Penolakan terhadap Omnibus Law terus bermunculan sejak disahkan pada 05 Oktober 2020 lalu. Penolakan tersebut datang dari berbagai kalangan. Dari buruh hingga mahasiswa yang menggugat Undang-Undang yang bermasalah ini sejak 6-8 Oktober 2020. Tidak hanya menggugat melalui media sosial, para buruh dan mahasiswa pun menggelar aksi di berbagai wilayah hingga kericuhan pun tidak dapat terelakkan.
Media Monitoring Netray melakukan pemantauan terkait pemberitaan seputar topik ini melalui media pemberitaan. Berdasarkan pantauan tersebut ditemukan 2,520 artikel pemberitaan yang berasal dari 112 media dengan didominasi oleh topik seputar Hukum dan Pemerintahan.
Terlihat pembahasan topik muncul sejak 05 Oktober 2020 dan terus mengalami kenaikan setiap harinya. Dari pantauan Netray, keramaian aksi ini muncul sebagai bentuk kekecewaan masyarakat atas pengesahan UU Omnibus Law pada 5 Oktober lalu. Masyarakat melayangkan Mosi Tidak Percaya dan kembali melakukan aksi demo di berbagai wilayah. Tidak sedikit aksi yang berujung ricuh dan mengakibatkan kerusakan fasilitas umum.
Melalui peta pemberitaan terlihat beberapa wilayah dengan warna lebih pekat yang menunjukan intensitas pembahasan topik ini dengan jumlah tinggi. Beberapa wilayah tersebut diantaranya, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jakarta, dan beberapa wilayah lain di Sumatera hingga Sulawesi. Hal ini berkaitan dengan kericuhan aksi yang terjadi di wilayah tersebut.
Dalam aksi protes ini kericuhan tidak dapat terhindarkan hingga pendemo harus bersitegang dengan aparat. Akibatnya, aksi saling lempar dan pembakaran di sejumlah wilayah pun terjadi. Hal ini yang kemudian disesalkan oleh sejumlah kalangan yang menyayangkan adanya kerusakan fasilitas umum pasca aksi. Tidak hanya pendemo, aparat pun kerap disorot dalam hal ini karena kerap juga melakukan tindakan yang dinilai represif sehingga menambah kericuhan dan memicu amarah peserta aksi.
Anarko Hingga Hoaks Dinilai Menjadi Pemicu Kericuhan Aksi Tolak Omnibus Law
Menanggapi terjadinya kericuhan aksi, Joko Widodo selaku Presiden RI menilai hal ini disebabkan oleh hoaks di media sosial yang mempublikasi draf RUU yang salah, terpotong, atau tidak lengkap. Akan tetapi, hal ini pun sontak dibantah oleh BEM SI yang menilai aksi ini merupakan bentuk kekecewaan rakyat terhadap pemerintah yang dinilai tidak transparan terhadap publik.
Selain dinilai karena hoaks, kericuhan demo juga dikatakan terjadi karena ulah sekelompok penyelundup atau kelompok anarko. Kelompok ini dinilai ikut dalam sejumlah aksi dan menjadi dalang dari kerusuhan yang terjadi. Akan tetapi hal ini masih berupa dugaan dengan bukti yang belum memadai. Di sisi lain, Luhut Binsar Panjaitan justru menganggap aksi ini ditunggangi dan didalangi oleh sejumlah kelompok yang memiliki kepentingan pada Pilkada 2024.
Permintaan Dialog Dengan Buruh dan Mahasiswa
Kericuhan yang terjadi terus menuai perbincangan hingga menjadi sorotan media asing. Aksi massa yang menolak disahkannya UU dengan berbagai pasal kontroversial ini memang menjadi polemik. Bambang Soesatyo selaku Ketua MPR pun meminta DPR menyediakan ruang dialog untuk mahasiswa dan buruh untuk menyikapi bentuk protes ini.
Dukungan Terkait Aksi Penolakan Omnibus Law
Menariknya, tidak semua pemerintah daerah juga sepakat terhadap disahkannya UU ini. Hal ini dapat dilihat melalui pemberitaan yang menyampaikan DPRD Bukit Tinggi dan Gubernur Sumsel ikut menyuarakan yang ikut menyuarakan penolakan.
Top Categories
Dalam pembahasan seputar topik ini Sindonews dan CNN Indonesia menjadi media pemberitaan yang paling banyak menerbitkan artikel. Pada Top Organization terlihat Kepolisian Republik Indonesia dan DPR menjadi organisasi yang populer pada topik ini. Selain itu, pada Top Facilities terlihat Malioboro yang merupakan lokasi wisata menjadi Top Facility. Hal ini dipicu perbincangan terkait kericuhan yang juga terjadi di lokasi tersebut diikuti oleh beberapa fasilitas lain, seperti Istana Negara, Gedung Sate, dan Gedung DPRD di sejumlah wilayah yang ikut menjadi sasaran pendemo.
Kericuhan dalam aksi penolakan UU ini terus menjadi perbincangan, pemicunya pun beragam salah satunya datang dari ketegangan antar pendemo dan aparat yang dinilai melakukan kekerasan. Aksi damai pun bukannya tidak pernah dilakukan, bahkan telah berulang namun tidak juga menuai perubahan. Bahkan pemerintah terkesan terburu-buru dan ‘kucing-kucingan’ dalam membahas UU ini. Itulah sebabnya ketika disahkan, kericuhan aksi di berbagai wilayah tak dapat dihindarkan.