Isu krisis pangan mencuat dalam beberapa waktu terakhir akibat pandemi Covid-19, perang dan masalah lingkungan. Indeks harga pangan (IHP) dunia melonjak mencapai angka tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Negara-negara di dunia termasuk Indonesia menghadapi ancaman serius yakni krisis pangan.
Dalam 20 tahun terakhir IHP tertinggi terjadi pada 2011 yakni pada 131,9. Setelah itu IHP dunia berkisar 91,9 sampai 122,8. Namun pada 2021 angka melonjak menjadi 125,7.
Sejak perang Rusia dan Ukraina berkecamuk, dimulainya invasi Rusia terhadap Ukraina pada Maret 2022 IHP dunia mulai terkerek. Namun IHP dunia sejak akhir 2021 memang mulai melonjak hingga Agustus 2022. Bahkan jika dilihat pergerakannya per bulan angkanya tak pernah lagi di bawah 125. Pada Maret 2022 IHP dunia bahkan mencapai 159,7.
Hingga Juni 2022 IHP dunia selalu di atas 150, kemudian berangsur turun di bulan Juli 140,7 dan Agustus 138. Meski berangsur turun, namun laporan terbaru Economist Impact yang dipublikasikan 20 September 2022 menyebut bahwa dunia masih dalam situasi berbahaya di tengah meroketnya harga pangan yang dapat meningkatkan angka kelaparan.
Economist Impact membuat pemeringkatan indeks ketahanan pangan (IKP) 113 negara di dunia berdasarkan 64 indikator termasuk di antaranya terkait keterjangkauan, ketersediaan dan kualitas pasokan makanan, serta keberlanjutan dan adaptasi. Dari 113 negara peringkat pertama atau negara dengan IKP terbaik adalah Finlandia dengan skor sebesar 83,7. Kemudian negara terbawah adalah Syria yang memiliki skor IKP 36,3.
Dimana Posisi Indonesia?
Indonesia berada di tengah-tengah dalam daftar 113 negara, tepatnya di posisi 63 dengan skor IKP 60,2. Artinya IKP Indonesia dapat dikatakan tidak terlalu buruk, namun tidak juga dapat dikatakan dalam kondisi yang baik di tingkat global.
Namun jika dilihat berdasarkan tingkat regional Asia Tenggara (Asean) posisi Indonesia berada di posisi 4 di antara negara Asean lainnya. Indonesia di bawah Singapura yang berada di urutan 28 global dengan level indeks sebesar 73,1, Malaysia dan Vietnam.
IKP dalam Laporan Badan Ketahanan Pangan 2021
Jika secara global IKP Indonesia dalam kategori ‘moderate’ atau sedang, maka bagaimana dengan IKP di setiap wilayah Indonesia? Mengacu pada laporan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian 2021, terdapat 2 wilayah yang masih memiliki skor IKP yang rendah. Kedua wilayah tersebut ialah Papua dan Papua Barat dengan total skor masing-masing yakni 35,48 dan 46,05.
Sedangkan wilayah yang termasuk ke dalam kategori ‘sangat tahan’ dengan skor IKP lebih dari 74,40 yakni sebanyak 17 provinsi. Tiga wilayah dengan capaian skor tertinggi ialah Bali (83,82), Jawa Tengah (82,73), dan D.I. Yogyakarta (81,43).
IKP & Krisis Pangan dalam Pemberitaan Media
Untuk mengetahui pemberitaan terkait ketahanan pangan di Indonesia, Netray melakukan pemantauan dengan menggunakan kata kunci ‘ketahanan pangan’. Hasilnya, dalam periode pemantauan 16-22 September 2022 Netray berhasil menghimpun 594 artikel yang menggunakan kata kunci tersebut. Dalam sepekan pemantauan, kata kunci tersebut diberitakan oleh 98 media massa. Topik pemberitaan ini didominasi oleh kategori 53% government dan 22% finance & insurance.
Kata kunci tersebut banyak dicatut pemberitaan terkait pasokan atau ketersediaan beras. Selain itu, dalam menghadapi tantangan dunia yakni krisis pangan pemberitaan terkait upaya-upaya pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan menjadi sorotan media.
Meski mendapat skor dalam kategori ‘weak’ pada pilar availability, namun pemberitaan terkait ketersediaan pasokan pangan di Indonesia justru menunjukkan sisi positifnya.
Seperti yang diberitakan oleh media Republika, berdasarkan laporan Badan Pangan Nasional (NFA) hingga saat ini pasokan pangan pokok secara nasional masih dalam kondisi surplus. Menurut Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi komoditas yang mengalami surplus hingga Desember 2022 antara lain beras sebanyak 7,5 juta ton, jagung 2,8 juta ton, dan kedelai 250 ribu ton. Kemudian, bawang merah surplus 236 ribu ton, bawang putih 239 ribu ton, cabai besar 53 ribu ton, serta cabai rawit 72 ribu ton.
Pasokan pangan Indonesia yang diberitakan aman dari ancaman krisis global ternyata tidak menyurutkan upaya pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan Indonesia. Wamen BUMN 1 Pahala Nugraha Mansury menyatakan bahwa akan mendorong BUMN untuk melakukan inovasi dan transformasi dalam meningkatkan kapasitas produksi.
Selain itu, Menteri Pertanian Yasin Limpo mengajak berbagai pihak untuk mengakselerasi ketahanan pangan nasional dengan pangan lokal. Salah satu caranya ialah dengan mengembangkan dan menggunakan sorgum sebagai alternatif penggunaan tepung terigu yang terbuat dari gandum.
Krisis Pangan Jadi Perhatian
Krisis pangan masih menjadi kekhawatiran global, khususnya bagi negara-negara yang memiliki IKP rendah. Indonesia memang memiliki IKP tak terlalu buruk, namun ada pada indikator Sustainability and Adaptation perlu menjadi perhatian khusus. Sebab pada Indikator ini Indonesia menempati urutan 83 secara global dan urutan 15 di regional Asia. Economist Impact mengkategorikan Indonesia sangat lemah dalam ketegori ini.
Oleh karena itu Economist Impact menyebut bahwa Indonesia perlu peningkatan dalam hal menyediakan makanan yang lebih aman dan berkualitas lebih tinggi kepada masyarakat dengan meningkatkan keragaman makanan dan berkembang di seluruh negeri standar dan pedoman gizi.
Namun dalam pantauan pemberitaan, pemerintah cenderung menonjolkan soal stok pangan yang memang berdasarkan data Economist Impact memiliki skor yang baik. Sedangkan dalam hal Sustainability and Adaptation tak banyak yang diberitakan, hanya beberapa langkah yang disampaikan seperti kampanye konsumsi sorgum sebagai substitusi bahan pangan pokok.
Simak analisis terkini dan mendalam lainnya di analysis.netray.id. Atau untuk melakukan pemantauan terhadap isu yang sedang berkembang secara real time dapat menggunakan percobaan gratis di netray.id.
Editor: Irwan Syambudi