Pernyataan Presiden Joko Widodo baru-baru ini menuai kontroversi. Pasalnya Jokowi mengatakan bahwa presiden boleh kampanye dan memihak. Ucapan tersebut guna menjawab pertanyaan wartawan terkait menteri yang turut serta menjadi tim sukses capres cawapres Rabu lalu (24/1) di Pangkalan TNI Angkatan Udara halim Perdana Kusuma.
Jika menilik Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 299 menyatakan bahwa Presiden, Wakil Presiden hingga pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai politik mempunyai hak untuk melaksanakan kampanye. Lebih lanjut dalam pasal 302 dan 304 menjelaskan bahwa bagi pejabat negara yang akan berkampanye harus mengajukan cuti serta tidak boleh menggunakan fasilitas negara seperti kendaraan dinas, gedung kantor, rumah dinas, dan fasilitas lainnya yang dibiayai anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBN).
Netray coba memantau ragam pemberitaan terkait pernyataan Jokowi tersebut. Dengan menggunakan kata kunci presiden&&boleh kampanye selama periode 23 – 29 Januari 2024. Hasilnya ditemukan 586 artikel dari 142 media membahas topik ini.
Intensitas pemberitaan mulai muncul tanggal 24 Januari serta memuncak pada hari itu juga. Sejumlah 227 artikel muncul pada hari itu. Pada hari selanjutnya pemberitaan masih menunjukan kuantitas yang masih masif sebanyak 191 artikel terbit. Kemudian intensitas pemberitaan setelahnya terus menurun hingga akhir periode.
Sentimen negatif mendominasi pemberitaan sebanyak 333 artikel. Artikel bernada negatif tersebut berisi kritikan beserta kecaman atas pernyataan sang presiden. Seperti yang dilontarkan Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto bahwa ucapan Jokowi itu melanggar etika politik dan pranata kehidupan bernegara yang baik. Hasto juga menginterpretasikan bahwa ujaran tersebut menjadi dukungan tersirat bagi paslon Prabowo-Gibran untuk melanjutkan pemerintahan Jokowi yang notabene ditolak oleh PDIP. Warta ini seperti yang dituliskan oleh portal Gelora pada gambar di bawah ini.
Politisi lain turut beraksi atas hal ini, datang dari Bendahara Umum Partai NasDem Ahmad Sahroni melalui unggahan Instagramnya @ahmadsahroni88 seolah menyindir Jokowi, ia menuliskan “Terima kasih pak presiden atas pencerahannya. Kami yang muda muda ingin belajar lebih banyak ilmu-ilmu politik lebih hebat ke depannya,” , Sahroni juga mengapresiasi sikap Jokowi yang blak-blakan. Namun ia tetap mengingatkan keberpihakan presiden terhadap capres tertentu akan menimbulkan konflik kepentingan.
Yayasan Lembaga Hukum juga turut berkomentar. Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, menilai pernyataan Jokowi sebagai sikap berbahaya yang dapat merusak demokrasi dan negara hukum. Akibat hal tersebut YLBHI mengeluarkan beberapa desakan seperti untuk Presiden Jokowi untuk berhenti melakukan praktik buruk pelanggaran konstitusi dan demokrasi serta etika kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kedua, DPR RI tidak diam saja dan segera menggunakan kewenangannya melakukan pengawasan melalui hak angket atau interpelasi atau menyatakan pendapat terhadap tindakan Presiden Jokowi yang semakin ngawur menyalahgunakan kewenangannya. Ketiga, DPR RI untuk segera menindaklanjuti adanya laporan terkait pemakzulan Jokowi karena diduga telah melanggar konstitusi dan perbuatan tercela sebagai presiden. Terakhir, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia untuk segera bekerja melakukan pengawasan dan menindak tegas secara independen dan bertanggung jawab terhadap tindakan Presiden.
Tindakan serupa juga menyeruak dari Tim Hukum Nasional Anies-Muhaimin. Mereka berencana berencana melaporkan Presiden Joko Widodo ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Karena statemen terang-terangan seperti itu akan berdampak tidak baik bagi stabilitas politik Indonesia.
Kritik dari para pengamat hingga akademisi juga turut membanjiri Jokowi. Seperti yang terucap dari pakar politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arya Budi. Ia menilai Jokowi dengan pernyataan tersebut telah meniup terompet untuk terjun ke medan perang di Pilpres 2024 mendatang. Arya juga menekankan bahwa sebenarnya Jokowi sudah mendeklarasikan diri ikut berkontestasi karena ada nama Gibran sebagai bentuk dukungan bapak untuk anak sulungnya.
Kemudian kecaman lainnya datang dari Connie Bakrie, Analis Pertahanan, Militer dan Intelijen. Bahwa Jokowi mengkhianati negara dan sistem demokrasi karena mencampuradukan antara posisi sebagai kepala negara, kepala pemerintahan dan kepala rumah tangga. Kritik ini dapat diamati pada artikel dari portal Xnews di bawah ini.
Jimly Asshiddiqie yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) bahkan meminta Jokowi tak perlu ikut-ikutan kampanye Pilpres 2024 apalagi ia sebagai kepala negara. Jimly mengakui memang tidak ada hukum yang dilanggar bagi seorang presiden atau menteri yang hendak berkampanye dalam pemilu. Dia juga menambahkan bahwa Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama pernah mendukung dan berkampanye untuk memenangkan Hillary Clinton sebagai calon presiden dari Partai Demokrat.
Di balik banyaknya kecaman Jokowi masih mendapat pembelaan dari beberapa pihak. Seperti dari Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Yusril Ihza Mahendra yang sepaham dengan Jokowi bahwa presiden dan wakil presiden boleh kampanye, baik mengkampanyekan diri mereka sendiri jika menjadi petahana, maupun mengkampanyekan orang lain yang menjadi capres dan cawapres. Yusril juga menekankan bahwa UU yang ada tidak menyatakan bahwa Presiden harus netral, tidak boleh berkampanye dan tidak boleh memihak.
Hal senada diungkapkan pula oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Presiden boleh kampanye, merupakan hak konstitusional. Airlangga menilai arah dukungan Presiden Jokowi akan sama dengan arah Partai Golkar yakni mendukung Prabowo Gibran
Pembelaan lainnya datang dari politisi Golkar, Meutya Hafid yang meyakini Jokowi tetap netral. Meutya yang juga hadir di lokasi saat Presiden Jokowi mengatakan hal tersebut menganggap pernyataan Presiden Jokowi tersebut tidak bisa diartikan sebagai keberpihakan. Tersebab Jokowi dalam konteks menjelaskan aturan tentang menteri yang akan melakukan kampanye.
Kemudian ternyata Komisi Pemilihan Umum atau KPU turut buka suara. Ketua KPU Hasyim Asy’ari menegaskan pernyataan Jokowi soal presiden boleh kampanye, termasuk jajaran menteri, memang diatur UU Pemilu. Tetapi pelaksanaannya harus diawasi Bawaslu. Selain itu jika ingin berkampanye maka presiden harus mengajukan cuti. Hal ini seperti yang diberitakan oleh portal Voi Id dan Idn Times pada gambar di bawah.
Akibat hebohnya respon publik Jokowi pun melakukan klarifikasi di Istana Bogor. Presiden menjelaskan sambil menunjukan kertas yang berisikan aturan pasal 219 UU No. 7 tahun 2017 bahwa Presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye. Ia juga menegaskan agar publik tak menginterpretasikan ujarannya tersebut terlalu jauh. Ia hanya ingin menyampaikan ketentuan aturan perundang-undangan.
Komentar Negatif Warnai Jagat X Terkait Topik Presiden Boleh Kampanye
Netray juga memantau repons warganet Twitter terhadap isu ini dengan menggunakan kata kunci presiden&&boleh kampanye serta presiden&&boleh memihak selama periode yang sama ditemukan sebanyak 19,6 ribu pengguna membicarakan topik ini yang menghasilkan 58,3 ribu unggahan.
Perbincangan didominasi oleh sentimen negatif sebanyak 33 ribu unggahan. Pembahasan topik presiden boleh kampanye berisi ketidaksetujuan hingga kecaman warganet untuk Jokowi. Komen negatif terpopuler datang dari akun @reyhansagevti_ yang memperolaeh ribuan impresi. Ia menyoroti adanya aturan yang melarang penyelenggara negara untuk berpihak. Ia bahkan mencap Jokowi tak bisa membedakan peran sebagai individu dan presiden.
Lalu penulis sekaligus pegiat media sosial Dayat Piliang @dayatpiliang mengaku kecewa akan ucapan Jokowi yang disampaikan di sebelah Prabowo seperti sudah jelas menunjukkan keberpihakan. Ungakapan tersebut dapat diamati pada gambar di bawah ini.
Hujatan juga banyak datang dari warganet X bahwa apa yang dilakukan Jokowi semata untuk mendukung anaknya Gibran Rakabuming yang menjadi cawapres Prabowo Subianto. Hal tersebut seperti yang diunggah akun @islah_bahrawi, @MarahIchsan, @deddysitorus hingga @NOTASLIMBOY.
Beberapa warganet juga tampak menyoroti bahwa Jokowi meremehkan sekaligus salah tafsir terhadap UU Pemilu yang ada. Hal ini seperti dituliskan akun @shfwnzz, @5t3v3n_P3g3L, serta @_riverheaven. Sementara itu akun @ZAEffendy secara tegas menekankan bahwa pasal 283 ayat 1 dan 2 UU Pemilu jelas melarang presiden untuk berpihak. Sedangkan akun @jaehyungantenk tampak menyoroti Jokowi tak menjelaskan secara lengkap aturan yang ada.
Simak analisis terkini dan mendalam lainnya di analysis.netray.id. Untuk melakukan pemantauan terhadap isu yang sedang berkembang sesuai kebutuhan secara real time, Anda dapat berlangganan atau menggunakan percobaan gratis di netray.id.
Editor: Ananditya Paradhi