Meski pada awal pandemi keberadaanya sempat diremehkan, masker sekarang menjadi syarat wajib untuk beraktivitas sehari-hari. Bagi pemerintah, masker menjadi alasan untuk menerapkan kedisiplinan kepada warganya. Sedangkan bagi sebagian kecil masyarakat, masker adalah peluang ekonomi baru mengingat banyaknya permintaan masyarakat.
Akan tetapi tak semua jenis masker dianggap layak untuk menangkal virus corona selama pandemi ini. Agar efektif mengurangi resiko penularan, masker wajah harus memenuhi standar atau spesifikasi tertentu. Hal ini membuat beberapa jenis masker tidak dianjurkan penggunaanya meski cukup populer di kalangan masyarakat.
Salah satu jenis masker yang digemari oleh masyarakat adalah masker scuba. Masker ini terhitung lebih nyaman ketika dikenakan jika dibandingkan dengan jenis masker yang lain. Bentuknya sederhana, tetapi dapat divariasi melalui proses printing sehingga tampilannya menjadi lebih menarik.
Sayangnya masker jenis scuba sekarang sudah tidak dianjurkan lagi penggunaanya. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan menghimbau masyarakat untuk mengenakan masker yang baik dan benar bahannya.
Masker scuba, termasuk juga jenis buff, dinilai memiliki materi yang terlalu tipis dan hanya memiliki satu lapisan. Sedangkan anjuran pemerintah adalah dua atau lebih lapisan, tergantung bahan atau materinya.
Pantauan Media Massa
Dari pemantauan Media Monitoring Netray, wacana efektivitas masker scuba sebenarnya telah berlangsung cukup lama. Pada tanggal 14 September lalu muncul pemberitaan anjuran bagi penumpang KRL untuk tidak mengenakan masker jenis tersebut semenjak penerapan PSBB jilid 2 di Jakarta.
Pemberitaan tentang pelarangan masker scuba juga cukup ramai mengisi wajah portal berita dalam negeri selama periode pemantauan, yakni antara 13 September hingga 23 September. Tercatat muncul 402 berita oleh 84 kantor berita daring dengan kata kunci masker, scuba, aturan, dan sni.
Meskipun berupa anjuran dari pemerintah, kategori pemberitaan ini ternyata jatuh pada lokus Kesehatan dan Gaya Hidup. Bukan pada lokus Pemerintah seperti yang diprediksi sebelumnya. Latar belakangnya adalah surat kabar daring tak hanya mengangkat cerita soal pembuatan aturan pelarangan masker scuba saja, tetapi juga serba-serbi laporan dari berbagai macam sudut pandang.
Berita dengan nada netral juga lebih mendominasi pemberitaan di media massa daring. Hampir tidak ada muatan sentimen yang berarti ketika pemerintah memberikan anjuran untuk tidak mengenakan masker scuba. Tercatat hanya terdapat 131 berita dengan sentimen positif dan 99 berita saja yang memiliki sentimen negatif.
Seperti yang telah diasumsikan sebelumnya, munculnya sentimen negatif atas anjuran ini tentu saja sebagai dampak yang diterima masyarakat secara langsung. Termasuk soal pedagang masker scuba yang mengalami kerugian hingga pendisiplinan warga yang semakin gencar. Kembali lagi bahwa bagi sebagian masyarakat, keberadaan masker jenis ini sudah menjadi ‘sweet spot’ bagi mereka.
Pandangan Warganet
Lantas bagaimana respon warganet sebagai representasi masyarakat Indonesia dengan anjuran untuk tidak lagi mengenakan masker scuba? Pandangan masyarakat ternyata sudah sangat negatif melihat keberadaan masker jenis ini.
Terlihat jelas dari diagram di atas bahwa cuitan warganet dengan sentimen negatif berhasil Netray kumpulkan sebanyak 1.838 buah. Sedangkan cuitan dengan sentimen positif hanya muncul 206 kali saja. Padahal total cuitan yang dihimpun hanya sebanyak 2.383 buah, tak terpaut jauh dengan total sentimen negatif.
Yang patut dipertanyakan selanjutnya adalah apakah sentimen negatif ini memiliki satu alasan saja? Atau apa saja sudut pandang warganet ketika membahas keberadaan masker scuba? Penguraian latar belakang ini akan memberikan gambaran yang lebih utuh terhadap persepsi masyarakat.
Pandangan negatif pertama yang muncul terkait wacana aturan masker scuba dan buff adalah asumsi yang cenderung bersifat konspiratif. Beberapa warganet melihat bahwa anjuran untuk tidak menggunakan masker scuba adalah untuk kepentingan tertentu, semisal persaingan bisnis antara produsen masker scuba dan jenis masker lainnya yang dianjurkan pemerintah.
Sentimen negatif juga muncul dari sudut pandang penjual masker scuba. Mereka yang sudah membeli masker scuba secara grosir untuk dijual kembali tentu akan sangat merugi. Termasuk juga mereka yang memproduksi masker jenis ini. Menilik popularitasnya, tentu bisa diasumsikan bahwa tak sedikit pedagang yang akan merugi.
Sudut pandang paling umum menyasar efektivitas masker scuba sendiri. Warganet pun turut serta ‘mengkampanyekan’ anjuran untuk tidak lagi menggunakan masker jenis ini. Mereka mengevaluasi penggunaan masker yang akhirnya terejawantahkan sebagai sentimen negatif oleh Netray.
Dan setelah anjuran menjadi aturan pada tanggal 22 September yang lalu, sentimen negatif kembali berubah sudut pandangnya. Kini warganet justru menyoroti aturan tersebut. Baik dari konten hingga penegakan aturan. Masyarakat masih sangsi apakah aturan masker scuba ini benar-benar aturan yang tepat dan ditegakkan dengan benar.
Kompleksitas sudut pandang atas aturan dan larangan penggunaan masker scuba ini tentu harus diperhatikan dengan seksama. Warganet bukanlah satu kesatuan suara ketika mereka hadir dengan pengalamannya masing-masing. Pihak yang ingin mengambil kesimpulan harus memberi rekognisi terhadap setiap sudut pandang.
Bagaimanapun perbincangan ini sudah menjadi isu nasional. Setidaknya 68,5 juta akun mendapat akses terhadap perbincangan ini. Dan warganet telah meresponnya sebanyak 23,5 ribu kali selama masa pemantauan.
Meskipun masker scuba adalah objek yang sederhana, tetapi dalam konteks yang lebih luas ternyata menimbulkan perbincangan yang kompleks. Bagaimana pendapat pembaca sekalian? Apakah masih menggunakan masker scuba untuk beraktivitas akhir-akhir ini?