Keluhan masyarakat terkait isu kenaikan harga bahan pokok sejak akhir tahun 2021 hingga saat ini masih belum surut. Padahal, momen bulan Ramadhan sudah semakin dekat. Biasanya momen tersebut turut menjadi salah satu pemicu kenaikan harga sejumlah komoditas pokok kebutuhan masyarakat.
Temuan Netray selama 1–20 Maret 2022 menunjukkan tren perbincangan dengan topik kenaikan harga, melalui sejumlah kata seperti harga, naik, dan melambung, ketika memantau kata kunci “harga sembako”, “harga && ramadhan” serta “harga && puasa”.
Netray sengaja tidak melempar kata kunci “harga && naik” untuk mendapatkan hasil monitoring yang lebih netral. Dan nyatanya kata naik masuk di deretan pertama kosakata yang sering ditwitkan ketimbang kata turun yang lebih sedikit. Artinya, sebagian besar masyarakat yang diwakili warganet mengeluh dengan masalah kenaikan harga ini.
Jika dihitung pun, kata berkonotasi negatif lebih banyak variasinya seperti naik, mahal, kenaikan, melambung, merangkak, meroket, hingga langka. Sementara kata yang bernada netral atau positif seperti murah, normal, hingga turun kehadirannya di linimasa terpantau lebih sedikit.
Demikian halnya dengan deretan komplain yang menunjukkan ekspresi kekecewaan dan kesulitan terhadap kenaikan harga masih menjadi bagian dari percakapan warganet jelang momen puasa tiba.
Memantau Gejolak Harga Komoditas Pokok Jelang Ramadhan
Guna mengamati gejolak harga komoditas pokok jelang momen Ramadhan, Netray mengambil sampel rata-rata harga di tiap bulan pada periode Januari s.d Maret 2022. Hasilnya, hampir semua komoditas mengalami kenaikan kecuali beras, gula pasir, dan minyak goreng curah.
Berdasarkan rerata bulanan, harga minyak goreng curah terpantau mengalami penurunan sementara bawang putih, daging ayam, dan telur ayam meningkat meski tidak begitu signifikan. Kenaikan paling signifikan terjadi pada bawang merah, cabai semua varian, hingga daging sapi.
Pada 1 Januari, harga cabai merah besar Rp44 ribu sedangkan pada 17 Maret seharga Rp52 ribu. Cabai rawit, meskipun mengalami kenaikan, harganya masih lebih rendah dibanding harga pada awal tahun. Rawit hijau kini di angka Rp48 ribu sedangkan rawit merah di harga Rp70 ribu.
Bawang merah juga mengalami kenaikan sejak awal Januari 2022. Apabila pada 1 Januari harganya masih Rp28 ribu kini menjadi Rp35 ribu. Demikian pula halnya dengan daging sapi yang kini mencapai Rp134ribu/kilogram untuk sapi kualitas I dan Rp124 ribu/kilogram untuk sapi kualitas II.
Pengaruh Momen Lebaran dan Nataru Terhadap Kenaikan Harga Pangan
Apabila ditarik mundur selama satu tahun ke belakang, kenaikan menjelang momen-momen penting seperti Lebaran dan Nataru memang selalu terjadi. Netray mencoba mengamati laju perkembangan harga pangan selama Maret 2021 hingga Maret 2022 dan mengontraskannya dengan momen lebaran tahun 2021, Nataru 2021/2022, dan Lebaran 2022.
Hasilnya, kenaikan harga pada momen tersebut selalu terjadi hampir di semua komoditas kecuali beras. Namun yang paling signifikan adalah gejolak harga cabai. Cabai semua varian menyentuh harga tertinggi pada Maret-April 2021 atau jelang lebaran 2021, turun pada September (cabai merah), dan Oktober (rawit) kemudian naik lagi pada momen Nataru dan menuju momen Lebaran 2022 ini.
Sebagai contoh, harga rawit merah bisa mencapai Rp92 ribu/kilogram pada momen Lebaran 2021, menurun Rp36 ribu pada November dan naik lagi pada Nataru menjadi Rp70 ribu.
Hal yang menarik adalah kenaikan harga minyak goreng yang terlihat signifikan sejak triwulan IV 2021 hingga saat ini. Apabila harga sejumlah komoditas mencapai puncak pada momen Lebaran tahun 2021, minyak goreng memiliki puncak pada Januari 2022 dengan kenaikan 32–37% dibandingkan harga pada Maret 2021. Inilah mengapa masyarakat begitu resah karena kenaikan ini tidak dilatarbelakangi oleh momen penting seperti kenaikan komoditas pangan yang lain seperti daging, ayam, cabai, hingga kedelai.
Minyak Goreng Masih Jadi Masalah Meski Pemerintah Telah Menurunkan Sejumlah Kebijakan
Pemicu keresahan masyarakat terkait ketidakstabilan harga minyak goreng disebabkan oleh kebijakan pemerintah. Pemerintah diketahui tidak hanya sekali membuat kebijakan yang mengatur harga minyak goreng. Pada pertengahan Januari tahun ini, melalui Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, pemerintah memberlakukan aturan minyak goreng kemasan satu harga, yakni Rp14 ribu/liter lantaran harga di konsumen melambung tinggi.
Dampak dari kebijakan ini sangat besar sekali justru bukan dari daya beli masyarakat yang meningkat, tetapi malah terjadi kelangkaan stok selama beberapa minggu. Netray telah memantau fenomena tersebut dalam sejumlah laporan yang bisa dibaca di sini dan di sini.
Kebijakan tersebut hanya berusia seumur jagung kala pemerintah mengakhiri aturan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan pada bulan Maret ini. Hal tersebut merupakan bagian dari sikap pemerintah atas laporan kelangkaan minyak goreng kemasan khususnya selama masa subsidi pada Januari hingga awal Maret.
Melalui Surat Edaran No.09 tahun 2022 tentang Relaksasi Penerapan Minyak Goreng Sawit Kemasan Sederhana dan Kemasan Premium, Kementerian Perdagangan akhirnya memutuskan regulasi baru. HET migor curah ditetapkan Rp14 ribu /liter. Sementara minyak goreng kemasan dilepas sesuai nilai keekonomian yang kondisinya tengah melambung di pasaran. Dari laporan warganet Twitter harga minyak goreng kemasan kini menjadi Rp23.900/liter.
Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), tren perkembangan harga minyak goreng, baik curah maupun kemasan bermerk mengalami fluktuasi selama periode 1 Januari-21 Maret 2022.
Rata-rata harga minyak goreng kemasan bermerek tingkat 1 di pasar nasional berkisar antara 19 sampai 24 ribuan. Sementara minyak goreng curah di angka 16 sampai 18 ribuan. Artinya, harga minyak tetap berada di atas harga eceran tertinggi senilai 14 ribu, baik jika mengacu kebijakan pertama maupun kedua.
Kebijakan pemerintah untuk menekan harga minyak goreng pada akhir Januari memang terlihat berhasil dengan catatan penurunan sekitar 7 persen. Namun, harganya masih jauh di atas Rp14 ribu. Dan ketika harga kembali merangkak naik, pemerintah justru melepaskan subsidi minyak kemasan ini. Sehingga yang terjadi adalah harga melambung tak terkendali hingga mencapai Rp24 ribu/liter.
Hal yang sama juga terjadi pada minyak goreng curah. Meskipun telah ditetapkan adanya HET Rp14 ribu/liter sejak 16 Maret 2022, harganya masih melambung hingga Rp18.950 ribu/liter. Jadi kebijakan pemerintah yang kedua kali ini belum terlihat keampuhannya guna mencegah laju kenaikan di momen jelang Ramadhan seperti yang terlihat di atas. Tren kurvanya bahkan masih belum terlihat berjalan turun.
Jika menilik data tren harga minyak goreng kemasan di tiap daerah selama 1–17 Maret 2022, lonjakan harga minyak goreng kemasan paling signifikan terjadi di wilayah Sulawesi Tenggara. Rata-rata harga minyak goreng kemasan seminggu terakhir di Sultra mencapai Rp48.000/liter. Nilai ini paling tinggi di antara wilayah lain yang meskipun meningkat masih di bawah harga Rp25.000.
Bahkan, dari temuan Netray di Twitter, warga Kendari melaporkan harga minyak di wilayahnya sempat mencapai Rp70.000/liter atau hampir 2 kali lipat dari harga rata-rata catatan PIHPS yang sudah paling kontras di antara yang lain. Artinya, harga minyak goreng kemasan di pasaran pun bisa jauh lebih tinggi dari catatan.
Tren kenaikan harga sejumlah komoditas pokok sejak awal tahun menjadi penyebab keresahan masyarakat seperti yang tergambar di linimasa Twitter. Padahal saat ini momen Ramadhan sudah menjelang dan jika berkaca pada momen tahun 2021 lalu, harga-harga komoditas pokok menjulang tajam. Dengan kata lain, tren kenaikan yang dipaparkan di atas kemungkinan masih belum seberapa.
Ditambah lagi dengan persoalan minyak goreng yang membuat harganya semakin tak terbilang bahkan tanpa dipengaruhi oleh momen khusus seperti harga kebutuhan pokok yang lain. Sejumlah kebijakan yang dibuat pemerintah belum mampu mematahkan laju harga minyak goreng. Situasi ini bisa kian meresahkan masyarakat ketika momen Ramadhan dan Lebaran sudah semakin dekat.
Diedit oleh Ananditya Paradhi