Pada tanggal 12 Oktober lalu, sejumlah tokoh asal Jawa Barat berkumpul di Perpustakaan Ajip Rosidi, Kota Bandung untuk menggelar sebuah acara yang bertajuk Kongres Sunda 2020. Agenda pertemuan ini membicarakan gagasan mengganti nama Provinsi Jawa Barat (Jabar) menjadi Provinsi Sunda.
Gagasan ini sebenarnya bukanlah hal yang baru, karena sudah muncul pasca reformasi. Hanya saja selama ini masih berada dalam lingkup kecil seperti diskusi dan kajian. Baru sekarang ide mengganti nama tersebut muncul ke publik dengan didukung sejumlah nama besar. Netray Media Monitoring melakukan pemantauan atas wacana tersebut.
Mengurai Entitas Wacana Ganti Nama
Tokoh masyarakat Sunda yang hadir di lokasi di antaranya adalah Memet H Hamdan, Maman Wangsaatmadja, Iwan Gunawan, Ridho Eisy, Dharmawan Harjakusumah (Acil Bimbo), Andri P Kantaprawira, Ganjar Kurnia (eks Rektor Unpad) dan Adji Esha Pangestu. Hadir juga anggota DPD asal Jabar Hj. Eni Sumarni dan wakil ketua MPR Fadel Muhammad.
Keberadaan Fadel memang cukup mengejutkan karena dia tidak memiliki ikatan yang cukup kuat dengan bumi Pasundan. Pria kelahiran Ternate, Maluku Utara ini adalah mantan Gubernur Gorontalo ketika wilayah tersebut pertama kali berdiri sebagai provinsi tersendiri. Mungkin di sinilah kualifikasi Fadel sebagai peserta kongres selain kapasitasnya sebagai wakil ketua MPR.
Akan tetapi, jika dibandingkan dengan tokoh Sunda yang lain, Fadel Muhammad sepertinya merupakan tokoh yang cukup sentral dalam wacana ini. Pasalnya dari hasil pemantauan Netray, terlihat bahwa nama Fadel berapa di puncak daftar Top People. Artinya, nama Fadel paling banyak di-mention oleh media massa.
Dari tabel Top Organization juga memunculkan hal yang tak terduga, yakni kehadiran Fraksi Gerindra yang berada di DPR. Setelah dilakukan penelusuran, entitas ini muncul dari komentar Fadel Muhammad di dalam kongres. Menurutnya masyarakat Sunda harus ada yang berani mempelopori dan memulai wacana penggantian nama. Seperti yang dilakukan oleh Fadli Zon ketika ia mengusulkan mengganti nama Sumatera Barat dengan Minangkabau. Fadli Zon sendiri adalah anggota DPR dari Fraksi Gerindra.
Muhammad juga menceritakan bagaimana proses terbentuknya Provinsi Gorontalo. Menurut dia, sebelum disepakati nama Gorontalo, ada yang mengusulkan pemekaran provinsi dari Sulawesi Utara itu dengan Provinsi Sulawesi Utara Barat namun dirinya bersikukuh nama yang tepat disematkan kepada provinsi yang baru adalah Gorontalo. “Semua provinsi yang ada di Pulau Sulawesi menggunakan nama Sulawesi kecuali Gorontalo”.
Menimbang Nama Menggali Sejarah
Seperti yang sudah jamak diketahui, bahwa nomenklatur Jawa Barat pada dasarnya adalah sebuah eksonim. Eksonim sendiri adalah sebuah toponim terhadap rupabumi yang datang dari bahasa lain atau bahasa resmi. Jawa Barat pertama kali dikenalkan pada zaman pemerintahan Kolonial Belanda, yakni di tahun 1925.
Sedangkan Kongres Sunda, mengusulkan untuk kembali ke nama endonim saat menyebut provinsi yang dulunya bergabung dengan Provinsi Banten. Endonim didefinisikan sebagai toponim yang mengacu pada unsur rupabumi dalam bahasa asli unsur tersebut berada. Jadi cara pandang atau cara menyebut orang lokal pada unsur rupabumi atau identitas mereka sendiri.
Merujuk pada sejarah, kata Sunda disebut berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti memiliki kualitas yang baik, cahaya, murni, atau bersih. Sunda juga merujuk pada ibu kota Kerajaan Tarumanegara yang bernama Sundapura. Sehingga masyarakat yang menghuni wilayah tersebut dikenal sebagai orang Sunda yang disebut hingga kini.
Berkaca pada definisi ini, istilah Sunda jika begitu bukanlah sebuah endonim. Ia datang bersama Bahasa Sansekerta yang digunakan oleh misionaris Hindu, yang juga merupakan agama panutan Raja Tarumanegara. Mungkin para tokoh di atas bisa menemukan penyebutan yang lebih kuno dari tradisi masyarakat Sunda Wiwitan.
Kembali ke tabel Top People, nama besar lain yang berhasil diekstraksi Netray sejak awal bulan adalah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil atau yang kerap disapa Kang Emil. Bagaimanapun ia merupakan sosok yang paling bertanggung jawab di wilayah Jawa Barat. Lantas seperti apa pernyataan Kang Emil menanggapi wacana ini?
Jawaban Kang Emil tentu saja sangat diplomatis. Ia mengapresiasi langkah beberapa tokoh tersebut tetapi sekaligus memberikan sejumlah pandangan lain terkait konteks tanah Sunda. Pertama, Jawa Barat tak hanya milik masyarakat Sunda, tetapi ada sebagian wilayah Cirebonan dan Betawian. Selain itu istilah Sunda Besar dan Sunda Kecil yang sempat disebut oleh Eni Sumarni bukanlah untuk menyebut entitas masyarakat Sunda, tetapi merupakan Lempeng Sunda yang merupakan bagian dari Lempeng Tektonik Eurasia.
Pendapat Kang Emil sempat mendapat sanggahan, tetapi tak sedikit pula yang mendukungnya. Seperti Walikota Cirebon yang menyebut Kongres Sunda sebagai suatu gerakan yang tidak nasionalis. Atau budayawan asal Tasikmalaya, Ashmansyah Timutiah yang menyebut ada muatan politis dari wacana perubahan nama Jawa Barat menjadi Provinsi Sunda.
Memang tidak ada aturan yang melarang sebuah daerah untuk mengubah namanya. Selama hal itu memiliki urgensi dalam penggunaanya. Semisal ketika nama daerah tersebut terkesan membingungkan karena tidak merepresentasi rupa buminya. Meski sekarang Jawa Barat bukan lagi berada di sudut paling barat, karena ada Provinsi Banten, perjalanan sejarah sudah mendefinisikan nama tempat tersebut dengan sangat mengakar. Atau pembaca memiliki pandangan lain?