Jelang cuti bersama Natal dan Tahun Baru (Nataru), pemerintah mulai aktif mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk meminimalisir lonjakan kasus positif Covid-19 yang mungkin terjadi. Salah satu yang sedang santer dibicarakan adalah pemberlakuan syarat Rapid Test Antigen bagi mereka yang melakukan perjalanan jauh selama periode 22 Desember-08 Januari 2021. Kebijakan baru ini pun menuai beragam respon dari warganet. Terutama menyangkut pemberlakuan kebijakan ini yang hanya berjeda sehari setelah diumumkan.
Netray kemudian melakukan pemantauan di media pemberitaan selama sepekan terakhir untuk mengetahui apa saja kebijakan yang dikeluarkan pemerintah jelang perayaan Nataru dan seperti apa keriuhan media sosial menanggapi kebijakan baru tersebut? Berikut gambaran hasil pantauan Netray.
Membaca Isu dalam Topik Kebijakan Tahun Baru dan Tes Antigen Melalui Netray
Dengan menggunakan kata kunci kebijakan && tahun baru Netray mencoba menelisik apa saja topik yang dibicarakan media selama periode tersebut. Untuk mengetahui secara spesifik kapan wacana pemberlakuan tes antigen diberitakan, Netray juga memasukkan kata kunci rapid && antigen dan mengamati apa saja isu yang paling banyak disoroti dalam topik ini.
Hasilnya, pemberitaan cukup masif pada periode 14-19 Desember 2020 dengan angka 100-400 artikel per hari. Pembahasan secara umum menyasar pada ranah Kesehatan dan Pemerintahan. Selain itu, kategori Pariwisata, Transportasi, dan Ekonomi juga menjadi perhatian dalam topik ini. Berikut deretan entitas populer yang dapat menjadi analisis awal untuk mengetahui apa saja poin-poin penting yang dibicarakan media terkait topik tersebut.
Hal yang menjadi perhatian utama hingga saat ini tentunya adalah pandemi Virus Corona. Maka menjadi wajar apabila entitas yang Netray kategorikan sebagai disease ini muncul paling banyak dalam pembahasan. Sementara Top Person atau tokoh yang paling banyak disebut dalam topik ini adalah Luhut Binsar Pandjaitan dan Anies Baswedan. Hal ini berhubungan dengan kepentingan Menko Marves Luhut sebagai pemangku kebijakan yang paling banyak dikutip dan disorot oleh media selama beberapa waktu terakhir.
Dari daftar entitas populer di atas, juga dapat dilihat sejumlah lokasi yang paling banyak ditandai seperti DKI Jakarta, Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Demikian pula adanya laporan lonjakan kasus yang menjadi alasan kebijakan pengetatan protokol kesehatan, PSBB, dan Work From Home diterapkan. Dalam hal ini, syarat wajib seperti Rapid Test, PCR, dan Rapid Test Antigen juga banyak dibicarakan. Lebih lengkapnya simak ulasan Netray berikut.
Kebijakan Luhut Jelang Perayaan Natal dan Tahun Baru
Seperti diketahui, pada 14 Desember lalu pemerintah resmi melarang kerumunan dan perayaan tahun baru di tempat umum. Kebijakan ini diputuskan dalam Rapat Koordinasi Penanganan Covid-19 di wilayah DKI Jakarta, Jabar, Jateng, dan Bali yang dipimpin oleh Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan untuk selanjutnya diterapkan pada periode 18 Desember 2020-8 Januari 2021.
Rincian kebijakan tersebut di antaranya adalah; larangan perayaan Tahun Baru di seluruh provinsi; pengetatan kebijakan bekerja dari rumah atau WFH 75%; pembatasan jam operasional mal, restoran, tempat hiburan (pukul 19:00 untuk Jabodetabek dan pukul 20:00 untuk zona merah di Jabar, Jateng, dan Jatim); keringanan penyewaan/service charge di wilayah DKI Jakarta; dan kewajiban rapid test antigen maksimal H-2 untuk perjalanan jarak jauh. Luhut juga menggarisbawahi bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke Bali agar melakukan tes PCR pada H-2 keberangkatan.
Kebijakan tes antigen bagi wisatawan yang secara khusus hendak berkunjung ke Bali kemudian ditanggapi beragam dari berbagai pihak. Ada yang tetap optimis Bali akan tetap menjadi kunjungan favorit bagi wisatawan meski harus mengantongi tes swab untuk menuju ke sana. Namun, ada pula yang khawatir kebijakan ini akan mengurungkan niat para wisatawan yang hendak ke Bali. Portal media CNBC Indonesia bahkan beberapa kali menggarisbawahi istilah ‘luhut effect’ untuk memberitakan kebijakan ini dengan muatan sentimen negatif.
Merespon Kebijakan Rapid Tes Antigen dari Pantauan Media Sosial
Rapid test antigen adalah jenis tes virus Corona dengan metode pengambilan sampel swab. Rapid test antigen ini berbeda dengan rapid test pada umumnya atau yang sering disebut rapid test antibodi. Karena dinilai memiliki akurasi lebih baik dalam mendeteksi virus Corona, biayanya pun lebih mahal. Berdasarkan Surat Edaran No HK 02.02/I/4611/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Test Antigen-Swab, standar harga dalam pemeriksaan rapid test antigen-swab sebesar Rp 250.000 untuk Pulau Jawa dan Rp 275.000 untuk luar Pulau Jawa.
Tak hanya sebagai syarat berkunjung ke Bali saja, kini semua perjalanan jarak jauh baik menggunakan kereta api maupun pesawat diwajibkan mengantongi syarat ini selama periode perayaan Nataru. Lalu bagaimana respon masyarakat menyikapi kebijakan baru ini? Simak pantauan Netray di linimasa Twitter untuk topik terkait selama seminggu terakhir.
Pembahasan soal rapid test antigen di Twitter mulai terlihat sejak 15 Desember, sehari pasca Menko Marves Luhut mengumumkan kebijakan ini untuk kunjungan wisata di Bali. Namun lonjakan perbincangan secara serius terjadi pada 21 Desember 2020 dengan total tweet di atas angka 8 ribu per hari. Hal ini sehubungan dengan kebijakan terbaru soal rapid test antigen yang juga berlaku untuk penumpang KA jarak jauh di Pulau Jawa seperti yang dicuitkan oleh akun resmi @KAI121 berikut.
Beragam respon menghiasi kolom diskusi akun resmi KAI tersebut secara khusus dan terjadi dalam cuitan-cuitan warganet secara terpisah. Selain mengeluhkan harga test rapid antigen yang lebih mahal dari test rapid biasa, warganet juga menggarisbawahi kebijakan yang dinilai mendadak ini. Pasalnya, kebijakan ini diterapkan sehari pasca pengumuman yaitu mulai 22 Desember s.d 8 Januari 2020. Sementara warganet yang sudah telanjur melakukan rapid test antibodi sebagai kelengkapan syarat perjalanan merasa kecewa karena harus melakukan tes ulang.
Sejumlah akun resmi pemerintah dan pihak-pihak terkait memang terlihat masif mensosialisasikan kebijakan ini setelah Menko Luhut memberi arahan kepada sejumlah pimpinan daerah untuk melakukan pengetatan terukur menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru. Sejumlah poster berisi peraturan dan syarat rinci di masing-masing daerah pun bertebaran.
Namun, melihat dominasi sentimen negatif yang lebih banyak mengisi pembahasan topik ini di Twitter dapat disimpulkan bahwa sosialisasi kebijakan baru ini belum berjalan secara maksimal. Selain soal waktu, narasi buruk lainnya yang juga tak luput dalam menanggapi respon ini adalah kekhawatiran adanya kepentingan bisnis dalam kebijakan ini. Itulah sebabnya sebagian warganet masih kontra dengan kebijakan yang dinilai mendadak ini.