Jika ada yang paling dikhawatirkan dari masa libur panjang kemarin, tentu bukanlah macet di sejumlah ruas jalan menuju tempat wisata. Akan tetapi penularan virus Covid-19 yang diasumsikan akan melahirkan klaster baru terhadap para wisatawan. Kekhawatiran tersebut tentu memiliki alasan yang sangat kuat. Pasalnya disaat pandemi Covid-19 ini masih berjalan, masyarakat justru mulai sedikit demi sedikit meninggalkan aturan social distancing.
Setelah tak lagi memberlakukan pembatasan sosial berskala besar, atau kebijakan lain untuk mengurangi persebaran virus, pemerintah hanya bisa menghimbau masyarakat untuk tetap waspada ketika sedang bepergian ke luar kota. Lantas bagaimana situasi pemberitaan setelah liburan usai? Media Monitoring Netray di sini akan memantau lalu lintas informasi terkait keberadaan klaster Covid-19 pasca liburan panjang. Apakah yang dikhawatirkan di awal tadi terbukti keberadaanya?
Untuk itu, Netray akan memanfaatkan sejumlah kata kunci yang akan dipantau keberadaannya. Kata kunci yang dimaksud antara lain “liburan panjang”, “klaster”, dan “covid”. Pemantauan dilakukan selama periode 25 Oktober hingga 2 November yang dilakukan pada pemberitaan media massa online dan lini masa sosial media Twitter.
Pantauan Media Massa Daring
Dari pantauan media massa, Netray berhasil merangkum setidaknya 1.175 buah artikel yang diterbitkan oleh 107 portal berita. Sebagian besar pemberitaan jatuh ke kategori kesehatan dan gaya hidup. Termasuk juga pada kategori turisme dan pemerintahan. Bagaimanapun juga isu ini merupakan isu kesehatan dengan perluasan pada kegiatan berlibur dan anjuran pemerintah.
Terlihat dari grafik persebaran berita bahwa sebelum cuti bersama diterapkan, berita dengan menyebut kata kunci muncul dalam jumlah yang sangat banyak. Beragam pula pembahasan atau sudut pandang pemberitaan media daring dalam melihat isu libur panjang dan Covid-19.
Pertama, anjuran pemerintah untuk berhati-hati selama liburan agar persebaran Covid-19 tidak semakin menjadi-jadi. Di sini beberapa pemerintah daerah tidak melarang warganya untuk berlibur, tetapi mereka tetap mengingatkan. Kedua, sejumlah ancaman ringan dari pemerintah bagi mereka yang nekat berlibur pada momen cuti panjang ini. Ancaman ringan yang dimaksud seperti kewajiban melapor, pendataan, hingga diminta tes Covid.
Ketiga, di lain pihak banyak yang masih memanfaatkan momentum ini untuk mencari keuntungan. Atau dalam bahasa pemerintah masih memanfaatkan momen liburan untuk menggerakkan roda perekonomian. Buktinya masih ada promo liburan menarik dan bahkan beberapa wilayah sudah bersiap untuk menampung wisatawan. Tentu saja kondisi ini terasa kontraproduktif dengan upaya melepaskan diri dari pandemi.
Keempat, tentu saja kekhawatiran muncul klaster baru setelah liburan cuti panjang usai. Pergerakan masyarakat yang besar, dan ditambah ketidaktaatan protokol kesehatan bisa menghadirkan klaster baru. Hal ini tentu akan sangat disayangkan mengingat penyebaran semacam ini masih bisa diantisipasi.
Lantas apakah setelah selesai cuti liburan kasus penularan Covid-19 di Indonesia menjadi semakin tinggi? Jawabannya adalah tentu saja. Ada beberapa alasan mengapa bisa demikian. Dan hal itu sangat dipengaruhi cara pandang pemerintah dalam menangani pandemi ini bahkan sebelum libur panjang.
Sudah jamak diketahui jika jumlah pasien positif pada satu hari sangat dipengaruhi dengan banyaknya tes yang dilakukan. Semakin banyak spesimen tes yang didapatkan, semakin tinggi pula potensi pasien covid-19 yang diketahui. Sedangkan pasca liburan panjang, banyak daerah yang menggenjot tes covid-19 mereka dengan menargetkan pelancong atau warga yang melakukan perjalanan dari luar kota.
Alasan selanjutnya karena memang terjadi penambahan pasien positif. Meski baru sehari usai libur panjang, beberapa kantor berita sudah melaporkan penambahan pasien yang terkena penularan setelah melakukan kunjungan dari luar kota. Atau mereka yang melakukan kontak dengan warga luar kota. Parahnya tidak semua interaksi masyarakat ini dianggap serius termasuk melakukan tracing penularan.
Banyak pihak mengklaim jika dampak dari libur panjang ini baru akan diketahui 3 hari hingga sepekan setelah usai. Meski begitu data pada tanggal 2, sehari setelah libur panjang, sebenarnya sudah bisa dilihat tren wacananya. Yang jelas memang terjadi lonjakan pasien positif seperti yang dikhawatirkan sebelumnya.
Obrolan Warganet Kala Libur Panjang
Selama periode pemantauan, Netray menemukan 18.852 cuitan dari warganet. Uniknya, cuitan warganet terkonsentrasi pada dua hari selama sepekan lebih isu libur panjang diperbincangkan, yakni pada tanggal 27 Oktober dan 31 Oktober. Tanggal tersebut terletak di awal cuti bersama dan hari Sabtu sebagai puncak liburan.
Puncak pembicaraan di atas sedikit banyak didorong oleh viralnya cuitan dari epidemiolog UI dr. Pandu Riono.Cuitannya yang berharap agar penanganan Covid-19 pasca libur panjang ini bisa lebih maksimal direspon secara masif oleh warganet. Salah satunya adalah ketersediaan fasilitas bagi pasien.
Dari sini bisa dilihat ada sejumlah fasilitas yang menjadi rujukan warganet, seperti yang dirangkum dalam top facilities. Mereka memunculkan fasilitas seperti RS Rujukan Covid. Diagram ini juga menunjukan lokasi wisata yang wisatawan banyak kunjungi selama libur panjang antara lain: Pantai Ancol dan Puncak Bogor. Sedangkan destinasi luar kota muncul di diagram Top Locations seperti Bali, Jogja, Bandung, dan Jatim.
Meski liburan menjadi momen yang menyenangkan, keluhan masyarakat juga berhasil dipantau oleh Netray melalui cuitan warganet. Antara lain mereka mengeluhkan kemacetan di wilayah tujuan wisata, jeleknya pengalaman liburan, hingga susahnya mewujudkan rencana liburan karena Covid-19.
Terakhir cuitan warganet ini mendapat respon dan interaksi hingga 3,3 juta kali selama periode pemantauan. Obrolan ini secara potensial juga dapat menjangkau hampir 118,6 juta pengguna Twitter di Indonesia. Tren ini kemungkinan akan terus bertambah mengingat pengungkapan fakta penularan virus Covid-19 sebagai konsekuensi longgarnya aturan bepergian keluar kota masih akan berlangsung hingga sepekan ke depan.