Mahkamah Konstitusi akhirnya memutuskan untuk menghapus ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4% pada Kamis 29 Februari 2024 lalu. Lebih lanjut ketentuan tersebut diatur dalam Undang-Undang Pemilu No. 7 tahun 2017 pasal 414 ayat (1).
Sebelumnya permohonan penghapusan ini diajukan oleh pengurus Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dalam nomor 116/PUU-XXI/2023. Perludem mengajukan gugatan atas dasar ketentuan ambang batas parlemen ini d menimbulkan ketidakpastian antara ketentuan ambang batas parlemen yang 4% dan berakibat tidak terwujudnya sistem pemilu yang proporsional.
Netray mencoba menilik pemberitaan media massa dalam menyajikan topik penghapusan ambang batas parlemen 4%. Dengan menggunakan kata kunci ambang batas&&parlemen di periode 27 Februari hingga 4 Maret 2024 ditemukan 844 artikel dari 123 media membahas topik yang baru ini.
Kelindan Organisasi dalam Topik Penghapusan Ambang Batas Parlemen
Analisis awal Netray Media Monitoring untuk topik penghapusan ambang batas parlemen adalah untuk melihat organisasi apa saja yang terlibat dalam wacana ini. Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan fitur Top Organization yang merangkum organisasi mana saja yang paling banyak diberitakan oleh media massa.
Pada jajaran teratas terlihat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi lembaga yang paling banyak disebut oleh media massa jika dibandingkan Mahkamah Konstitusi. DPR disebut dalam 321 artikel. Hal ini terkait dengan tuntunan untuk DPR dalam mengakomodasi keputusan tersebut.
Tuntutan ini salah satunya datang dari Indonesia Political Review. Melalui Direktur Eksekutif, Ujang Komarudin, DPR tidak hanya mengakomodasi namun harus mengeksekusi aturan tersebut. Ujang menilai, ambang batas parlemen lebih baik dihapuskan atau nol persen. Meski begitu, ia berharap ada rumusan ambang batas parlemen yang lebih baik, seperti dalam pertimbangan MK.
Pihak internal DPR sendiri masih mengkaji angka ambang batas parlemen yang tepat untuk diterapkan pada Pemilu 2029 seperti disampaikan dari Fraksi PKB. Lebih lanjut Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin menyebut bahwa fraksinya masih mempertimbangkan derajat proporsionalitas antara hak suara yang sah dengan derajat keterwakilan di parlemen. Mereka juga masih mempertimbangkan aspek kedaulatan rakyat agar suara rakyat nantinya tidak terbuang.
Sedangkan Syaiful Huda Ketua Komisi X DPR Frasi PKB justru menolak keputusan ini. Ia menilai revisi ambang batas parlemen dengan menurunkannya hanya akan menimbulkan masalah baru. Huda meyakini sistem multipartai yang tidak dikontrol dengan syarat ambang batas akan terus memelihara pragmatisme politik di tengah masyarakat dan elite. Ia juga memandang bahwa ambang batas parlemen yang ada selama ini tidak sia-sia sebab kepentingan seluruh partai politik tetap terakomodir.
Selain itu Syaiful Huda bahkan mengusulkan parliamentary threshold naik menjadi 7 persen. Ia beralasan bahwa dengan angka tersebut mampu terjadi proses pelembagaan politik supaya yang stabil dan produktif. Huda menambahkan bahwa komposisi partai-partai di Indonesia saat ini bila dikelompokkan dapat mencukupi 7 persen ambang batas parlemen.
Figur organisasi utama selanjutnya dalam topik ini adalah Mahkamah Konstitusi (MK), yang disebut dalam 238 artikel. Dalam sejumlah pemberitaan media massa, terdapat perbedaan interpretasi atas wacana ini. Ada yg menyebut MK menghapus ambang batas parlemen 4 persen. Namun di sisi lain beberapa media juga memberitakan bahwa MK hanya mengubahnya.
Interpretasi menghapus seperti yang tampak pada artikel di portal Alinea yang berjudul “Dihapus MK, Apa Buruknya Ambang Batas Parlemen?”, lalu dari Go Riau juga memberi judul serupa “ MK Hapus Parliamentary Threshold 4 Persen, Berlaku Mulai 2029”.
Sedangkan di sisi interpretasi MK hanya mengatur ulang besaran angka seperti yang diberitakan portal Tempo, Tirto, hingga Antara Makassar. Interpretasi tersebut tampak ditegaskan Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Enny Nurbaningsih bahwa tidak ada penghapusan ambang batas parlemen empat persen. Justru, MK dalam putusan-nya, meminta pembentuk undang-undang untuk mengatur ulang besaran angka dan persentase ambang batas parlemen agar lebih rasional.
Kemudian KPU dan PSI muncul pada peringkat keempat dan kelima dengan perolehan penyebutan dalam 215 artikel dan 185 artikel. Kedua organisasi ini sering bersama diberitakan terkait lonjakan suara PSI pada aplikasi Sirekap KPU. Pada Kamis 22 Februari suara PSI berada di 2,55 persen. Kemudian kurang lebih sepekan setelahnya partainya Kaesang ini hampir menyentuh tiga persen tepatnya berada pada angka 2,93 persen.
Hal ini menimbulkan kecurigaan dari politikus nasional dan pengamat pengamat politik. seperti yang dilaporkan portal Tempo bahwa Ketua Majelis Pertimbangan PPP, M. Romahurmuziy, mengungkap dugaan adanya operasi meloloskan PSI dengan perolehan ambang batas parlemen 4 persen.
Hal serupa dilontarkan Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani yang menilai lonjakan suara PSI dalam Sirekap tidak masuk akal. Mereka menduga ada usaha penggelembungan suara untuk memenuhi ambisi Presiden Jokowi memenangkan partai yang dipimpin putra bungsunya, Kaesang Pangarep.
Mengenai anomali lonjakan tersebut pihak KPU justru enggan berkomentar. Seperti yang dikatakan oleh Komisioner KPU Idham Holik pada Minggu (3/3) di Gedung KPU RI, saat diwawancarai awak media.
Di urutan kelima terdapat PPP yang disebut dalam 116 artikel. Partai berlambang Ka’bah ini banyak diberitakan karena terhitung paling vokal dalam menyampaikan kecurigaannya terhadap lonjakan suara PSI.
Menurut Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Romy, partainya telah mengantongi sejumlah bukti terkait dugaan penggelembungan suara untuk PSI. Ia pun menekankan bahwa penggelembungan itu terjadi tidak di tingkat tempat pemungutan suara atau TPS. Lebih lanjut ia meminta KPU dan Bawaslu untuk menindaklanjuti kecurigaannya.
PPP menjadi partai yang paling vokal karena posisinya yang sangat tipis di atas ambang batas dalam real count KPU per 5 Maret 2024. Mereka juga mengklaim bahwa terjadi keanehan pada jumlah suara yang mereka terima, termasuk suara PSI. Yakni ketika suara PPP turun, justru jumlah suara PSI naik.
Simak analisis terkini dan mendalam lainnya di analysis.netray.id. Untuk melakukan pemantauan terhadap isu yang sedang berkembang sesuai kebutuhan secara real time, Anda dapat berlangganan atau menggunakan percobaan gratis di netray.id.
Editor: Ananditya Paradhi