dengan jumlah fasilitas tempat tidur pasien sebanyak 23.667. Jika dilihat rasio secara umum maka tersedia 2,23 tempat tidur untuk setiap 1.000 penduduk. Rasio itu memang sudah lebih baik apabila diukur berdasarkan standar WHO setiap 1 tempat tidur untuk 1.000 penduduk.
Namun rasio yang sudah baik itu tak sebaik sebarannya. Jika dilihat dari detail distribusi tempat tidur pasien dengan jumlah penduduk pada masing-masing wilayah maka menunjukkan adanya kesenjangan. Terdapat wilayah kabupaten/kota administrasi yang memiliki jumlah penduduk lebih sedikit namun ketersediaan tempat tidur lebih banyak atau sebaliknya.
Dimulai dari Kabupaten Kepulauan Seribu. Data BPS menunjukkan bahwa penduduk wilayah ini pada tahun 2021 tercatat sebanyak 24.3000 jiwa akan tetapi hanya tersedia 10 tempat tidur pasien. Artinya rasio jumlah tempat tidur berbanding populasi adalah 0,35 : 1.000. Hanya tersedia sejumlah 0,35 tempat tidur untuk 1.000 penduduk di Kabupaten Kepulauan Seribu.
Kota Administrasi Jakarta Selatan memiliki penduduk sebanyak 2.233.860 jiwa dengan jumlah tempat tidur sebanyak 4.745. Hasil perhitungan rasio menunjukkan bahwa di wilayah tersebut terdapat 2,12 tempat tidur untuk 1.000 populasi.
Sedangkan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur dengan populasi tidak kurang dari 3.056.300 ribu jiwa memiliki tempat tidur sebanyak 6.104. Perbandingannya adalah untuk 1.000 populasi tersedia 2 tempat tidur.
Sedangkan Kota Administrasi Jakarta Pusat yang hanya memiliki penduduk 1.046.660 jiwa, jumlah tempat tidurnya sebanyak 5.662 unit. Wilayah tersebut menjadi yang paling ideal dengan rasio 5,41 : 1.000 atau jauh di atas rekomendasi WHO dan bahkan di atas rasio provinsi DKI Jakarta.
Dua wilayah terakhir adalah Kota Administratif Jakarta Barat dan Utara. Jakarta Barat memiliki penduduk sebanyak 2.440.070 jiwa dengan tempat tidur sejumlah 4.055. Artinya terdapat 1,66 tempat tidur untuk 1.000 penduduk. Sedangkan Jakarta Selatan lebih baik yakni 3.091 tempat tidur untuk 1.784.750 atau 1,73 : 1.000.
Rumah Sakit dan Puskesmas
Sebagai wilayah Ibu Kota Negara, DKI Jakarta memang memiliki fasilitas kesehatan yang lebih baik dibanding wilayah lain jika dilihat berdasarkan jumlah rumah sakit dan puskesmas. Di Jakarta tak sedikit puskesmas yang berdiri di tingkat kelurahan.
Berdasarkan data BPS 2021, DKI Jakarta memiliki 267 kelurahan, namun berdasarkan data Kemenkes, puskesmas tingkat kelurahan yang dimiliki DKI Jakarta lebih banyak yakni ada 288 puskesmas. Artinya setiap satu kelurahan terdapat sebagian yang memiliki lebih dari satu puskesmas.
Sedangkan puskesmas tingkat kecamatan yang dimiliki DKI Jakarta ada 44 puskesmas. Artinya jumlah puskesmas dengan jumlah kecamatan DKI Jakarta sama yakni 44.
Namun berdasarkan data Kemenkes, puskesmas di DKI Jakarta kecuali di Kabupaten Kepulauan Seribu tidak ada yang memiliki fasilitas rawat inap. DKI Jakarta hanya memiliki 6 puskesmas yang memiliki fasilitas rawat inap yang semuanya di Kabupaten Kepulauan Seribu.
Jumlah puskesmas rawat inap DKI Jakarta jadi yang terendah dibandingkan dengan provinsi lain yang memiliki puluhan hingga ratusan puskesmas rawat inap. Namun hal itu dapat dipahami lantaran memang jumlah rumah sakit di DKI Jakarta yang memiliki fasilitas rawat inap sudah banyak.
Total di DKI Jakarta terdapat 209 rumah sakit. Dengan jumlah penduduk 10,6 juta dan luas wilayah 664 kilometer rasio rumah sakit lebih baik dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa semisal Jawa Tengah yang memiliki 32.801 kilometer dan jumlah penduduk 34,55 juta namun hanya memiliki 279 rumah sakit umum.
Perubahan Nama Rumah Sakit di DKI Dalam Pantauan Media
Secara umum jumlah faskes khususnya rumah sakit dan puskesmas di DKI Jakarta memiliki jumlah yang lebih baik dibanding daerah lain. Tetapi kesenjangan jumlah tempat tidur pasien di beberapa wilayah di DKI Jakarta masih menjadi soal.
Namun dalam beberapa waktu terakhir, persoalan faskes yang menjadi sorotan bukanlah soal kesenjangan itu. Pemberitaan mengenai pergantian nama nama RSUD di seluruh DKI Jakarta menjadi Rumah Sehat untuk Jakarta yang dilakukan oleh Gubernur Anies Baswedan lebih ramai jadi perbincangan dan pusat pemberitaan.
Pada pemantauan kanal media massa online periode 1-25 Agustus 2022, Netray Media Monitoring menjumpai kebijakan penjenamaan rumah sakit Anies Baswedan disambut dalam berbagai reaksi. Jumlah pemberitaan mulai naik pada awal Agustus dan pencapai puncaknya pada 4 Agustus.
Dari hasil pemantauan, terdapat 299 berita yang mengandung kata kunci “rumah sehat untuk jakarta”. Setidaknya 74 artikel mengambil sudut pandang negatif dalam memotret topik ini. Angka yang cukup tinggi meskipun artikel dengan sentimen positif tercatat sebanyak 167 buah.
Pemberitaan sentimen negatif yang muncul cukup banyak ini representasi dari pemberitaan kelompok pemberitaan dengan topik “ahli bahasa tapi tidak ahli kinerja” yang merupakan sindiran sekaligus kritikan terhadap Anies Baswedan.
Kritik yang direpresentasi pada berita dengan sentimen negatif mengalir dari lawan politik Anies Baswedan di DKI Jakarta. Terpantau muncul nama anggota DPRD dari fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak. Menurutnya bukan nama yang harus diubah oleh Anies, tetapi kondisi pelayanan rumah sakit di Jakarta.
Reaksi-reaksi negatif pada pemberitaan di media massa tak sedikit pula yang menyebut bahwa kebijakan penjenamaan ini adalah kebijakan yang bukan prioritas. Jika dikontekskan pada pelayanan kesehatan, terdapat wilayah-wilayah lain yang lebih penting untuk diperbaiki oleh Gubernur Anies Baswedan seperti kebutuhan Puskesmas.
Perlu Perbaikan Kesenjangan Faskes
Pergantian nama, dari rumah sakit menjadi “rumah sehat” sejatinya sudah menjadi diskusi publik sejak lama. Pergantian nama rumah sehat diharapkan dapat mengubah persepsi bahwa mereka yang datang itu untuk berobat demi kesehatan sehingga terdapat pendapat lebih tepat menyebutnya sebagai “rumah sehat”.
Namun fasilitas kesehatan khususnya di DKI Jakarta belumlah sempurna untuk dapat menjamin kesehatan warganya. Meskipun jumlah rumah sakit dan puskesmas jumlahnya banyak namun yang esensial dan paling dibutuhkan ketika warga sakit adalah fasilitas tempat tidur.
Data menunjukkan ketersediaan tempat tidur di wilayah DKI Jakarta masih terjadi kesenjangan. Sehingga hal itu berpotensi menimbulkan persoalan bagai warga atau pasien yang memerlukan tempat tidur perawatan dalam satu wilayah yang memiliki tempat tidur pasien yang minim seperti Kabupaten Kepulauan Seribu.
Editor: Irwan Syambudi