Perkembangan teknologi digital membuka jalan lebar bagi jasa investasi reksa dana yang tercatat sudah ada di Indonesia sejak empat dekade yang lalu. Sebagian besar perusahaan sekuritas dan penyedia jasa investasi saat ini memiliki sistem investasi yang dapat diakses secara online. Bahkan tak sedikit pula yang memiliki aplikasi seluler.
Menurut data dari lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK), saat ini terdapat 74 sistem investasi reksa dana online yang ditawarkan ke publik. Sedangkan 56 sistem diantaranya memiliki aplikasi seluler yang dapat diunduh baik dari Google Play maupun website perusahaan. Publik dalam negeri dapat secara mudah menumbuhkembangkan modal mereka.
Laporan kali ini akan membahas seberapa besar pertumbuhan investasi reksa dana di tengah pesatnya perkembangan teknologi. Bagaimana pasar modal yang dulunya dianggap hanya untuk kalangan berduit, sekarang bisa dijangkau oleh orang umum melalui online.
Hanya saja sebelum menginjak pada pembahasan ini, perlu dilihat kembali bagaimana potongan sejarah kehadiran jasa investasi reksa dana di Indonesia.
Investasi dengan skema reksa dana memang sudah ada di Indonesia sejak tahun 70-an, akan tetapi secara online baru dicetuskan pertama kali pada tahun 2015 oleh PT Bareksa Portal Investasi. Bareksa mendapat izin resmi dari OJK pada 8 Februari 2016. Tak butuh waktu lama hingga popularitas aplikasi seluler di kalangan penyedia jasa investasi menanjak dengan pesat.
Popularitas tersebut sangat mempengaruhi kondisi pasar modal dalam negeri, khususnya dari sisi investasi reksa dana. Salah satu indikator yang bisa dimanfaatkan untuk membaca perkembangan ini adalah Nilai Aktiva Bersih (NAB).
NAB adalah nilai yang menggambarkan total kekayaan yang dikelola manajer reksa dana setiap harinya. OJK memiliki data seberapa besar angka NAB di Indonesia secara kumulatif sejak tahun 2013.
Data OJK menunjukkan setiap tahun nilai investasi yang dikelola oleh manajer investasi selalu meningkat. Di awal tahun 2013 hingga akhir tahun 2016, dana masyarakat yang dikelola manajer investasi reksa dana hanya berkisar Rp200–300 triliun. Memasuki pertengahan 2017, jumlah yang dikelola sudah berada di atas Rp 400 triliun, atau dua kali lipat dari posisi awal.
Sejak itu angka investasi masyarakat tidak pernah turun di bawah angka Rp 400 triliun. Meskipun tidak selamanya mengalami peningkatan secara linier. Seperti saat wabah Covid-19 mulai melanda Indonesia dan dunia, nilai investasi masyarakat melandai.
Tercatat angka NAB sempat mencapai Rp 558 triliun pada bulan Oktober 2019, akan tetapi hanya berselang empat bulan kemudian nilai ini anjlok cukup drastis. Pada bulan Maret 2020 saat Covid-19 merebak, data dari OJK menunjukan bahwa manajer reksa dana hanya mengelola modal dari masyarakat sebesar Rp 471 triliun saja.
Setelah satu tahun kinerja NAB kembali menunjukan grafik yang membaik. Masyarakat kembali mempercayakan modal mereka pada lembaga pengelola investasi meskipun pandemi Covid-19 masih berlangsung. Sejak Desember 2020, nilai investasi masyarakat telah kembali di angka Rp 570 triliun. Hanya saja belum menunjukan kemajuan yang positif pada periode selanjutnya, yakni di tahun 2021, yang justru menunjukkan stagnasi.
Top Aplikasi Reksa Dana
Selama 5 bulan, antara Agustus hingga Desember 2021, data OJK menunjukkan sejumlah manajer investasi penyumbang NAB terbanyak. Apabila sumbangan tersebut diakumulasikan hasilnya seperti di bawah ini.
Jika ditelusuri lebih jauh, dari kelima manajer reksa dana tertinggi ini dua diantaranya tidak mengelola modal secara online. Yakni PT Schroder Investment Management Indonesia dan PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen. Sedangkan PT Manulife Aset Manajemen Indonesia memiliki aplikasi bernama Klikmami, PT Sinarmas Asset Management membuat aplikasi untuk publik bertajuk Siminvest, dan PT Mandiri Manajemen Investasi mengelola 2 aplikasi reksa dana online bernama Moinves dan Koinworks.
Aplikasi Koinworks sendiri sudah diunduh dan diinstal sebanyak lebih dari satu juta kali dari Google Play Store sedangkan Moinves baru diinstal lebih dari 10 ribu kali. Sedangkan SimInvest telah diinstal lebih dari 100 ribu kali. Sedangkan Klikmami tidak memiliki aplikasi seluler dan hanya bisa diakses melalui layar browser.
Akan tetapi data statistik yang ditampilkan di Google Play Store untuk bidang aplikasi investasi reksa dana menunjukkan bahwa aplikasi Bibit, Ajaib, Pluang, hingga Bareksa mengantongi pelanggan terbanyak. Manajemen investasi Bibit, yang dikembangkan oleh PT Bibit Tumbuh Bersama, telah diunduh oleh lebih dari 5 juta kali. Sedangkan aplikasi Ajaib mendapat lebih dari 1 juta unduhan. Bareksa dan Pluang diunduh oleh lebih dari 500 ribu pengguna.
Review Apliksi Investasi Bertebaran di YouTube
Pemantauan Netray Media Monitoring di laman YouTube terkait topik aplikasi investasi menghasilkan sejumlah data yang menarik. Pemantauan tersebut menggunakan kata kunci “aplikasi investasi” dan dilakukan selama periode 1 Oktober 2021 hingga 20 Januari 2022. Simak sejumlah temuan Netray di bawah ini.
Netray menemukan bahwa 141 video yang mengandung kata kunci diunggah selama periode pemantauan. Video-video tersebut sudah ditonton sebanyak 104 ribu kali dan mendapat komentar sebanyak 175 kali. 65 komentar adalah komentar positif sedangkan 68 lainnya merupakan komentar bersentimen negatif.
Beberapa video terpantau secara khusus membahas sejumlah aplikasi investasi seperti Bibit, Ajaib, dan Pluang. Video yang membahas aplikasi investasi Bibit menjadi video yang paling banyak ditonton dengan 7,7 ribu kali penayangan. Disusul dengan video yang membahas aplikasi Pluang dengan penayangan sebanyak 1,1 ribu kali.
Investor Reksa Dana: Dari Pelajar hingga Ibu Rumah Tangga
Hingga akhir Desember 2021, total pemilik Single Investor Identification (SID) atau nomor identitas tunggal investor saham, reksa dana, dan obligasi di dalam negeri telah mencapai angka 5.749.030. Sebanyak 3.545.452 merupakan investor laki-laki sedangkan 2.203.578 lainnya merupakan investor perempuan.
Sebanyak 42,12% dari keseluruhan pemilik SID berprofesi sebagai pegawai swasta. Status pelajar tidak mengurangi minat mereka untuk berinvestasi sehingga dapat menyumbang 20%. Bahkan menyaingi profesi pengusaha yang hanya di angka 13,83%. Yang menarik di sini adalah 4,06% pemilik SID mengaku berprofesi sebagai ibu rumah tangga serta 0,31% berasal dari jajaran kepolisian.
Dari kategori usia, data menunjukan bahwa rentang usia 21–30 tahun menjadi peminat investasi reksa dana paling tinggi, yakni mencapai angka 49,38% atau hampir separuh populasi. Karena kepemilikan modal sebagian besar dimiliki oleh usia produktif, maka urutan kedua dan ketiga adalah rentang usia 31–40 tahun dan 41–50 tahun. Dengan persentase 23,56% dan 12,04%. Kelompok masyarakat di bawah usia 20 tahun hanya menyumbang 4,88% saja.
Dengan pemaparan data di atas, peluang aplikasi investasi untuk terus berkembang di masa depan tentu saja masih terbuka sangat lebar. Keberadaan aplikasi investasi yang baru muncul 6 hingga 7 tahun terakhir memiliki potensi berkembang dan semakin memudahkan penggunanya seiring dengan perkembangan teknologi.
Sementara jika dilihat dari potensi investor, berdasarkan data pemilik SID juga masih berada di angka 1 digit (dalam juta) apabila dibanding dengan penduduk Indonesia yang mencapai 3 digit. Usia muda menjadi kalangan yang paling potensial, maka pengenalan produk investasi sejak dini bukan tidak mungkin akan makin meningkatkan pertumbuhan investasi di masa mendatang.
Editor: Irwan Syambudi