Di masa pandemi, istilah-istilah baru telah lahir dari kebijakan-kebijakan dalam penanggulangan wabah pandemi Covid-19. Salah satunya ialah Work From Bali (WFB). Istilah Work From Bali baru-baru ini menjadi perbincangan hangat publik di tengah kebijakan yang dirasa ‘inkosisten’. Mengapa dikatakan demikian? Di tengah pembuatan kebijakan demi membuntu penambahan kasus, seperti pelarangan mudik yang baru-baru ini, pemerintah kembali mencuri perhatian dengan kebijakan kontradiktif, yakni WFB bagi ASN 7 kementerian/lembaga di bawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarinves).
Dikutip dari Tagar.id kebijakan ini diambil dan diputuskan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dalam agenda penandatanganan Nota Kesepahaman Dukungan Penyediaan Akomodasi untuk Peningkatan Pariwisata The Nusa Dua Bali. Kebijakan ini dinilai Luhut sebagai upaya dalam mendukung peningkatan pariwisata The Nusa Dua Bali dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Di sisi lain, kebijakan ini juga dipandang negatif oleh beberapa pengamat atau publik di tengah ekonomi negara yang belum stabil dan jumlah kasus pandemi yang semakin bertambah.
Media Monitoring Netray mencoba memantau pemberitaan media massa terkait upaya pemerintah tersebut? Dan bagaimana respons masyarakat yang diwakili oleh warganet atas lahirnya kebijakan baru bagi ASN ini? Berikut ulasannya.
Statistik
Dalam periode pemantauan dua pekan terakhir yakni tanggal 18-27 Mei 2021, topik ini telah ditulis dalam 119 artikel oleh 38 portal media berita daring Indonesia. Dengan kata kunci work from bali dan pns && wfb, Netray menemukan 75 dari 119 artikel terdeteksi sebagai berita positif. Mengapa demikian?
Dengan fitur View all News yang dimiliki oleh Netray, kita dapat melihat berita-berita apa saja yang terlabeli sentimen negatif, positif, dan neutral hasil dari teknologi AI Netray. Pada topik ini, berita terkait alasan pemerintah mencanangkan kebijakan ini yakni sebagai upaya penyelamatan sektor pariwisata di Bali menjadi sumbangan berita positif bagi pemberitaan ini.
Berdasarkan data BPS selama tahun 2020, jumlah kunjungan wisman ke Indonesia mencapai 4,02 juta kunjungan atau turun sebesar 75,03 persen jika dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisman pada periode yang sama tahun 2019 yang berjumlah 16,11 juta kunjungan. Hal ini tentunya merupakan dampak dari pandemi Covid-19 yang muncul di tahun tersebut. Oleh karena itu, seperti yang diungkapkan Luhut pada pertemuan tersebut, kebijakan ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk kembali memulihkan pariwisata Indonesia, terutama Bali.
Dalam pemberitaan ini nama Luhut selaku Menko Marves dan Sandiaga selaku Menparekraf menjadi sorotan media sebagai subjek pemberitaan. Selain itu, juga terdapat nama Odo R.M. Manuhutu selaku Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenko Marves. Pada jajaran Top Entitas ini terlihat ASN dan Kemenko Marves, serta Kemenparekraf menjadi organisasi yang paling banyak disorot oleh media terkait wacana WFB ini.
Kritik di Balik WFB
Jika pada jajaran Top Entitas sebelumnya kita dapat melihat tokoh, organisasi, dan fasilitas apa saja yang menjadi sorotan, kali ini kita akan melihat beberapa kosakata komplain yang berhasil terjaring oleh Netray.
Sepinya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali hingga berdampak pada pengurangan pendapatan warga setempat menjadi alasan utama pemerintah mencanangkan kebijakan ini. Namun, layaknya kebijakan pada umumnya, pro dan kontra atas lahirnya kebijakan baru pun muncul. Dikutip dari Tribun Bali, Pengamat dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara memprediksi bahwa rencana adanya WFB ini hanya akan memberikan dampak kecil terhadap ekonomi Bali, mengingat basis ekonomi di Bali merupakan pariwisata khususnya wisman. Ia juga menilai kebijakan ini kurang pas karena tidak sejalan dengan pemangkasan anggaran perjalanan dinas tahun 2021.
Hal ini senada dengan opini Trubus Rahadiansyah sebagai pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti yang menyatakan bahwa kebijakan ini tidak akan efektif. Dilansir dari Tagar.Id, Trubus menilai kebijakan ini hanya akan menjadi pemborosan anggaran negara yang seharusnya dapat digunakan untuk kebutuhan lainnya. Selain itu, potensi kerugian kesehatan juga dikhawatirkan mengingat kasus pandemi yang masih terus bermutasi dan luas penyebarannya.
Wacana Work From Bali di Mata Warganet
Dengan kata kunci dan periode pemantauan yang sama dengan kanal News, Netray berhasil menghimpun sebanyak 1.117 twit dengan perbandingan sentimen negatif dan positif yang tak berselisih banyak. Topik ini mendapat perhatian warganet sebanyak lebih dari 600 akun dengan potensi jangkauan sampai dengan 88.9 juta akun. Sama halnya dengan kanal News, perbincangan ini mulai memuncak di tanggal 18 Mei 2021 tepat setelah wacana ini diumumkan oleh Menteri Luhut. Apa yang menjadi perbincangan warganet?
Wacana Work From Bali ini ternyata tak hanya mencuri perhatian media berita daring, tetapi juga warganet Twitter. Kebijakan ini juga menjadi perbincangan hangat warganet. Meski menuai pro kontra, kebijakan ini juga mendapatkan banyak sumbangan sentimen positif dari warganet. Hal ini berkaitan dengan keingininan warganet yang juga mau mendapatkan ‘privilege’ untuk bekerja dari Bali.
Kejenuhan warganet sebagai pekerja diungkapkan dengan cuitan keinginan work from Bali seperti yang dicanangkan Luhut untuk 7 kementerian di bawah naungan Kemenkomarinves. Suasana dan panorama yang disuguhkan Bali menjadi bayang-bayang yang mampu menghilangkan stres saat bekerja.
Senada dengan pengamat Bhima Yudhistira, beberapa warganet juga menilai kebijakan ini merupakan pemborosan anggaran. Di tengah penghematan anggaran seperti yang diberitakan CNBC Indonesia, Menkeu Sri Mulyani telah melayangkan surat S-408/MK.02/2021 terkait penghematan anggaran belanja. Adapun pimpinan kementerian atau lembaga yang disurati adalah Para Menteri Kabinet Kerja, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian, Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian dan Para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara. Kebijakan ini tentunya dinilai kontradiktif dengan apa yang tengah diperjuangkan Menkeu.
Selain kritik tentang pemborosan anggaran, kebijakan ini membuat sangsi warganet atas kinerja ASN yang tengah bekerja di Bali. Alih-alih melaksanakan tugas, warganet menilai kesempatan ini hanya akan digunakan ASN untuk berlibur di Pulau Dewata tersebut.
Lahirnya kebijakan-kebijakan baru yang disinyalir sebagai upaya penyelamatan bangsa atas dampak pandemi Covid-19 tentunya harus menjadi pertimbangan besar bagi pemerintah. Meski menimbulkan pro kontra, upaya yang dicanangkan tersebut sepatutnya memiliki manfaat dan dampak yang signifikan di tengah kondisi pandemi yang terus menggerogoti segala sektor. Kebijakan Work from Bali yang dimaksudkan untuk membangkitkan gairah pariwisata seharusnya memiliki pertimbangan lebih di tengah lonjakan kasus Covid-19 yang semakin menjadi-jadi ini.
Demikian analisis dari Media Monitoring Netray. Simak ulasan isu-isu terkini lainnya melalui https://analysis.netray.id/