Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) dari tahun 2015 hingga 2019 menunjukkan jumlah kecelakaan lalu lintas selalu mengalami kenaikan secara linier. Angka rata-rata peningkatan kecelakaan sebesar 4,87%.
Sejumlah penelitian menunjukkan kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) yang menjadi acuan kemampuan dan kecakapan mengemudi jadi salah satu faktor risiko kecelakaan. Dan data menunjukkan jumlah pemilik SIM di Indonesia lebih sedikit jika dibandingkan dengan kendaraan beredar.
Jika menilik data kecelakaan kendaraan bermotor pada 2019 ada 116.411 kejadian. Artinya selama satu tahun setiap hari rata-rata terjadi 318 kecelakaan.
Kecelakaan lalu lintas juga dinilai sebagai salah satu pembunuh teratas, meski jumlahnya tiap tahun fluktuatif. Untuk korban meninggal, jumlahnya sempat meningkat pada tahun 2016 dan 2017 yakni 31.262 dan 30.694, akan tetapi turun pada tahun 2019 menjadi 25.671. Namun jika dilihat data 2019 tersebut maka rata-rata dalam setahun tiap hari ada 70 orang yang meninggal karena kecelakaan lalu lintas.
Sedangkan korban luka serius mengalami penurunan yang cukup signifikan. Dari yang awalnya sebesar 22.454 jiwa pada tahun 2015 menjadi 12.475 jiwa, atau berkurang sebanyak 13,67% setiap tahun.
Peningkatan secara linier kembali muncul dari data korban luka ringan. Pada tahun 2015 jumlah korban kecelakaan lalu lintas berada di angka 107.703 jiwa. Di 2017 jumlah tersebut bertambah menjadi 121.757 jiwa dan di tahun 2019 menjadi 137.342, atau rata-rata meningkat 6,26% per tahun.
Kerugian akibat kecelakaan di jalan raya tentu saja tak hanya dari korban manusia. Kerugian material juga menjadi indikator seberapa besar dampak kecelakaan terhadap perekonomian masyarakat. Selama lima tahun, kerugian materi terendah berada di tahun 2018 yakni Rp 213 miliar, sedangkan tertinggi adalah di tahun 2019 yang mencapai Rp 254 miliar.
Status Kepemilikan SIM jadi Faktor Risiko Kecelakaan?
Pasal 18 (1) UU Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan menyebut bahwa setiap pengemudi kendaraan bermotor di wilayah wajib memiliki SIM. SIM adalah bukti registrasi dan identifikasi yang diberikan oleh Polri kepada seseoraang yang telah memenuhi persyaratan administrasi, sehat jasmani dan rohani, memahami peraturan lalu lintas dan trampil mengemudikan kendaraan bermotor sehingga mengurangi risiko kecelakaan.
Penelitian Ajuna Rampal (2019) berjudul “Probabilitas Kecelakaan pada Pengendara Sepeda Motor Terkait dengan Status Kepemilikan SIM” menunjukkan bahwa kejadian kecelakaan berkait erat dengan kepemilikan SIM. Dari 100 responden disimpulan bahwa lama kepemilikan SIM memiliki hubungan dengan kejadian kecelakaan lalu lintas, dimana probalitas pengendara sepedamotor tidak punya SIM lebih beresiko mengalami kecelakaan sebesar 68% daripada yang memiliki SIM sebesar 32%.
Data BPS juga menunjukkan, jumlah kepemilikan SIM dengan kendaraan di Indonesia tak sebanding. Pada 2020 lalu terdapat 13.549.656 buah SIM yang dibuat oleh masyarakat. Baik itu SIM baru, perpanjang, atau ganti. Di tahun 2019, jumlah SIM yang diterbitkan Polri adalah sebanyak 12.954.142 buah SIM dari berbagai jenis.
Periode laporan kepemilikan SIM yang menampilkan data dari tahun 2016 hingga 2020 tentu memiliki alasan tersendiri. Hal ini berkaitan dengan masa berlaku SIM yaitu 5 tahun sejak surat tersebut dibuat. Jadi asumsinya total SIM yang aktif pada tahun 2020 adalah jumlah SIM yang dibuat sejak tahun 2016. Di sini kita bisa menghitung berapa banyak pengguna jalan raya yang legal, yakni sebesar 54.441.222 buah SIM segala jenis.
Sementara itu berdasarkan data BPS, jumlah kendaraan yang saat ini beredar di masyarakat adalah sebanyak 136.137.451 unit, atau hampir tiga kali lipat jumlah SIM. Memang tidak semua orang yang berkendara punya SIM, tidak semua orang bisa mengendarai kendaraan bermotor, dan tidak semua individu masyarakat memiliki satu unit kendaraan saja.
Apabila angka-angka ini diperas sedemikian rupa, akan muncul gambaran khusus yang bisa digunakan sebagai cara pandang. Pertama, adalah perbandingan antara pemilik SIM dengan penduduk Indonesia. Dengan asumsi bahwa tidak semua individu memiliki SIM dan berkendara, maka perbandingan paling mendekati adalah dengan menggunakan jumlah rumah tangga di Indonesia, yakni 68,7 juta rumah tangga.
Sekali lagi, asumsinya adalah setiap rumah tangga memiliki minimal satu orang yang berkendara. Dengan begitu untuk setiap 1 rumah tangga hanya ada 0,8 anggotanya yang memiliki SIM. Dengan rata-rata per rumah tangga memiliki 3,9 anggota, maka terdapat 3,1 anggota keluarga yang tidak memiliki SIM.
Konsekuensi dari hal ini adalah terdapat sejumlah kendaraan yang dikendarai oleh anggota keluarga yang tidak memiliki SIM. Lantas berapa banyak jumlah kendaraan tersebut?Jika dihitung secara kasar maka hasilnya adalah 136.137.451–54.441.222 = 81.696.229 unit kendaraan untuk 3,1 anggota keluarga. Atau sekitar 26.353.622 unit kendaraan untuk 1 anggota keluarga yang tak memiliki SIM.
Mengapa jumlah kecelakaan pada tahun 2020 masih terus meningkat? Salah satu faktornya bisa jadi kerena terdapat 80 juta lebih kendaraan yang melintas setiap waktu dan 26,3 juta di antaranya tidak memiliki SIM. Hanya saja dengan jumlah pemilik SIM yang mencapai 2/3 lebih jumlah kendaraan, resiko kecelakaan fatal secara tidak langsung bisa ditekan.
Pemantauan Media Massa
Upaya untuk mengurangi resiko kecelakaan di jalan raya salah satunya juga datang dari produsen kendaraan. Mereka acap kali dikabarkan membuat teknologi baru yang dapat mengurangi jatuhnya korban kecelakaan lalu lintas. Teknologi semacam ini tentu menjadi nilai jual yang tinggi bagi konsumen yang peduli dengan keselamatannya.
Agar memperoleh gambaran terkait hal ini, Netray Media Monitoring memantau pemberitaan di media massa selama periode 3 bulan ke belakang. Yang ingin dipantau adalah seberapa sering media massa menulis berita terkait inovasi yang dilakukan produsen kendaraan bermotor guna meningkatkan keselamatan berkendara.
Hasil pemantauan tersebut adalah Netray menemukan sebanyak 365 artikel yang mengandung kata kunci “otomotif” dan “kecelakaan”. Terdapat 60 media massa daring dalam negeri yang membuat artikel tersebut. Lantas apakah pemantauan ini berhasil menyasar asumsi bahwa produsen kendaraan secara aktif berupaya mengurangi resiko kecelakaan akibat permasalahan teknis kendaraan bermotor?
Grafik Top Words dari pemantauan ini memperlihatkan sejumlah kata yang berasosiasi dengan pertanyaan di atas. Seperti kata “teknologi”, “berkendara”, “fitur”, “sistem”, dan “keselamatan”. Sejumlah produsen kendaraan bermotor juga tampak pada grafik ini antara lain Toyota, Honda, dan Mitsubishi.
Netray juga memberi contoh artikel yang membahas teknologi keamanan kendaraan bermotor dari hasil pemantauan. Antara lain seperti penerapan teknologi airbag pada sepeda motor, adopsi teknologi radar dan sensor, hingga teknologi menghilangkan blind spot pada kendaraan roda empat.
Dua contoh di atas adalah upaya dari para stakeholder seperti pemerintah dan pelaku industri untuk menekan jumlah korban kecelakaan. Tentu saja masih banyak upaya lain yang mungkin bisa atau sudah menyumbang statistik transportasi darat secara positif. Hanya saja permasalahan berkendara seperti akan terus hadir, misalkan jumlah kendaraan yang terus bertambah, yang justru menambah anasir negatif pada data tersebut.
Editor: Irwan Syambudi