Beberapa waktu terakhir elite politik ramai-ramai menolak wacana Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dilaksanakan dengan sistem proporsional tertutup. Hal ini berawal dari beberapa orang kader PDIP yang mengajukan permohonan uji materi kepada Mahkamah Agung (MK) terkait Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), mengubah sistem proporsional terbuka menjadi pemilu tertutup.
Sebanyak 8 partai, yakni Golkar, Gerindra, Nasdem, Demokrat, PKB, PAN, PKS dan PPP kompak menyatakan pernyataan sikap menolak proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak era reformasi. Pernyataan sikap ini muncul ketika partai-partai tersebut mengadakan pertemuan di Hotel Darmawangsa, Jakarta Selatan pada, Minggu lalu (5/1). Di sisi lain, PDIP menjadi satu-satunya parpol yang mendukung dilaksanakanya pemilu dengan sistem proporsional tertutup.
Netray memantau topik ini menggunakan kata kunci pemilu&&tertutup selama periode 4-10 Januari 2023. Pada kanal Twitter ditemukan sebanyak 12,6 ribu twit dari 9.049 akun memperbincangkan soal sistem pemilu tertutup ini. Dari kata kunci tersebut, diperoleh 105,3 juta impresi yang menjangkau hingga kurang lebih 102,5 juta akun.
Perbincangan terlihat memuncak pada 5 Januari 2023 dengan twit bersentimen negatif mendominasi. Top twit negatif didominasi oleh akun para petinggi partai politik seperti Muhaimin Iskandar, Agus Harimurti Yudhoyono, hingga Hidayat Nur Wahid, seperti yang tampak pada jajaran top akun di Gambar 3.
Top twit negatif tersebut menyuarakan tegas penolakan terhadap sistem pemilu proporsional tertutup. Seperti yang tampak dari akun @cakimiNOW dan @AgusYudhoyono. Bahkan akun @hnurwahid menilai sistem pemilu tertutup seperti membeli kucing dalam karung, karena rakyat hanya dapat mencoblos partai tanpa berhak mengetahui individu calon legislatif.
Tak hanya itu, akun Twitter resmi sejumlah partai politik juga ikut menyuarakan penolakan , seperti yang tampak pada akun @PDemokrat dan @Nasdem yang seperti di bawah ini.
Akun @yanHarahap yang juga merupakan kader Partai Demokrat beropini bahwa sistem tersebut merupakan bentuk perampasan hak rakyat dalam negara demokrasi. Sebab, siapa saja dapat menjadi anggota DPR RI, termasuk orang-orang yang bermasalah atau dalam twitnya akun @NenkMonica menyebutnya sebagai orang “jeblok”.
Sentimen positif juga masih berisi warganet yang setuju dengan penolakan seperti yang dicuitkan @Mdy_Asmara1701 sekaligus menjadi top twit bersentimen positif. Sentimen positif lainnya lebih cenderung setuju dengan sistem proporsional terbuka seperti yang dicuitkan oleh @gedeadnyanaa bahwa sistem tertutup hanya menguntungkan beberapa partai. Tsamara Amany, kader PSI melalui twitternya @TsamaraDKI menuliskan hal serupa, Pemilu terbuka mendorong parpol untuk regenerasi & memberi kesempatan tokoh daerah atau orang berkinerja bagus dan disukai masyarakat.
Di sisi lain, ada warganet yang setuju dengan pemilu tertutup karena lebih hemat biaya dan lebih sederhana; tinggal mencoblos nama partai. Hal ini seperti yang diungkapkan akun @didi_margo dan @mharywa.
Sepanjang periode pemantauan, PDIP menjadi organisasi yang paling banyak disebut seperti yang tertera dalam daftar Top Organizations di bawah ini. PDIP banyak disebut karena menjadi satu-satunya partai yang setuju dengan pemilu tertutup. Akibatnya partai ini menuai banyak kritik seperti yang ditampilkan oleh akun @oposisicerdas. Bahkan Rocky Gerung berasumsi bahwa sikap PDIP menjadi agenda tersembunyi agar para mantan petinggi partai yang pernah melakukan tindakan kejahatan bisa kembali ke dunia politik.
Penolakan Pemilu Tertutup Dominasi Pemberitaan Media Daring
Isu penolakan wacana sistem proporsional tertutup juga banyak diberitakan media daring. Dengan menggunakan kata kunci dan periode yang sama ditemukan sebanyak 1.581 berita dari 130 media membahas isu ini dengan fokus pembahasan di kategori Politik.
Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Golkar menjadi subjek yang paling banyak disebut dalam pemberitaan selama periode pemantauan. Ia disebut sebanyak 336 kali. Hal ini terkait posisinya sebagai inisiator penolakan sekaligus juru bicara pada pertemuan sejumlah partai politik di Hotel Darmawangsa
Kata pertemuan juga termasuk kata yang cukup banyak disebut selain sistem, proporsional dan partai. Hal ini terkait dengan pertemuan yang dilakukan oleh 8 parpol untuk menolak pemilu tertutup di Hotel Darmawangsa seperti yang tampak diberitakan oleh Harian Haluan.
Tribun News menjadi media yang paling banyak memberitakan isu ini selama periode pemantauan. Tercatat sebanyak 79 berita muncul di portal ini. Berita soal penolakan partai terhadap pemilu tertutup mendominasi portal ini seperti yang tampak pada Gambar 20.
Selain itu pemaparan soal sistem proporsional terbuka dan tertutup juga cukup banyak diberitakan oleh portal ini. Menurut Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Dr. Putu Gede Arya Sumertha Yasa, sistem proporsional terbuka dalam pemilihan calon legislatif lebih menghadirkan semangat individualis. Caleg-caleg terpilih karena popularitas dan uang merupakan realita yang tidak dapat dibantah. Seperti yang tampak pada Gambar 21.
Sedangkan Analis Politik sekaligus CEO Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan bahwa kekuatan sistem proporsional terbuka ada pada ‘figur’ kandidat populis, melemahkan partai politik, tidak ada pembelajaran dan tidak menghormati proses kaderisasi di partai politik. Sementara proporsional tertutup menguatkan institusi kelembagaan partai politik. Ia juga berpendapat bahwa menguatnya keinginan kembali ke pemilu tertutup boleh jadi karena rendahnya kualitas, kapasitas, mutu dan kompetensi 575 anggota DPR RI yang terpilih di periode sekarang. Seperti yang terlihat pada Gambar 22.
Mantan Wakil Presiden 2014-2019 Jusuf Kalla pun sepakat sistem proporsional terbuka. Ia mempunyai dua alasan, yakni agar masyarakat mengetahui siapa yang dia pilih. Kedua, individu calon legislatif bisa berkampanye sendiri. Sedang bila dibandingkan dengan pemilu tertutup, calon tidak berkampanye, tetapi partai yang berkampanye. Hal ini bisa dilihat pada Gambar 23.
Sedangkan Analis Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menilai bukan masalah sistem pemilunya namun proses dalam internal partai politik. Ia mempertanyakan apakah proses di internal parpol tersebut mampu melahirkan para calon legislator berkapabilitas tangguh dan sama sekali tidak melakukan politik uang.
Pemilu dengan sistem proporsional tertutup ditentang banyak orang, sebaliknya pemilu terbuka menjadi opsi yang dinilai lebih baik karena telah digunakan sejak era reformasi. Terlebih Indonesia merupakan negara demokrasi yang menganut kedaulatan rakyat yang tentu menginginkan secara terbuka siapa saja yang menjadi wakil rakyatnya secara langsung.
Simak analisis terkini dan mendalam lainnya di analysis.netray.id. Untuk melakukan pemantauan terhadap isu yang sedang berkembang sesuai kebutuhan secara real time dapat berlangganan atau menggunakan percobaan gratis di netray.id.
Editor: Winda Trilatifah