Tenggelam menjadi ancaman sejumlah kota pesisir di Indonesia. Bukan tanpa sebab, krisis iklim menjadi salah satu ancaman serius yang kini telah menjadi nyata. Meningkatnya permukaan air laut, abrasi, perubahan iklim, dan menurunnya permukaan tanah menjadi beberapa faktor penyebab utama ancaman tersebut. Kabar ini sebenarnya telah lama berhembus, bahkan hasil penelitian telah menyampaikan prediksi kenaikan muka air laut yang dapat menenggelamkan kota/kabupaten pesisir di Indonesia dalam beberapa dekade mendatang. Namun sayangnya, tidak semua masyarakat memiliki kesadaran dan khawatir akan hal ini. Gerakan peduli lingkungan, nol emisi, dan regulasi pemerintah menjadi salah satu upaya untuk menghambat dampak buruk dari krisis iklim tersebut. Menghimpun data dari berbagai sumber, Media Monitoring Netray menyampaikan kabar buruk ini kepada para pembaca. Berikut hasil pantauan Netray.
Dilansir melalui platform media sosial Instagram milik Greenpeace Indonesia kabar buruk krisis iklim kembali disiarkan. Kali ini mereka menyampaikan beberapa kota di Indonesia yang terancam akan terendam di tahun 2050 mendatang. Beberapa di antaranya ialah Banjarmasin, Jakarta, Tanjungpinang, Palembang, Padang, Pontianak, dan Gorontalo. Naiknya permukaan air laut dan turunnya permukaan tanah menjadi perpaduan paling apik yang mengancam kota-kota pesisir Indonesia. Dikabarkan, sebanyak 199 kabupaten/kota pesisir di Indonesia bakal terkena banjir rob tahunan pada 2050. Sekitar 118.000 hektar wilayah akan terendam air laut dan ada 8,6 juta warga terdampak. Dengan kerugian diperkirakan mencapai Rp 1.576 triliun.
Ibukota Jakarta juga tidak dapat terhindarkan dari ancaman yang akan merendam sejumlah wilayahnya. Seperti ditunjukkan pada data di atas 17% wilayah Jakarta akan berada di bawah permukaan laut pada 2030 yang menyebabkan 1,8 juta masyarakat terdampak. Akibatnya, banjir akan merendam sejumlah bangunan tempat tinggal, bangunan komersial, Monumen Nasional, hingga Balai Kota. Bahkan kerugian ekonomi akibat hal ini ditaksir akan mencapai 983 triliun.
Sementara itu, dihimpun melalui laman Lokadata terlihat beberapa data statistik terkait bencana banjir yang paling sering terjadi di Indonesia. Dari kesepuluh provinsi tersebut dua di antaranya menjadi daftar wilayah yang masuk dalam kategori terancam akan terendam di 2050 mendatang, yaitu DKI Jakarta dan Sumatera Barat. Selain itu, dapat diamati sejak tahun 2015 sampai dengan 2021 intensitas bencana banjir terbesar terjadi pada tahun lalu, yakni 2020 sebanyak 1,138 dan pada 2021 tercatat sebanyak 481 kali hingga pada September 2021. Jumlah tersebut belum menjadi jumlah akhir sebab Indonesia baru saja memasuki musim penghujan di tahun ini.
Krisis Iklim Menjadi Ancaman Nyata
Ancaman krisis iklim yang perlahan kini menjadi nyata membuat sebagian masyarakat mulai menyadari pentingnya memperbaiki kualitas hidup. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa regulasi pemerintah seharusnya dapat menjadi salah satu faktor utama untuk perbaikan kondisi alam. Penambangan fosil, pembangunan yang tidak kontekstual, pembabatan hutan, dan berbagai hal lainnya seharusnya menjadi fokus utama agar pemerintah memperhatikan regulasi terkait hal ini.
Untuk dapat menyebarluaskan kabar terkait ‘kita tenggelam’ akibat krisis iklim, Netray melakukan pemantauan terkait pemberitaan media daring dan perbincangan warganet terkait topik ini. Netray melakukan pemantauan sejak 17 Agustus 2021 sampai dengan 15 September 2021 dengan menggunakan beberapa kata kunci, yakni krisis iklim, kota tenggelam, dan kota terancam.
Berdasarkan pantauan Netray ditemukan total tweets 1,828 yang didominasi oleh sentimen negatif. Adapun impresi warganet mencapai 532,8 ribu dengan potensi jangkauan akun sebanyak 50.7 juta. Sementara itu, pada media pemberitaan daring ditemukan sebanyak 306 artikel terkait yang hanya berasal dari 71 portal media pemberitaan daring. Adapun Top Categories pada topik ini didominasi oleh kategori seputar bencana dan pemerintahan.
Peak Time Twitter Peak Time News
Pada peaktime kedua lini pantauan Netray, terlihat intensitas kemunculan perbincangan terkait topik ini selama periode pantauan. Melalui sebaran grafik tersebut terlihat baik perbincangan maupun pembahasan media pemberitaan daring terkait krisis iklim hampir muncul setiap harinya. Lalu siapa sajakah aktor media sosial dan portal yang paling banyak memperbincangkan topik ini?
Pada kategori Top Accounts terlihat @LiongkyTan menjadi akun paling populer pada topik ini, melalui akunnya ia menyindir terkait konsumsi listrik di negara maju yang dinilai lebih boros daripada negara dunia ketiga. Diikuti oleh beberapa akun lainnya, seperti @GreenpeaceID dan @mardiasih. Sementara itu, pada kategori Top Portal terlihat IDN Times menempati urutan teratas dengan menerbitkan 19 artikel terkait krisis iklim dan diikuti oleh beberapa portal media pemberitaan lainnya.
Sementara itu, pada Top Locations tampak sejumlah wilayah yang menjadi lokasi utama pembahasan media daring. Tingginya intensitas tersebut dapat diamati melalui ketebalan warna yang menunjukkan semakin tebal warna biru pada gambar maka semakin tinggi intensitas pemberitaan terkait topik krisis iklim di lokasi tersebut. Beberapa di antaranya seperti, Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Kalimantan Timur. Beberapa lokasi tersebut juga masuk dalam kategori wilayah dengan kejadian banjir terbanyak. Berikut beberapa artikel terkait titik lokasi pemberitaan terbanyak dengan topik krisis iklim.
Melalui artikel pemberitaan di atas tampak kabar banjir dari beberapa lokasi. Terjadinya bencana tersebut juga didukung oleh berbagai faktor lain, seperti rendahnya serapan akibat hutan yang dibabat hingga perubahan cuaca yang ekstrem. Hal ini menjadi dampak nyata dari krisis iklim yang tengah kita hadapi. Akibatnya bahkan akan semakin mengerikan bila setiap manusia tidak mengambil langkah untuk menjaga lingkungannya.
Pada Issues Report Twitter terlihat beberapa isu yang mendominasi perbincangan warganet terkait topik ini, seperti kota, tenggelam, terancam, punah, pemerintah, dan berbagai isu lainnya. Dilansir melalui laman greenpeace.org dalam satu artikelnya mengatakan bahwa dalam Laporan Kelompok Kerja 1 IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) memperlihatkan kontribusi aktivitas manusia sangat besar dalam perubahan iklim. Itulah sebabnya mengambil langkah ambisius diperlukan sesegera mungkin demi mencegah berbagai dampak buruk dari krisis iklim. Lalu seperti apakah respons warganet menanggapi persoalan ini?
Kabar mengenai akan tenggelamnya Ibukota DKI Jakarta tentu telah lama terdengar. Dengan sejumlah penelitian yang telah dilakukan hal ini pun kini menjadi semakin nyata dan bukan tidak mungkin pada tahun 2050 Ibukota akan menjadi kota yang terendam. Salah satu pencegahannya tentu dengan memperbaiki kerusakan yang telah terjadi dan berakibat pada semakin buruknya krisis iklim di masa mendatang. Dukungan untuk tindakan pencegahan ini salah satunya disuarakan oleh akun @GreenpeaceID yang menyuarakan dukungannya pada Bupati Sorong dalam membela hak-hak masyarakat adat untuk menjaga hutan di Papua.
Selain itu, warganet juga beropini terkait krisis iklim yang dinilai juga sebagai permasalahan sistem. Oleh karena itu, menindak tegas korporasi perusak lingkungan, mengontrol laju produksi-konsumsi dan distribusi kekayaan yang adil dan merata menjadi salah satu solusinya. Itulah sebabnya pemerintah sebagai pembuat regulasi berperan aktif untuk menjaga keseimbangan alam bukan justru membuat pembangunan bersifat tidak berkelanjutan, terlebih mengatasnamakan investasi.
Melalui beberapa tweets di atas justru tampak keraguan warganet akan komitmen pemerintah dalam mengambil langkah serius untuk mencegah berbagai dampak buruk dari krisis iklim. Keraguan tersebut salah satunya disebabkan oleh berbagai regulasi dari pemerintah yang justru memperparah kerusakan alam Indonesia. Seperti halnya, pembangunan di pulau Komodo yang menjadi kontroversi beberapa waktu lalu dan mendapat kritik keras dari berbagai aktivis lingkungan dunia. Tak hanya itu, penggunaan batubara yang menyumbang emisi gas rumah kaca masih menjadi pemasok utama sumber energi di Indonesia. Itulah sebabnya skema energi nasional dinilai berputar seperti lingkaran setan.
Bila pemerintah tidak segera mengambil langkah serius dalam memperbaiki dan menjaga keseimbangan alam bukan tidak mungkin dampak dari krisis iklim di masa mendatang akan semakin parah. Hal ini justru bukan suatu isu melainkan hal yang nyata. Itulah sebabnya peringatan akan krisis iklim semakin keras digaungkan agar tak hanya pemerintah namun juga masyarakat dapat mengambil peran aktif dalam menjaga keseimbangan alam.
Demikian hasil pantauan Netray, simak analisis lainnya melalui https://analysis.netray.id/