HomeCurrent ReportEkonomi BisnisPolemik Harga Pakan Jagung dan Peternak Ayam dalam Insiden Poster Protes di...

Polemik Harga Pakan Jagung dan Peternak Ayam dalam Insiden Poster Protes di Blitar

Published on

Kunjungan Presiden Joko Widodo ke makam Bung Karno di Blitar, Jawa Timur diwarnai sebuah insiden kecil yang meramaikan publik dalam negeri. Seorang peternak ayam membentangkan poster kecil yang berisi permohonan bantuan karena merasa kesulitan membeli harga pakan ayam dari bahan jagung yang melambung tinggi. Buntut dari aksi ini, pihak berwajib sempat mengamankan peternak tersebut ke dalam mobil polisi untuk selanjutnya dibawa ke kantor polres setempat. Sedangkan Presiden dan rombongan tetap melanjutkan kegiatannya.

Warganet dengan cepat merespon isu ini melalui sejumlah obrolan di linimasa Twitter. Netray Media Monitoring menemukan setidaknya 8.658 tweet yang mengandung kata kunci peternak, poster, dan jokowi. Volume perbincangan, yang dipantau melalui jumlah impresi, berada pada angka 58 juta kali interaksi dalam bentuk reply, retweet, dan favorites. Sedangkan secara potensial, perbincangan ini dapat menjangkau lebih dari 30 juta akun Twitter berbahasa Indonesia.

Secara garis besar, warganet memiliki persepsi yang buruk terkait insiden aksi pembentangan poster yang berujung penangkapan ini. Terlihat dari sentimen tweet warganet yang menunjukan sebanyak 3.714 tweet terindeks memiliki sentimen negatif. Sedangkan tweet dengan sentimen positif hanya berjumlah 133 tweet saja. Sisanya adalah tweet bersentimen netral yang biasanya berasal dari akun media massa daring.

Melihat besarnya animo masyarakat, yang secara tersirat mengecam tindakan aparat karena dinilai berlebihan, Netray ingin menganalisis lebih dalam lagi bagaimana nalar yang mendasari keberpihakan warganet terhadap tuntutan peternak. Apakah isu yang disuarakan peternak memiliki korespondensi faktual atau hanya luapan emosi semata? Dan seperti apa gambaran lebih luas tentang wacana agraria yang menjadi fundamen atas insiden penangkapan ini? Simak pemaparan lebih lanjut Media Monitoring Netray di bawah ini.

Memantau Isu Harga Jagung di Media Massa Daring

Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, terlebih dahulu Netray akan memantau bagaimana pemberitaan media massa daring kala mengemas isu tersebut. Selama periode pemantauan dari tanggal 4 September hingga 10 September 2021, ditemukan 143 berita yang mengandung kata kunci. Isu penangkapan seorang peternak yang membentangkan poster di saat Presiden Joko Widodo berkunjung ke Blitar hanya diterbitkan oleh 35 kantor berita daring saja.

Puncak pemberitaan terbanyak terjadi pada tanggal 8 September 2021 dengan total berita sejumlah 75 artikel. Netray juga mengumpulkan beberapa kata lain, di luar kata kunci pemantauan, yang paling kerap muncul dari seluruh berita. Kata dengan frekuensi kemunculan yang tinggi, ditunjukkan melalui grafik Word Cloud. Kata yang dimaksud antara lain adalah kata ayam, harga, jagung, dan beberapa kata lainnya. Kesimpulan sementara adalah protes peternak ayam tersebut terkait dengan fakta harga jagung yang digunakan untuk pakan.

Harga Pakan Jagung dan Biaya Produksi Peternak Ayam

Data dari Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian, saat ini harga jagung sebagai bahan baku pakan unggas memang sedang mengalami kenaikan yang cukup drastis. Pada awal tahun 2021 saja, harga jagung dengan kadar air 15% tercatat sudah mencapai Rp 4.470 per kg. Padahal menurut acuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2020, harga yang dipatok seharusnya hanya sebesar Rp 3.150 per kg. Dengan asumsi bahwa pembelian ayam ras dari peternak sebesar Rp 19 – 21 ribu per kg.

Yang tak terduga adalah harga jagung yang sudah tinggi ini malah terus merangkak naik. Lima bulan berselang, BKP mencatat bahwa harga jagung pakan ayam mencapai angka Rp 6.200 per kg pada bulan Mei 2021. Situasi ini tentu menyulitkan peternak yang sudah sangat berat untuk menaikkan harga jual, pasalnya akibat pandemi daya beli masyarakat juga melemah. Jika dipaksa menjual dengan harga yang tinggi guna menutup biaya produksi, dikhawatirkan masyarakat akan semakin enggan membeli ayam untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari.

Pakan ternak adalah komponen paling vital bagi pelaku budidaya komoditas protein ini. Sebagai gambaran sederhana, untuk 1 ekor ayam dibutuhkan 1.520 gram pada usia 0-4 minggu dan 3.829 gram di usia finisher, atau 5-8 minggu. Apabila dikalikan dengan harga jagung pada bulan Mei 2021, maka peternak ayam harus mengeluarkan uang kira-kira sebesar Rp 33.500 hanya untuk biaya pakan saja. Sehingga tidak mungkin peternak mau menjual ayam mereka seharga asumsi pembelian yang ditetapkan oleh Permendag.

Alasan Harga Jagung Pakan Ternak Ayam Mahal

Mungkin saja ada banyak solusi untuk mengurai masalah ini, akan tetapi yang paling utama tentu dengan menurunkan harga pakan, dalam hal ini jagung, guna menekan biaya produksi. Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa harga pakan jagung nasional melambung tinggi? Mengapa petani jagung “terpaksa” menjual komoditas mereka dengan harga yang tak diharapkan oleh peternak?

Netray menemukan setidaknya tiga alasan yang dihadapi petani jagung dalam negeri. Pertama adalah perbedaan waktu panen yang terjadi di beberapa kantong (enclave) petani jagung se-Indonesia. Alasan ini yang disampaikan Asosiasi Petani Jagung Indonesia ketika  terjadi kenaikan harga di bulan April-Mei tahun ini. Kedua adalah adanya monopoli yang dilakukan perusahaan pakan yang mengambil sebagian besar produksi petani sehingga peternak tidak kebagian. 

Dan terakhir adalah kebijakan impor jagung yang justru memberikan ilusi harga murah. Pemerintah menghentikan impor jagung karena harga di pasaran luar negeri juga sedang merangkak naik. Jadi ketika harus menggunakan produksi dalam negeri, harga komoditas jagung dalam negeri tidak bisa bersaing dengan produk impor. Kerap kali karena tata kelola produksi dalam negeri yang tidak mendukung.

Penutup

Kembali pada insiden poster peternak ayam di hadapan rombongan Presiden Joko Widodo yang mengharap bantuan agar pakan jagung balik normal lagi. Apa yang ia lakukan tak dapat dipungkiri mendapat dukungan baik dari sudut pandang pemberitaan maupun respons warganet. Pada dasarnya pemerintah diharapkan lebih proaktif dalam menanggapi masalah-masalah yang dihadapi rakyat hingga berbuah solusi yang mangkus. Kalau hanya menghalangi-halangi kebebasan berpendapat di ruang publik, itu namanya reaksioner.

More like this

Tenggelam dalam Arus Sentimen Negatif, Gus Miftah Akhirnya Mundur

Miftah Maulana Habiburrahman atau yang biasa disebut Gus Miftah menjadi sorotan publik baru-baru ini...

Kebijakan Kenaikan PPN 12%, Gelombang Negatif Penuhi Linimasa X

Jelang akhir tahun 2024, kabar mengejutkan datang dari Menteri Perekonomian Sri Mulyani. Pajak Pertambahan...

Layanan Baru “Lapor Mas Wapres”: Dihujat di X, Didukung di Tiktok

Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka membuat terobosan baru di awal kepemimpinannya. Ia resmi membuka...