Berbagai kasus pelanggaran yang dilakukan oknum anggota Polri memicu sentimen negatif dari pemberitaan media daring maupun media sosial. Opini bernada sindiran dan kritik banyak digaungkan warganet dalam mengawal kinerja instansi kepolisian salah satunya melalui tagar #1hari 1oknum.
Kasus yang berkaitan dengan instansi kepolisian masih terus muncul dalam pemberitaan media massa dalam beberapa waktu terakhir. Sejumlah oknum polisi disinyalir ikut andil atas terjadinya kasus kekerasan hingga permerkosaan.
Masyarakat kemudian meramaikan kritik terhadap Polri dengan beberapa tagar seperti #1hari1oknum dan #percumalaporpolisi. Di media sosial warganet kerap menggunakan tagar tersebut untuk mengkritik perilaku anggota Polri yang diduga atau sudah terbukti melakukan pelanggaran tindakan pidana dan pelanggaran disiplin Kode Etik Profesi Polri (KEPP).
Dalam pemaparan Rilis Akhir Tahun Polri 2021, pada 31 Desember 2021 Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengakui sepanjang 2021 ada sejumlah kasus pelanggaran yang dilakukan anggotanya cukup menonjol dan viral. Oleh karena itu ia meminta maaf atas penyimpangan ataupun pelanggaran yang dilakukan aggotanya. Kapolri memastikan akan melakukan tindakan tegas pada anggota yang terbukti melakukan tindakan pidana.
Faktanya memang akhir-akhir ini publik sering dihadapkan dengan banyaknya kasus viral yang muncul karena penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan anggota Polri. Dalam pematauan periode 1 Desember 2021 hingga 12 Januari 2022, Netray menghimpun sebanyak 1,179 artikel yang diberitakan oleh media daring.
Seperti dilihat Gambar 1, dari 87 portal media yang mengangkat isu penyimpangan anggota Polri sebanyak 91% berita didominasi oleh kategori hukum. Kemudian berita dengan kategori pemerintahan sebanyak 4% dan kategori politik hanya 1%.
Pemberitaan terkait penyimpangan kasus yang melibatkan oknum polisi, didominasi artikel bersentimen negatif. Dari grafik Gambar 2 di atas selama periode pemantauan, terdapat 5 kasus yang paling banyak diulas media. Kasus penyimpangan yang terbukti melibatkan anggota Polri menempati puncak pemberitaan pada 5 Desember dan 13 Desember 2021.
Puncak pemberitaan 5 Desember tentang kasus kematian mahasiswa asal Mojokerto bernama Novia Widyasari yang diduga telah diperkosa hingga hamil oleh kekasihnya yang merupakan polisi bernama Bripda Randy. Viralnya kasus tersebut di media karena Novia yang bunuh diri lantaran dipaksa menggugurkan kandungannya oleh keluarga Bripda Randy. Sontak hal itu mengundang kemarahan publik hingga berujung perundungan bagi tersangka yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan tengah menjalani hukuman.
Kasus kedua dengan puncak pemberitaan terjadi pada 13 Desember adalah kasus penolakan laporan perampokan. Oknum polisi anggota Polsek Pulogadung, Aipda Rudi Panjaitan dicopot dari jabatannya karena menolak laporan perampokan dari seorang wanita berinisial KM. Aksi perampokan yang menimpa korban KM tersebut terekam oleh kamera CCTV di salah satu ruko sekitar lokasi.
Dari beberapa kasus yang telah dipaparkan oleh grafik, terangkum dalam jajaran Top Complaint Gambar 3 berikut. Dari keseluruhan kasus penyimpangan yang melibatkan anggota Polri, selain kasus pelecehan seksual dan perampokan terdapat pula kasus terkait pencurian dan kekerasan.
Artinya selain dua kasus di atas, yakni Novia Widyasari dan penolakan laporan perampokan, media juga memaparkan kasus pelecehan seksual, perampokan, kekerasan atau pencurian yang lain. Tidak sedikit kasus pelecehan seksual, pencurian, atau kasus lain yang melibatkan oknum anggota Polri.
Dari contoh pemberitaan Gambar 4 di atas, kasus tentang kekerasan seksual seperti pemerkosaan yang dilakukan oleh beberapa oknum polisi banyak berseliweran di media daring. Seperti kasus oknum Polisi yang menghamili istri tahanan, lalu Aipda Roni yang memperkosa dan membunuh dua wanita di Medan, dan kasus lainnya.
Di samping kasus pemerkosaan, terdapat pula beberapa oknum yang melakukan pelanggaran KEPP. Seperti kasus tentang kekerasan, pencurian hingga pesta narkoba. Dari sampel berita Gambar 5 di atas, oknum polisi melakukan penganiayaan pada remaja ABG di Jatinegara. Kemudian oknum anggota Polrestabes Medan terciduk hendak melakukan pesta Narkoba. Pemberitaan-pemberitaan tersebut semakin menaikan tagar #1hari1oknum pada media sosial dan menjadi tumpuan kritik untuk jajaran Kepolisian.
#1hari1oknum Label Kritik Warganet di Twitter Kepada Polisi
Menggemanya #percumalaporpolisi dan #1hari1oknum di media sosial Twitter semakin dipenuhi oleh aspirasi publik yang diwakili oleh warganet. Opini bernada sindiran dan kritik terus membanjiri lini masa Twitter setidaknya dalam satu bulan pemantauan.
Pada periode 1 Desember 2021–12 Januari 2022 dalam pantauan media sosial Twitter, topik perbincangan seputar pelanggaran yang dilakukan oknum polisi sebanyak 1,376 twit. Pada Gambar 6 mayoritas opini yang dilemparkan warganet merupakan twit bersentimen negatif dengan impresi mencapai 1,5 juta kali.
Berdasarkan grafik peak time hasil pencarian Netray, terdapat dua puncak perbincangan selama satu bulan periode pemantauan. Seperti Gambar 7 di atas puncak perbincangan terjadi pada tanggal 9 Desember 2021 dan 29 Desember 2021. Topik yang meramaikan tanggal 9 Desember bermula dari twit akun @mardiasih yang mengungkapkan sindiran atas penyimpangan yang dilakukan oleh beberapa oknum Polri.
Kemudian puncak perbincangan pada 29 Desember bermula dari akun @fullmoonfolks yang menuliskan twit bernada sindiran untuk oknum anggota Polri. Sindiran tersebut menyangkut tentang kasus pelanggaran yang dilakukan oleh oknum polisi yang dinilai enggan meminta maaf kepada masyarakat. Sebab anggota polisi citranya sebagai pengayom dan pelindung masyarakat, justru yang terjadi akhir-akhir ini membuat resah masyarakat. Sontak opini dari kedua akun tersebut menarik interaksi warganet berupa komentar dan bagikan kembali.
Twit dari kedua akun tersebut memancing warganet lainnya untuk mengkritisi instansi kepolisian. Ungkapan kekecewaan warganet karena banyak kasus yang tidak direspon atau ditangani baik oleh instansi Polri seperti terlihat dari Gambar 8. Selain itu tidak sedikit pula laporan masyarakat yang menumpuk sebagai berkas dan tidak ditindaklanjuti. Kemarahan warganet semakin memuncak atas munculnya kasus-kasus pelecehan seksual hingga pemerkosaan yang dilakukan oleh oknum polisi.
Kasus penyimpangan yang dilakukan oleh oknum-oknum anggota Polri tersebut membuat masyarakat bertanya-tanya. Keraguan masyarakat atas kinerja para anggota Polri pun menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada Polri yang notabene sebagai pelindung masyarakat.
Tingkat Kepercayaan Publik Terhadap Polisi
Komentar terkait tingkat kepercayaan dari akun @gintingski seolah menyindir instansi kepolisian yang mewakili seluruh masyarakat. Namun seperti apa tingkatan kepercayaan masyarakat kepada instansi kepolisian?
Melansir dari media Tirto.Id yang melakukan pencarian data sejak Januari hingga Oktober 2021, terdapat 1.694 kasus pelanggaran disiplin, 803 kasus pelanggaran kode etik, dan 147 kasus pelanggaran pidana. Menurut catatan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, pelanggaran pidana tahun 2021 mengalami penurunan kasus daripada tahun 2020 sebesar 85,6%. Kemudian kasus pelanggaran disiplin mengalami penurunan sebesar 48,7% dan pelanggaran kode etik sebesar 61,4% dari tahun 2020.
Meskipun mengalami penurunan kasus seperti disebutkan di atas, serta hasil survei yang dilakukan oleh dua lembaga menunjukkan kinerja Polri baik dengan tingkat kepercayaan diatas 50%. Namun berdasarkan analisis media sosial dan kajian opini publik menunjukkan mayoritas warganet memiliki sentimen negatif terhadap Polri.
Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia menyebutkan bahwa persentase ketidakpercayaan masyarakat pada Instansi Polri paling tinggi yakni sebesar 33,7% daripada lembaga penegak hukum lain. Dibandingkan dengan KPK, Pengadilan, dan Kejaksaan yang memiliki persentase tidak percaya sebesar 23,6%, 26,3% dan 26,3%. Tingkat kepercayaan masyarakat pada lembaga Polri juga paling rendah dibandingkan ketiga lembaga seperti KPK, Pengadilan, dan Kejaksaan. Komisi Pemberantasan Korupsi masih memperoleh persentase paling tinggi sebagai lembaga yang dipercayai masyarakat sebesar 76,2%.
Namun berbeda jika merujuk data data lembaga survei yang menyebut Polri memiliki tingkat kepercayaan publik yang bagus. Data Dua lembaga survei yakni Indikator dan Populi Center menunjukkan hasil kinerja Polri baik.
Dari survei Populi Center Gambar 10, instansi Polri menempati urutan pertama sebagai instansi yang memperoleh nilai kepercayaan publik paling tinggi sebesar 75% daripada lembaga penegak lainnya.
Kemudian hasil lembaga survei Indikator menempatkan instansi Polri sebagai lembaga penegak hukum yang membagi tingkat kepercayaan dalam kategori cukup percaya sebesar 64%. Terlihat pada Gambar 11, Instansi Polri menempati urutan ketiga dengan tingkat sangat percaya publik sebesar 16%.
Editor: Irwan Syambudi