Pernyataan Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono bahwa presiden yang sudah menjabat 2 periode bisa menjadi wakil presiden di periode berikutnya jadi perbincangan di media sosial. Perbiancangaan itu memunculkan spekulasi Presiden 2 periode Joko Widodo akan maju menjadi Cawapres 2024.
Pernyataan Jubir MK itu disampaikan pada Senin (12/9/2022) itu berbunyi bahwa secara normatif tidak ada aturan melarang presiden 2 periode menjadi cawapres. Dalam Undang – Undang Dasar 1945 Pasal 7 yang berbunyi “presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.”
Tertulis dalam aturan tersebut ditekankan pada frasa “jabatan yang sama”. Fajar pun mengungkapkan hanya saja kembali kepada etika politik, jika ingin menjabat secara berturut-turut meski dalam posisi yang berbeda.
Seketika pernyataan itu menjadi perbincangan warganet di Twitter. Berdasarkan pantauan Netray menggunakan kata kunci ‘mk && cawapres’, ‘mk && presiden’, dan ‘dua periode && presiden’ selama periode 12 – 15 September 2022 wacana presiden yang telah menjabat dua periode bisa menjabat menjadi wapres ini muncul dalam 1.761 twit. Total impresi sebanyak 703,4 ribu dan kurang lebih menjangkau 42 juta akun.
Sentimen negatif mendominasi isu ini dengan 1.424 twit. Sentimen negatif ini tertuju kepada dua pihak yaitu Jokowi dan MK.
Warganet mengungkapkan opininya yang menganggap Jokowi haus kekuasaan dan serakah, karena telah menjabat selama 10 tahun berturut-turut. Adapula warganet yang menganggap kinerja Jokowi buruk sehingga tidak dapat dipercaya lagi.
Selain itu dari akun @bepitulaz pun seolah sudah menerka skenario yang akan terjadi, wapres yang pernah menjabat presiden bisa naik menjadi presiden jika terjadi permakzulan. Bahkan ada akun yang menyamakan dengan yang terjadi pada Presiden Rusia, Vladimir Putin yang telah menjabat selama 24 tahun.
Gelombang kontra untuk MK juga muncul dari warganet. Pernyataan Jubir MK tersebut dianggap akan merusak konstitusi dan demokrasi Indonesia yang telah berjalan selama ini. Pernyataan kontra tersebut jika dilihat dari top tweets berasal dari akun @FfathurF
Tampak berbeda dengan yang lain akun @burhankahfi justru mengkritisi berita yang beredar Ia merasa tersebarnya pendapat tersebut dirasa kurang tepat karena hakim dan Lembaga peradilan hanya boleh bicara lewat tulisan. Bahwa pernyataan Jubir MK kemudian dicatut menjadi pernyataan lembaga secara keseluruhan.
Setali tiga uang dengan twit di atas, banyak warganet mengira pernyataan ini sebagai pernyataan resmi MK. Hal itu memancing komentar bahwa hal ini merupakan salah satu bentuk nepotisme yang bisa saja terjadi lantaran Ketua MK sekarang, Anwar Usman merupakan adik ipar dari Jokowi karena tak lama ini Anwar menikah dengan adik perempuan Jokowi.
Selain komentar negatif mendominasi isu ini, ada beberapa komentar positif bernada sarkas. Twit tersebut dapat dilihat berdasarkan kepopuleran twit berasal dari akun @puthutea. Namun ada warganet yang tampak tulus memuji Jokowi seperti yang tertera pada akun @Chodry20032475.
Bahkan kemudian nama lain pun muncul diajukan oleh warganet. Nama presiden yang pernah menjabat tersebut seperti Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono seolah diajak kembali menjadi presiden dengan nada bercanda. Seperti tertuang dalam akun @Choyrulmam dan @tualang
Pantauan Media Online Soal Wacana Jokowi Cawapres
Sementara itu berdasarkan pantauan pemberitaan di media online dengan periode dan kata kunci yang sama, total munucul 239 pmberitaan dan 57 media online. Mayoritas pemberitaan masuk dalam kategori politik.
Jika dilihat dari timeline pemberitaan selama pemanatauan, isu pemberitaan mulai muncul sejak 12 September 2022 ketika Jubir MK mengeluarkan penyataanya. Hingga tanggal 15 September isu itu terus bergulir hingga makin banyak pemberitaan yang muncul.
Pemberitaan isu ini didominasi oleh pernyataan Jubir MK Fajar Laksono yang memaparkan mengapa Presiden Jokowi yang menjabat sekarang, bisa saja mengajukan diri menjadi calon wakil presiden karena tidak dalam jabatan yang sama.
Selain itu muncul juga pemberitaan respons PDIP terhadap isu ini. PDIP tak sepenuhnya membuka peluang dan mendorong Jokowi menjadi Cawapres 2024 begitulah yang disampaikan oleh Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDIP Bambang Wuryanto. Meski demikian jika ada keinginan Jokowi untuk menjadi cawapres bisa saja asalkan diajukan oleh partai politik (parpol) atau gabungan parpol.
Beberapa berita mengenai pengamat yang merespons isu ini juga muncul jumlahnya tak begitu banyak. Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga menaggapi penegasan MK akan memberi angin kepada pihak-pihak yang menginginkan Jokowi tetap maju sebagai cawapres pada pilpres 2024. Kemauan Jokowi menjadi cawapres terkait erat dengan moral dan etika.
Adapula pendapat dari Pengamat politik Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah meramalkan bahwa wibawa Jokowi akan terganggu, termasuk elit-elit parpol lain bila hal ini benar-benar terjadi. Ditambah lagi akan akan mempertajam polarisasi di masyarakat. Peneliti Perludem Fadhli Ramadanil cenderung menolak wacana ini. Menurutnya sangat tidak elok jika seorang presiden yang telah menjabat selama dua periode, maju untuk menjadi wakil presiden, dengan memanfaatkan ruang normatif di dalam pasal konstitusi.
Dahlan Iskan pun langsung mengeluarkan opininya terkait masalah ini. Melalui opini yang berjudul “Petir Politik” muncul di empat media; jpnn.com, batamtoday.com, pojoksatu.id dan rmol.id Dahlan membandingkan hal ini dengan kepemimpinan Presiden Rusia Putin, Presiden Tiongkok Xi Jinping, dan Walikota Surabaya Bambang DH. Di akhir opininya, ia justru mempertanyakan pernyataan MK itu berasal darimana tidak ada mendung dan hujan, tapi petir tersebut muncul dari MK.
Tak hanya PDI-P, pengamat, dan Dahlan Iskan yang menanggapi masalah ini. Seniman kawakan Iwan Fals turut masuk dalam pemberitaan isu ini. Tidak merespon dengan kata-kata, Iwan Fals hanya memberi emotikon nerd face pada berita yang ia kutip di Twitter pribadinya.
Dari pernyataan MK yang muncul dua hari terakhir ini, warganet, pengamat maupun parpol lebih cenderung tidak menyambut dengan tangan terbuka terhadap wacana ini. Mereka cenderung bosan terhadap pemimpin yang itu-itu saja, ditambah mereka tentu tidak ingin pemerintahan kala presiden Soeharto terjadi lagi. Perlu adanya sirkulasi posisi jabatan pemerintah yang lebih dinamis agar republik ini berkembang dengan pemikiran dan gagasan yang beragam. MK juga mesti lebih berhati-hati dalam berucap agar tak menimbulkan pertanyaan dan keraguan bagi publik atas kapasitasnya sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia.
Demikian analisis Netray, simak artikel terkini lainnya dalam analysis.netray.id.
Editor: Irwan Syambudi