Film Kiblat yang baru rilis trailer pada Kamis, 21 Maret 2024 lalu sudah menuai kontroversi. Film bergenre horor religi ini banyak mendapat kritik dari publik. Bahkan film ini juga mendapat sorotan tokoh agama hingga MUI yang akhirnya membuat pihak PH memutuskan untuk mengganti nama hingga poster film tersebut.
Netray Media Monitoring memantau perbincangan warganet Twitter tentang film ini menggunakan kata kunci film && kiblat dalam periode pemantauan 21 Maret – 3 April 2024. Hasilnya, ditemukan sebanyak 1,6 ribu unggahan berkaitan dengan kata kunci. Unggahan-unggahan ini dinaikkan oleh lebih dari sembilan ratus akun dengan potential reach mencapai 74,1 juta akun.
Perbincangan tentang film ini sudah terlihat sejak awal perilisan trailer. Meski sepi di lima hari pertama penayangan, di hari keenam yakni 26 Maret 2024 perbincangan warganet tentang kata kunci ini tampak menjulang tinggi dan memuncak di hari berikutnya dengan total 592 unggahan dalam sehari.
Kritik Warganet dan Tokoh Publik atas Trailer Film Kiblat
Di awal penayangan, warganet mulai memberikan kritik tentang cuplikan dari film Kiblat tersebut. Salah satu unggahan kritik pada hari H perilisan trailer menjadi unggahan terpopuler. Akun @gf0rcex berpendapat jika film Kiblat ini hanya akan membuat parno orang yang akan melakukan ibadah sholat. Selain itu, ia juga beranggapan jika ‘kiblat’ merupakan hal yang sakral.
Hal senada juga dicuitkan oleh akun-akun X di bawah ini. Kiblat yang merupakan arah Ka’bah sebagai bagian dari ibadah umat muslim dianggap menjadi hal yang sakral bagi warganet. Sehingga kritik atas judul hingga cerita yang menyuguhkan kejadian seram saat sholat menjadi ajang kritik warganet. Warganet merasa geram atas penggambaran ibadah yang dibuat begitu menyeramkan.
Film Kiblat yang belum resmi tayang ini juga mendapat perhatian dari tokoh agama. Warganet Twitter kerap mengunggah ulang pernyataan dan komentar Ustadz Adi Hidayat terkait film horor ini. Seperti unggahan dari akun berita @eradotid yang membagikan artikel pemberitaan yang mengutip pendapat tokoh tersebut.
Ustadz Adi Hidayat berpendapat jika tidak sah apabila membuat judul film yang bertentangan dengan nilai moral yang telah mengakar di masyarakat. Pernyataan Wakil Ketua I Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini diharapkan warganet dapat didengar dan dijadikan masukan untuk para sineas yang akan membuat film.
Film garapan Bobby Prasetyo ini juga mendapat sorotan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait judul dan poster yang disuguhkan. Melansir dari unggahan OposisiCerdas.com, Ketua MUI KH Cholil Nafis beranggapan jika judul ‘Kiblat’ yang digunakan pada film tersebut dinilai terlalu mendiskreditkan agama.
Senada dengan pernyataan Ketua MUI, beberapa warganet juga menilai film Kiblat ini bahkan dianggap sebagai kampanye hitam ajaran agama Islam. Tidak hanya itu, seperti yang diungkap oleh akun @sexy_ killer404, film horor satu ini juga terkesan melecehkan agama islam sehingga ia berharap kecaman ini dapat menjadi pelajaran bagi para sineas.
Tak berselang lama setelah adanya kontroversi ini, tim rumah produksi Film Kiblat pun menanggapi isu ini. Mengutip dari unggahan @yan_widjaya yang menyebut produser Leo Pictures telah bertemu dengan pengurus MUI untuk meminta maaf atas kegaduhan tersebut. Tidak hanya itu, Agung Saputra dan tim juga berencana akan mengganti judul dan poster sesuai himbauan MUI.
Mengapa Genre Horor Religi Naik Daun?
Film horor religi sudah ada sejak era Orde Baru. Di masa tersebut, melalui Badan Sensor Film (BSF) pemerintah mengeluarkan Kode Etik Produksi Film yang mengontrol layar kaca secara ketat. Seperti dalam jurnal yang diunggah Raka Putra Pratama dalam Medium Blog, film horor pada masa itu diwajibkan untuk menampilkan unsur agama agar lulus sensor. Sehingga film horor era Orde Baru banyak yang memunculkan sosok kyai yang bahkan seringkali dinilai tidak menyatu dengan alur cerita.
Mengutip dari Good News From Indonesia, lambat laun aturan perfilman Orde Baru tak lagi menjadi patokan para sineas. Unsur agama dalam film horor Indonesia pun mulai absen dari layar kaca di awal Reformasi. Hingga kemudian agama kembali menjadi trend di era modern ini.
Menurut Joko Anwar, agama merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan dari masyarakat Indonesia sehingga memasukkan unsur agama dalam film horor juga diperlukan agar terlihat relevan. Menurutnya, unsur agama yang dimuat dalam sebuah film harus ditujukan sebagai penguatan pesan atau dakwah dan bukan untuk menakut-nakuti penonton.
Tren horor religi juga menjadi sorotan sutradara dan penulis skenario Gina S. Noer. Menurutnya, unsur keagamaan seringkali digunakan hanya untuk pemicu jumpscare. Penikmat film horor selalu menjadikan unsur ini sebagai tolak ukur keberhasilan sebuah film. Akan tetapi, Gina S. Noer menilai film horor Indonesia saat ini telah mereduksi pesan tentang penguatan keyakinan hanya untuk menciptakan adegan jumpscare tersebut.
Simak analisis terkini dan mendalam lainnya di analysis.netray.id. Atau untuk melakukan pemantauan terhadap isu yang sedang berkembang secara real time dapat menggunakan percobaan gratis di netray.id.
Editor: Ananditya Paradhi