Program Makan Bergizi Gratis (MBG) mulai dilaksanakan pada 6 Januari 2025. Program ini bertujuan untuk menyediakan makanan sehat tanpa biaya kepada masyarakat Indonesia, dengan fokus utama pada anak-anak sekolah, guna meningkatkan kesehatan, kecerdasan, dan minat belajar mereka. Tahap awal program ini mencakup 26 provinsi di Indonesia, dengan target menjangkau sekitar 3 juta penerima manfaat. Pemerintah merencanakan penambahan penerima secara bertahap hingga mencapai 17 juta orang pada akhir 2025.
Program Makan Bergizi Gratis merupakan langkah konkret pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat Indonesia melalui penyediaan nutrisi yang baik. Namun, dalam pelaksanaannya sejumlah tantangan ditemui. Mulai dari kebingungan soal distribusi hingga menu makanan yang dinilai tidak sesuai hingga risiko food waste yang mulai dikhawatirkan. Netray memantau isu ini di media sosial Twitter selama periode 3-12 Januari 2025 atau sepekan program makan bergizi gratis berjalan. Hasilnya, adalah sebagai berikut.
Antusiasme Warganet Nantikan Realisasi Program Makan Bergizi Gratis
Di Twitter, perbincangan soal makan siang gratis muncul dalam 168.831 juta unggahan. Perbincangan ini menghasilkan 1,3 juta impresi dalam bentuk like, komen, dan retweet yang menjangkau hingga 247,3 juta akun. Lebih dari 29,8 ribu membahas topik ini sejak 3 Januari atau tiga hari jelang pelaksanaan hingga 12 Januari 2025.
Antusiasme warganet menanti realisasi program ini terlihat dari jejak perbincangan 3 hari jelang pelaksanaan program yang telah menghasilkan 1-5 ribu unggahan. Di hari pertama distribusi makanan bergizi gratis pada 6 Januari 2025, perbincangan meningkat hingga 21,9 ribu unggahan. Namun, puncak perbincangan selama sepekan terakhir adalah pada 8 Januari 2025 yang mencapai 40 ribu unggahan dengan 2 ribu di antaranya menggunakan tagar #TempoThread, membagikan kembali unggahan Tempo soal karut marut program makan bergizi gratis sehingga menaikkan respons warganet soal isu ini.
Dari grafik sentimen trend, terlihat bahwa sentimen negatif mendominasi hampir di sepanjang periode pemantauan. Sebanyak 68,7 ribu unggahan warganet yang membicarakan makan bergizi gratis memuat sentimen negatif. Jumlah ini mengambil porsi sebanyak 40% dari total percakapan. Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa respons positif juga tidak terpaut jauh. Artinya, pro dan kontra pelaksanaan program makan bergizi gratis memiliki ruang masing-masing. Berikut kosakata dan tagar paling banyak muncul ketika membicarakan program makan bergizi gratis di Twitter.
Sejumlah topik yang dibicarakan dalam perbincangan soal program makan bergizi gratis di antaranya adalah soal menu makanan seperti kandungan gizi, porsi, rasa, hingga anggaran program yang kemudian menyeret pada perbincangan soal isu pendidikan dan kesejahteraan keluarga. Dengan kata lain, perdebatan apakah program ini sudah sesuai dengan tujuan atau sasaran masih tetap bergulir.
Meningkatkan Gizi atau Meningkatkan Food Waste?
Pembahasan makan siang gratis dengan muatan sentimen negatif sebagian besar merupakan komentar terhadap menu makanan yang tidak sesuai ekspektasi. Beberapa warganet bahkan menyebutnya sebagai “sad food” karena dianggap tidak menarik bahkan memprihatinkan sebagai makan bergizi untuk anak-anak. Di salah satu sekolah di Sidoarjo bahkan tidak terdapat sayur dalam makan bergizi gratis yang disediakan. Alhasil, tidak sedikit yang pesimis terhadap tujuan pemerintah untuk mencetak generasi emas melalui program ini.
Warganet juga menyoroti potensi food waste atau sampah makanan yang ditimbulkan dari program ini mengingat adanya sejumlah anak yang cenderung memilih makanan sesuai selera atau kebiasaan maupun karena alergi terhadap makanan tertentu yang apabila dibiarkan justru menimbulkan risiko kesehatan yang lebih serius. Padahal, seperti diketahui, Indonesia merupakan salah satu penghasil sampah makanan terbesar di dunia. Menurut laporan United Nations Environment Programme (UNEP) dalam Food Waste Index Report 2024 disebutkan bahwa Indonesia menghasilkan sekitar 14,73 juta ton sampah makanan rumah tangga per tahun, sehingga menjadikannya penghasil sampah makanan terbesar di Asia Tenggara.
Program makan siang gratis, meskipun bertujuan mulia untuk meningkatkan gizi dan ketahanan pangan, dapat berpotensi menambah jumlah sampah makanan jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, sejumlah warganet menyarankan agar pemerintah lebih serius mengelola program ini, termasuk melibatkan sejumlah ahli dan melakukan riset secara matang.
Makan Bergizi Gratis Tidak Tepat Sasaran?
Warganet menilai bahwa program makan bergizi gratis yang ditujukan untuk mencegah stunting juga merupakan pendekatan yang keliru. Stunting merupakan masalah kompleks yang memerlukan intervensi lebih komprehensif, sehingga intervensi seharusnya difokuskan sejak awal atau pada masa seribu hari pertama kehidupan. Menurut warganet, pemerintah sebaiknya lebih fokus untuk menstabilkan harga pangan sehingga masyarakat yang tidak mampu tetap dapat mencukupi kebutuhan gizi anak dari rumah.
Selain pendekatan kepada tujuan yang dinilai tidak tepat, distribusi program ini juga dianggap tidak tepat sasaran sehingga justru berpotensi menghamburkan anggaran. Sejumlah warganet melaporkan beberapa sekolah elit yang dianggap mampu memenuhi kebutuhan gizi, bahkan lebih baik dari menu yang disediakan dari program pemerintah, berharap program ini diberikan kepada mereka yang tidak mampu agar lebih bermanfaat.
Program Makan Bergizi Baru Dimulai, Seharunya Diapresiasi?
Di antara ribuan sentimen negatif yang pesimis terhadap keberlangsungan program makan siang gratis ini, Netray tetap menemukan respons positif yang jumlahnya pun tidak sedikit, yakni sebanyak 26% dari total perbincangan. Warganet memberikan apresiasi terhadap pemerintah, khususnya Presiden Prabowo Subianto yang menepati janjinya. Meskipun belum sempurna sesuai harapan publik, warganet tetap bersyukur dan berharap program ini benar-benar memberikan manfaat.
Sejumlah tokoh publik, seperti Fahri Hamzah hingga Muhaimin Iskandar turut aktif mengapresiasi program ini. Meskipun sebagian besar respons positif didominasi oleh kampanye program dan cenderung seragam, jumlahnya cukup signifikan untuk menekan sentimen negatif yang mencapai 40%.
Simak analisis terkini dan mendalam lainnya di analysis.netray.id. Untuk melakukan pemantauan terhadap isu yang sedang berkembang sesuai kebutuhan secara real time, Anda dapat berlangganan atau menggunakan percobaan gratis di netray.id.
Editor: Ananditya Paradhi