Sejumlah partai politik Islam mulai mengintip peluang jelang Pemilu 2024. Pantauan Netray Media Monitoring di lini masa Twitter selama satu tahun ke belakang menggunakan kata kunci “partai Islam”, dan 4 partai Islam yang menduduki kursi parlemen yakni “PKS”, “PKB”, “PPP”, serta “PAN” menunjukkan salah satu dominasi partai dalam perbincangan warganet. Selain itu juga terlihat isu-isu apa yang digaungkan tiap partai untuk meraih perhatian.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai Islam paling banyak disinggung warganet Twitter. Dalam statistik Top Organizations, setidaknya PKS disebut 135.101 kali. Partai yang baru berdiri pasca reformasi ini memang memiliki track record di dunia maya lebih tinggi daripada partai Islam lainnya. Sebagian besar karena citra PKS sebagai partai yang dekat dengan segmen milenial urban konservatif.
Pemantauan grafik Peak Time selama satu tahun ke belakang juga mengamini pandangan tersebut. PKS terlihat disebut dalam sejumlah isu bertendensi konservatif seperti pada bulan November tahun lalu saat PKS menolak Permendikbud Ristek Nomor 30 tahun 2021 yang dianggap tidak melarang perzinahan. Atau ketika PKS secara konsisten menolak RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual karena dinilai tidak mengatur seks bebas dan penyimpangan seksual.
Sedangkan jika dilihat pada grafik Peak Time, puncak perbincangan adalah ketika menyinggung Partai Persatuan Pembangunan (PPP) saat partai ini secara tersirat merapatkan barisan untuk agenda-agenda politik Anies Baswedan. Terutama saat Anies menghadiri munas PPP pada bulan Oktober 2021 dan milad PPP di Yogyakarta bulan Januari lalu.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga termasuk yang cukup sering masuk ke dalam perbincangan warganet. Mulai dari topik penolakan aturan miras di awal tahun 2021, Munas PKB bulan April, serta dukungan terhadap Jokowi saat ramai masalah makanan “bipang” di pidato perayaan hari raya Idul Fitri.
Momentum Harlah PKB di bulan Juli 2021 lalu juga menjadi entri perbincangan warganet. Meski tidak ada yang spesial karena hanya melambungnya nama Muhaimin Iskandar sebagai Ketua DPP PKB seperti pada umumnya.
Berbeda dengan 3 partai sebelumnya yang meramaikan perbincangan publik selama satu tahun ke belakang, kehadiran Partai Amanat Nasional (PAN) di publik secara virtual sangat minim. Partai ini hampir tidak memiliki satu wacana khusus yang dirasa identik dengan platform maupun ideologi partai. Isu yang melibatkan PAN masih sebatas isu umum yang terjadi di tahun 2021 seperti vaksin dan lain sebagainya.
Prestasi Partai Islam dalam Pemilu Terdahulu
Lain di media sosial lain lagi di lapangan saat ajang pemilu. Apabila melihat perolehan suara pada dua pemilu sebelumnya, terdapat sejumlah fakta yang bisa disoroti. Pertama, adalah suara untuk partai Islam mengalami variasi di sejumlah titik. Pada Pemilu 2014, total suara yang diraup keempat partai ini sebesar 37.418.270 suara.
PKB memiliki perolehan tertinggi dengan total 11.298.957 suara. PAN berada di posisi kedua dengan meraup 9.481.621 suara. Di peringkat ketiga dengan perolehan suara sebanyak 8.480.204 buah adalah PKS. Terakhir terdapat PPP yang terpaut tipis dengan PKS yakni 8.157.488 suara.
Perolehan suara partai Islam di Pemilu 2019 sedikit terdongkrak ke angka 40.959.530 suara. PKB masih memuncaki daftar suara terbanyak partai Islam dengan 13.570.097 suara. PKS berhasil mencuri posisi kedua dengan 11.493.663 suara. Perolehan PAN secara virtual masih sama dengan 9.572.623 suara. Hanya PPP yang mengalami defisit dengan hanya mengumpulkan 6.323.147 suara.
Strategi Meraup Suara
Performa Partai Islam secara umum pada dua Pemilu yang lampau terpantau meningkat dari segi perolehan suara. Partai Islam kemudian dinilai memiliki peluang cukup besar pada Pemilu 2024.
Dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Detik.com beberapa waktu lalu yang secara khusus membahas peluang Partai Islam di 2024, mengemuka tawaran strategi politik dengan membawa ideologi partai ke arah “tengah”, atau mengaku sebagai Islam moderat.
Secara garis besar, diskusi bersama Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, politikus PKS Mardani Ali Sera, akademisi UI Ade Armando, dan pendiri Cyrus Network Hasan Nasbi ini menyebutkan bahwa partai Islam memiliki peluang yang cukup besar. Namun harus dengan syarat yaitu dengan mengubah haluan ideologis menjadi lebih populis.
Disebutkan bahwa salah satu strategi meraup suara bagi partai Islam adalah dengan menampilkan wajah yang lebih inklusif. Apabila dalam kompas ideologi politik kerap menempatkan partai Islam ke dalam spektrum ideologi “kanan”, merapat ke “tengah” tentu menjadi satu-satunya pilihan guna membuka diri terhadap “voters” yang majemuk.
Selain mengandalkan klaim membumikan kembali Islam tengah (moderat) seperti yang diungkapkan oleh Zulkifli Hasan, manuver partai Islam dalam berkoalisi bisa memberi sudut pandang lain. Data Pemilihan Gubernur beberapa tahun silam menunjukkan bahwa pada level daerah ideologi partai seakan melebur dalam pertarungan politik merebut tampuk kepemimpinan.
Manuver Koalisi Partai Menembus Ideologi
Gelaran Pilkada di tahun 2017, 2018, dan 2020 dapat dijadikan acuan bagaimana cairnya ideologi partai Islam di Indonesia. Koalisi demi koalisi terjalin, konfigurasi ideologi partai saling bertumbukan, tidak ada rumus saklek terkait siapa lawan dan siapa kawan dalam politik praktis. Semua menjadi pragmatis dihadapan kertas suara.
Dari 33 kali gelaran pilkada di hampir seluruh wilayah di Indonesia, hanya ada 3 pilkada yang pemenangnya tidak diusung atau didukung partai Islam seperti PKS, PKB, PPP, dan PAN. Mengapa hanya pemenang pilkada yang patut diperhitungkan dalam analisis ini? Secara sederhana konsolidasi politik akan lebih mudah apabila berada dalam lingkaran penguasa. Terutama menyangkut sumber daya-sumber daya politik yang hanya mungkin diakses apabila dekat dengan kekuasaan.
Berbasis sudut pandang ini, PAN menjadi partai dengan manuver koalisi yang menghasilkan pemimpin daerah terbanyak, yaitu sejumlah 18 koalisi. Sedangkan 3 partai lainnya yakni PKB, PKS, dan PPP sama-sama menyukseskan 14 koalisi di Pilkada 2017, 2018, dan 2020.
Fakta ini menjadi lebih menarik apabila dikaitkan dengan prestasi partai saat Pemilu 2019. Yakni saat terjadi perubahan komposisi suara yang cukup signifikan di dalam internal partai Islam di Indonesia.
Pasalnya dari 9 Pilkada yang digelar serentak pada tahun 2020, PPP terlihat sangat agresif kala menjalin koalisi partai. Partai ini setidaknya berada di 8 gerbong koalisi yang berhasil memenangkan Pilgub. Hal ini menjadi semacam bayaran atas merosotnya suara pemilih PPP pada Pemilu 2019 seperti yang sudah dipaparkan di atas tadi.
Sedangkan PAN yang sudah cukup kencang membangun koalisi pada Pilkada 2017 dan 2018, yakni sebanyak 14 koalisi, nyatanya tidak banyak mendongkrak suara mereka. Suara partai ini terpantau stagnan saat Pemilu 2014 dan 2019.
PAN sendiri belum terlihat merancang manuver baru pada Pilkada 2020 yang memiliki jumlah koalisi pemenang yang sama dengan PKB, yakni 4 buah koalisi. PKS seakan mendapat berkah dengan menempatkan 5 pemimpin daerah hasil koalisi setelah berprestasi secara gemilang di Pemilu 2019.
Apabila wacana Islam moderat awalnya dilemparkan oleh PAN, dan akhirnya memantik diskusi beberapa waktu yang lalu, sepertinya malah berbalik menjadi isu sepihak. Pasalnya partai Islam lain seakan sudah memiliki sikap masing-masing terkait wacana Islam tengah seperti yang digambarkan pada analisis di atas. Atau mungkin setiap partai memiliki standar dan derajat moderat yang itu bisa sangat berbeda-beda. Tidak ada satu definisi utuh tentang bagaimana menjadi “tengah” di dalam politik.
Editor: Irwan Syambudi