HomeCurrent ReportReklamasi Ancol: Menguruk Laut dan Mengeduk Janji Kampanye Anies Baswedan

Reklamasi Ancol: Menguruk Laut dan Mengeduk Janji Kampanye Anies Baswedan

Published on

Kata “Janji” dalam demokrasi elektoral, tak ubahnya seperti mata uang. Ia menjadi alat tukar yang kerap dihambur-hamburkan selama masa kampanye oleh para politisi. Tujuannya tentu untuk meraup suara pemilih agar ketika memimpin nanti kepentingan mereka dapat terwujud.


Yang paling baru adalah janji tentang penghentian proyek reklamasi teluk Jakarta oleh Gubernur Anies Baswedan. Saat kampanye dulu, Anies memanfaatkan isu ini untuk menggalang dukungan dari warga Jakarta. Singkatnya kemudian ia terpilih, lantas warga menagih janji.


Polemik muncul, ketika sejumlah suara muncul dan masing-masing mengajukan klaim berseberangan. Pemerintah Anies merasa janji kampanye telah ia laksanakan, ketika pada tahun 2018 ia telah mencabut izin reklamasi 13 pulau.

Akan tetapi proyek tersebut tidak berhenti seratus persen. Tahun 2019 Anies menerbitkan IMB untuk 932 bangunan yang berdiri di lahan reklamasi. Sejumlah respon muncul mulai dari ranah hukum hingga demonstrasi jalanan, meski demikian mega proyek ini terus berlanjut.

Pasang Surut Polemik Reklamasi

Pertengahan tahun 2020 ini, polemik reklamasi kembali mencuat. Pemda DKI Jakarta diketahui menerbitkan izin pelaksanaan dan perluasan kawasan Ancol dan Dunia Fantasi. Proyek tersebut membutuhkan reklamasi kawasan Pantai Ancol yang juga berada di teluk Jakarta.


Bagai sebuah magnet, media massa dan warganet sekejap mata kembali terseret ke dalam wacana ini. Apakah pemerintahan DKI Jakarta di bawah Gubernur Anies Baswedan sekali lagi melanggar janji mereka saat kampanye untuk menghentikan proyek reklamasi.


Tentu saja pro dan kontra merebak memenuhi pembahasan media massa dan publik yang diwakili oleh warganet. Untuk memperjelas peta pembicaraan, kita dapat melihat hasil pantauan Netray atas pemberitaan media massa dan cuitan warganet Twitter. Pantauan tersebut dilakukan selama 30 hari dari tanggal 11 Juni hingga 10 Juli 2020.

Pemantuan Netray

Netray meninjau 3 kata kunci yakni Anies Baswedan, janji kampanye Anies, dan reklamasi ancol. Secara agregatif terdapat 3,394 berita yang diterbitkan oleh 84 media massa online. Yang terdistribusikan sebanyak 3,260 berita mengandung kata kunci “Anies Baswedan”, 153 berita memiliki kata kunci “janji kampanye Anies”, dan 585 berita berisi “reklamasi Ancol”.

Dari ribuan artikel dengan penggabungan kata kunci, pemberitaan tentang Anies Baswedan sebagai pemangku otoritas di DKI Jakarta dinilai baik oleh media massa. Terdapat dua ribu lebih artikel yang menyorot pemerintahannya dengan intonasi positif.


Sentimen negatif hampir tak terasa selama separuh lebih rentang waktu pemantauan Netray. Berita miring baru mulai santer terdengar setelah tanggal 27 Juni hingga akhir jendela pemantauan Netray pada tanggal 10 Juli 2020. Meski dengan kata kunci gabungan, berita yang mengandung kata kunci Anies Baswedan, didominasi sentimen positif.

Sebagian besar membeberkan prestasi dan kinerja kepemerintahan DKI Jakarta dalam menghadapi sejumlah isu di luar isu reklamasi. Seperti berita pembukaan Stasiun Terpadu Tanah Abang hingga penanganan Covid-19.


Namun jika beralih ke dua kata kunci selanjutnya yakni “janji kampanye Anies” dan “reklamasi Ancol”, pemberitaan terkait Anies mengayun ke sentimen negatif (lih. gbr 7). Meskipun untuk kata kunci “reklamasi Ancol” antara sentimen negatif dan positif masih terlihat berimbang (lih. gbr 8).

Di sini peran media massa terasa sangat besar dalam memetakan politik di Jakarta. Keyword “janji kampanye Anies” menempatkan Gubernur Anies Baswedan sebagai entitas paling banyak disebut jika dibandingkan dengan aktor yang lain. Sedangkan keyword “reklamasi Ancol” menghadirkan beberapa entitas politik yang memiliki kepentingan masing-masing terkait isu tersebut.

“Janji” di Mata Warganet

Meski media massa dalam ranah demokrasi memiliki peran untuk membentuk opini publik, terlepas dari ikatan etika dan moral, warganet ternyata memiliki caranya tersendiri ketika merespon isu reklamasi dan janji kampanye Anies Baswedan. Memanfaatkan keyword “reklamasi ancol” dan “janji kampanye Anies”, Netray menghimpun setidaknya ada 3.459 cuitan yang dilakukan oleh warganet Twitter. Dari sekian banyak cuitan, terdapat 44.4 ribu interaksi yang kemungkinan dijangkau 62 juta akun Twitter.

Sentimen negatif menguasai pembicaraan tentang reklamasi dan janji kampanye Gubernur. Netray menemukan bahwa selama sebulan pemantauan isu, paruh kedua berisi cuitan yang mendeskreditkan kepemimpinan Anies. Hampir tak ada pembicaraan tentang isu ini sebelum Gubernur mengetuk kebijakan.

Akun seperti @GunRomli dan @MARQUEZ__93 menjadi lead dalam mewarnai perbincangan di sosial media Twitter dengan sentimen negatif. Sebagian besar tentu mempertanyakan komitmen Anies yang pernah disampaikan sebagai janji kampanye.

Meski begitu, tetap akan ada akun-akun pembela kebijakan Gubernur yang menawarkan narasi berbeda dalam melihat isu tersebut. Mereka melihat kebijakan ini tak hanya ditangan Anies dan ditujukan untuk kemaslahatan bangsa.

Penutup
Permasalahan reklamasi Teluk Jakarta sekiranya akan menjadi komoditas politik untuk memenangkan kontestasi di Daerah Khusus Ibukota. Pasalnya isu ini memiliki aktor penting dalam demokrasi kontemporer (baca: liberal), yakni rakyat kecil dan sektor bisnis. Rakyat kecil selalu dianggap sebagai modal utama untuk meraup suara kala pemilu, sedangkan sektor bisnis adalah ladang uang untuk membiayai cost politik yang selalu membumbung tinggi.

More like this

Kenaikan PPN 12% dan Gelombang Protes Warganet X: Bantuan Pemerintah Dianggap Tak Sebanding

Pemerintah akhirnya memutuskan untuk tetap menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada senin...

Tenggelam dalam Arus Sentimen Negatif, Gus Miftah Akhirnya Mundur

Miftah Maulana Habiburrahman atau yang biasa disebut Gus Miftah menjadi sorotan publik baru-baru ini...

Kebijakan Kenaikan PPN 12%, Gelombang Negatif Penuhi Linimasa X

Jelang akhir tahun 2024, kabar mengejutkan datang dari Menteri Perekonomian Sri Mulyani. Pajak Pertambahan...