Saat berpidato di Sidang Umum PBB bulan lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa keberadaan vaksin COVID-19 akan menjadi game changer. Tak hanya dalam skala nasional, bahkan vaksin dianggap sebagai penentu masa depan dunia, lanjut Presiden. Tentu saja pernyataan ini tidak mengada-ada. Vaksin bagaimanapun juga merupakan harapan manusia untuk lepas dari pandemi saat ini.
Cerita berlanjut hingga saat ini Pemerintah Indonesia siap mengimpor vaksin COVID-19 dari Cina senilai Rp 36,7 triliun atau sebanyak 370 juta dosis. Vaksin tersebut diproduksi oleh tiga perusahaan Cina yakni Sinovac, Sinopharm, dan Cansino. Sedangkan rekanan farmasi dalam negeri untuk mengelola vaksin ini diserahkan kepada BUMN PT Bio Farma.
Mengingat pentingnya keberadaan vaksin tersebut, lumrah jika media massa menerbitkan sejumlah laporan yang sedikit banyak berhubungan dengannya. Agar konsumen media massa daring nasional mendapatkan peta wacana dari isu ini, Media Monitoring Netray melakukan pemantauan ke sebagian besar portal berita selama kurun waktu 30 hari ke belakang.
Peta Wacana Vaksin dalam Media Daring
Dari proses pemantauan, Netray berhasil menemukan sejumlah data umum atas kata kunci vaksin, covid, china, dan sinovac. Antara lain, setidaknya terdapat 1.687 laporan yang dilakukan oleh 90 portal berita. Sejak awal pemantauan, yakni pada tanggal 14 September, berita yang memuat kata kunci sudah muncul sebanyak 79 kali dalam sehari.
Vaksin COVID-19 kini direncanakan akan datang pada bulan November mendatang. Keberadaanya sudah diprediksi sejak bulan lalu. Pada pertengahan bulan, pemerintah telah konsisten menyebut bahwa vaksin tersebut akan mulai tersedia di kuartal IV. Persis dengan rencana saat ini. Hanya saja jumlahnya yang berbeda. Jika pada pernyataan awal pemerintah menyebutkan hanya akan mendatangkan 30 juta buah, kini pemerintah berani membawa pulang vaksin lebih banyak dari populasi penduduk.
Perbedaan lain adalah rekanan perusahaan yang memproduksi vaksin tersebut. Bersumber dari pemberitaan di awal pemantauan, Pemerintah Indonesia sempat menjajaki sejumlah perusahaan asing di luar Negeri Tiongkok seperti AstraZeneca di bawah Kampus Oxford dan Fujifilm Toyama Chemical asal Jepang. Meskipun secara tidak langsung pilihan jatuh ke ketiga perusahaan asal Cina jika berkaca dari kuantitas pembelian yang sudah mencukupi kebutuhan vaksinasi nasional.
Tetapi pemerintah ternyata dikabarkan masih berharap bisa mendatangkan vaksin COVID-19 dari luar Cina. Targetnya ialah tetap membeli vaksin dari AstraZeneca sebanyak 100 juta buah vaksin senilai Rp 7,2 triliun. Bagaimanapun klaim WHO bahwa produk dari Inggris ini adalah yang paling efektif.
Hal ini tentu dapat memperburuk pandangan masyarakat karena terkesan membingungkan. Mengapa pemerintah harus mendatangkan vaksin yang berbeda? Apakah masyarakat akan mendapatkan vaksin yang berlainan? Sampai kabar pembelian benar-benar telah dilakukan, pertanyaan-pertanyaan ini sangat mungkin untuk timbul kemudian hari.
Wacana selanjutnya yakni berhubungan dengan kehalalan dari vaksin yang diproduksi di Cina. Mengingat penduduk Indonesia sebagian besar adalah umat muslim, mau tak mau kehalalan vaksin juga menjadi perhatian pemerintah. Dari pantauan Netray, kata kunci halal sudah muncul sejak 15 November yang lalu. Isi beritanya adalah upaya Menteri Erick dalam memastikan kehalalan vaksin COVID-19.
Selain Erick Thohir, ada beberapa pembantu presiden yang ditugaskan untuk mengelola vaksin tersebut. Salah satunya adalah Menteri Luhut Pandjaitan. Tidak mengherankan. Tetapi keterlibatan Luhut membawa dimensi baru di dalam wacana Vaksin COVID-19 yakni investasi. Dengan begitunya ‘game changer penentu masa depan ini’ juga masuk dalam ranah ekonomi.
Vaksin Tak Melulu Wacana Kesehatan, Tapi Ekonomi
Sejak awal pandemi, Pemerintah Indonesia sudah menghadirkan wacana ekonomi selain dimensi kesehatan. Tidak mungkin bila harus membatasi mobilitas masyarakat secara ketat agar tak terjadi penularan yang masif karena akan mengganggu jalannya roda ekonomi. Begitu gagasan pengelolaan di benak pemerintah.
Bahkan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya dengan masuknya Menteri Kemaritiman dan Investasi dalam upaya pengadaan vaksin, membicarakan kesehatan masyarakat bisa sekaligus mendorong potensi ekonomi. Itulah mengapa dalam diagram kategori hasil pantauan Netray, muncul klaster berita Finance and Insurance.
Pemberitaan ini melihat adanya peluang perluasan ekonomi, melalui investasi dan pasar saham, yang dipengaruhi oleh setiap kemajuan upaya penanganan pandemi. Salah satunya mengapa keberadaan vaksin harus dikejar. Masuk akal ketika pemerintah semacam membentuk orkestrasi bahwa mereka sedang berburu vaksin yang paling sangkil dan mangkus untuk masyarakat Indonesia.
Ketika Jepang melakukan recovery pasca perang dunia, mereka tidak asal ambil siapa saja yang akan mendapat bantuan. Bahkan muncul anekdot yang menyebutkan Kaisar Jepang pertama kali menanyakan berapa guru yang masih selamat dari ledakan bom atom Amerika. Begitu pula yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk memulihkan bangsa ketika vaksin datang nanti. Pemerintah telah membuat daftar prioritas penerima, sebelum diedarkan secara luas.
Menurut pemerintah, garda terdepan seperti tenaga medis, TNI dan Polri, pelayan publik, akan mendapat vaksin pertama kali. Selanjutnya tenaga pendidik seperti guru PAUD, guru TK, guru SD hingga SMA, dan tenaga pengajar di perguruan tinggi yang akan memperoleh vaksinasi. Pemerintah juga memiliki rencana untuk menggratiskan vaksin ke penduduk usia 19-59 tahun (usia produktif) agar dapat kembali beraktivitas secara normal.
Masyarakat Indonesia tentu sangat mengharap kedatangan vaksin COVID-19 sesegera mungkin. Meski posisinya krusial, bukan berarti begitu vaksin datang semua masalah dapat terselesaikan. Bagaimanapun membatasi diri melalui protokol kesehatan yang ketat serta menjaga jarak di ruang publik masih dibutuhkan. Harapan kesehatan dan kebangkitan ekonomi tak hanya berada di pundak pemerintah, tetapi harus didukung masyarakat secara luas.