Mabes Polri secara resmi telah mengoperasikan Tim Virtual Polisi atau Polisi Virtual pada Kamis 25 Februari 2021 lalu. Polisi Virtual diharap dapat menertibkan para penebar kebencian, fitnah, dan hoaks di dunia maya. Namun, hal ini justru menuai kontroversi oleh berbagai pihak karena dinilai dapat mengancam kebebasan berpendapat dalam bermedia sosial. Tidak hanya itu, bahkan hadirnya Polisi Virtual dinilai dapat menciptakan ruang kriminalisasi baru. Bagaimanakah pemberitaan terkait topik ini di media pemberitaan daring? Seberapa banyak kah media yang membahas hal ini? Simak selengkapnya.
Netray memantau pemberitaan terkait topik ini sejak 21 Februari 2021 sampai dengan 01 Maret 2021. Berdasarkan pantauan Netray ditemukan sebanyak 56 total pemberitaan terkait topik ini yang berasal dari 28 portal media. Sementara itu, topik pembahasan didominasi oleh kategori terkait Hukum, Teknologi, dan Pemerintah. Kemudian apa saja kah yang menjadi pembahasan oleh media?
Polisi Virtual Mulai Awasi Medsos, Warganet Jangan Nakal!
Seperti diketahui, pada Januari lalu Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengusulkan program Polisi Virtual. Hal ini pun kemudian berhembus ke publik selama beberapa pekan sebelum akhirnya resmi dioperasikan. Adapun alasan dari diadakannya program ini, yaitu Polri ingin mencegah tindak pidana Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dalam pelaksanaannya, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menyampaikan akan bekerja sama dengan Kominfo dalam menciptakan ruang internet yang nyaman dan aman.
Polisi Virtual akan mengawasi konten yang terindikasi mengandung hoaks di berbagai platform, seperti Instagram, Twitter, dan Facebook. Kemudian, apabila terdapat unggahan yang berpotensi melanggar pidana, Polisi Virtual akan mengambil tangkapan layar untuk melakukan konsultasi dengan tim ahli yang terdiri dari ahli pidana, bahasa, dan ITE. Setelah kemudian terbukti mengandung unsur pelanggaran maka dari pihak Polisi Virtual akan menegur dan memberi peringatan pada pengguna akun tersebut. Oleh karena itu, Polri mengatakan peringatan dilakukan atas pendapat ahli bukan pendapat subjektif penyidik Polri.
Polisi Virtual Dinilai Dapat Menciptakan Ruang Kriminalisasi Baru?
Setelah akhirnya resmi beroperasi program ini pun mendapat berbagai tanggapan dari masyarakat. Seperti halnya disampaikan oleh Direktur LBH Pers Ade Wahyudin yang dimuat dalam artikel Voice Of Indonesian, operasi Virtual Police yang diatur dalam Surat Edaran Kapolri dinilai kontradiktif dengan hak kebebasan berekspresi di ruang digital. Apalagi tujuan dari Polri sendiri adalah untuk mencegah masyarakat dari jerat UU ITE.
Adapun kekhawatiran lain dari diterapkannya kebijakan ini yakni berpotensi membuka ruang kriminalisasi baru atas interpretasi dari sebuah perbuatan yang dianggap sebagai pencemaran nama baik. Sebab, menurutnya penilaian atas sebuah ekspresi yang dikualifikasikan sebagai sebuah perbuatan pidana sangatlah sulit dan subjektif penilaiannya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Korpolkam) Azis Syamsuddin mengingatkan agar kehadiran Polisi Virtual harus tetap memperhatikan hak masyarakat untuk menyuarakan pendapat. Ia mengapresiasi kehadiran Polisi Virtual untuk menjaga pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) di ruang digital. Akan tetapi, ia mengingatkan Kepolisian untuk tetap memperhatikan hak-hak masyarakat untuk menyuarakan pendapatnya.
Adanya Polisi Digital diklaim akan menimbulkan rasa takut warganet untuk berkomentar. Hal ini dinilai akan mengancam kebebasan berpendapat dari masyarakat. Wakil Koordinator II Kontras Rivanlee Anandar berpendapat bahwa Polri perlu transparan terhadap kinerja polisi virtual. Selama ini publik belum diberi tahu mengenai prosedur pemantauan. Dalam pelaksanaannya, perlu dijelaskan pula komposisi personel yang bekerja. Lalu berkaitan penilaian sebuah konten, apa saja parameternya. Tanpa transparansi, bisa saja polisi melebihi kewenangan dengan menghakimi warganet.
Menurut Pakar Literasi Digital UGM Novi Kurnia aksi moderasi konten pada pengguna media sosial merupakan langkah baik. Meski demikian, kehadiran Polisi Virtual harus tetap memperhatikan sejumlah aspek dalam pelaksanaannya mulai dari posisi, proses, transparansi, perlindungan data diri, hak pengguna digital, hingga kolaborasi moderasi konten.
Pantauan Media Twitter
Tidak hanya menjadi perbincangan di media pemberitaan daring, topik seputar Polisi Virtual juga ramai diperbincangkan di Twitter. Netray mengamati topik ini sejak 21 Februari 2021 sampai dengan 01 Maret 2021.
Hasilnya, total cuitan mencapai 1.4K dengan didominasi oleh cuitan bersentimen negatif. Sementara itu topik ini mendapat impresi sebesar 505.2K dengan potential reach sebanyak 54.4M. Kehadiran dari Polisi Virtual ini agaknya mendapat tanggapan yang kurang menyenangkan dari warganet. Hal ini dapat diamati melalui sentimen negatif yang mendominasi.
Terlihat, puncak pemberitaan terjadi pada tanggal 26 Februari 2021. Hal ini bertepatan setelah sehari diresmikannya program ini. Bahkan hingga saat ini topik tersebut masih menjadi perbincangan warganet. Lalu apa saja yang diperbincangkan oleh warganet?
Polisi Virtual Awasi Medsos, Warganet Risih?
Keberadaan Polisi Virtual di media sosial nampaknya menuai pro dan kontra dari warganet. Warganet menganggap hal ini membatasi pergerakan mereka di media sosial yang mereka anggap sebagai ranah privasi.
Sebagian warganet bertanya terkait keberadaan dari Polisi Virtual dan menanyakan urgensi dari dibentuknya kesatuan tersebut. Namun, terdapat juga warganet yang mengapresiasi dan menilai tahapan yang telah disosialisasikan sudah tepat. Hal ini berkaitan dengan keterangan Polri yang menyatakan akan memberi kesempatan meminta pengunggah yang terindikasi melanggar UU ITE untuk menghapus konten tersebut.
Top Categories
Setelah mengamati bagaimana perkembangan pemberitan ini di media daring dan sosial media Twitter, Netray akan menunjukkan top kategori pada topik ini, seperti top people, top organization, dan top portal.
Seperti terlihat pada gambar di atas, nama Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo sebagai penggagas program ini mendominasi kategori top people, demikian juga organisasi yang dikepalainya. Hal ini karena kedua kategori tersebut saling berkaitan, sesuai dengan topik yang menjadi pembahasan. Sementara itu, dalam kategori Top Portal posisi teratas ditempati oleh Republika dan Tempo.
Keberadaan Polisi Virtual diharap dapat menciptakan ruang dunia maya yang aman, nyaman, dan bersih dari hoaks. Namun, tidak sedikit dari warganet yang bertanya-tanya terkait penerapan dan keberadaan dari polisi virtual ini. Warganet justru khawatir program ini dapat menjadi ranah kriminalisasi baru. Tidak hanya itu, adanya Polisi Virtual menuntut pengguna media sosial agar lebih bijak dalam menggunakan maupun mengunggah sebuah informasi. Selain itu, pemerintah dinilai perlu mensosialisasikan program ini secara terbuka pada masyarakat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. Demikian hasil pantauan Media Monitoring Netray.