Puluhan ribu napi dibebaskan sejak awal April lalu. Pembebasan ini merupakan bagian dari kebijakan Kementerian Hukum dan HAM dalam program asimilasi dan integrasi sebagai bentuk pencegahan penyebaran virus corona (Covid-19) di wilayah lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan di Indonesia. Keputusan tersebut menimbulkan sejumlah polemik. Pasalnya, kondisi ekonomi yang terpuruk akibat wabah Covid-19 dinilai dapat membuka peluang maraknya kriminalitas di Indonesia. Sementara pembebasan napi justru menambah kekhawatiran masyarakat akan adanya peningkatan angka kriminalitas karena napi asimilasi atau residivis dimungkinkan dapat berulah lagi mengingat sulitnya kondisi saat ini.
Netray memantau perkembangan terkait topik kriminalitas dan kaitannya dengan pembebasan napi di media pemberitaan selama bulan April 2020. Bagaimana perkembangan angka kriminalitas di tengah pandemi Covid-19? Apakah kebijakan pembebasan napi mempengaruhi tingkat kriminalitas? Berikut pantauan Netray.
Selama periode 1-26 April ini setidaknya terdapat 1,9 ribu artikel dari 98 media berbeda yang menerbitkan berita terkait kriminalitas, pembebasan napi, serta ulah residivis dengan fokus pembahasan pada kategori Hukum dan Pemerintahan. Portal media yang paling banyak membahas topik ini adalah Tribun News, Kompas, dan Detik. Menkumham Yasonna Laoly, Kepolisian Republik Indonesia, dan Lembaga Pemasyarakat menjadi entitas yang paling banyak disoroti dalam topik ini. Sementara Top Location pembahasan topik ini berada di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Kriminalitas di Tengah Pandemi Covid-19
Pada awal April pemberitaan di media terkait topik kriminalitas cukup positif. Sejumlah daerah mengklaim angka kriminalitas mengalami penurunan selama pandemi Covid-19. Kombes Pol Asep Adi Saputra mengungkapkan bahwa penurunan yang signifikan terhadap angka kejahatan, pelanggaran dan juga gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat secara nasional (Kamtimbnas) tersebut sebanyak 11,03 %.
Social Distancing atau pembatasan jarak fisik yang merupakan upaya pencegahan Covid-19 juga dinilai sebagai salah satu penyebab angka kriminalitas menurun.
Meskipun demikian, sejumlah pengamat dan Polri mengingatkan agar masyarakat tetap waspada sebab pelemahan ekonomi saat pandemi dimungkinkan dapat meningkatkan angka kriminalitas di masyarakat.
Pencurian, Perampokan, Hingga Penjarahan Kebutuhan
Pada pertengahan April, sejumlah wilayah kembali mengklaim adanya kenaikan angka kriminalitas dengan kasus seputar pencuiran. Selain disebabkan oleh semakin banyaknya tempat-tempat yang sepi dan kurang pengawasan, pendapatan yang berkurang dapat memunculkan pelaku-pelaku kejahatan spontan karena desakan ekonomi.
Selain itu, kasus penjarahan dengan sasaran minimarket juga banyak diberitakan pada pertengahan April.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengungkap pergeseran modus operasi tindak pidana perampokan di tengah pandemi Covid-19. Kawanan perampok tidak lagi beraksi di rumah warga, tapi lebih memilih beraksi di minimarket yang sepi atau sudah tutup. Kini, para perampok mengincar minimarket atau toko yang menjual kebutuhan pokok sebagai target operasi.
Oleh karena itu, para pelaku usaha minimarket dihimbau untuk memasang kamera pemantau (CCTV) dan mengetatkan penjagaan melalui satpam toko.
Polemik Pembebasan Napi
Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM mengeluarkan kebijakan asimilasi dan integrasi kepada ribuan napi secara bertahap sejak akhir Maret lalu. Dengan adanya pengeluaran narapidana dan anak yang ada di dalam lapas dan rutan seluruh Indonesia, diharapkan dapat mencegah dan menanggulangi penyebaran virus corona. Namun, kebijakan tersebut menui sejumlah polemik. Salah satu yang menjadi poin kekhawatiran masyarakat adalah pasca narapidana tersebut bebas sebab tak ada jaminan bahwa mereka tak akan mengulangi tindak kejahatan lagi.
Polri mencatat angka kriminalitas selama pemberlakuan PSBB di sejumlah daerah, termasuk DKI Jakarta, meningkat hingga 11,8 persen. Kejahatan paling banyak yang terjadi adalah pencurian dengan pemberatan. Pembebasan sekitar 38.822 narapidana dan anak binaan melalui program asimilasi dan integrasi dinilai turut menimbulkan masalah. Kepolisian menyebut setidaknya 28 orang napi kembali melakukan kejahatan.
Namun, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly, membantah banyaknya kriminalitas yang terjadi di masyarakat saat ini merupakan ulah dari mantan narapidana asimilasi corona. Ia menilai, opini negatif masyarakat muncul karena banyaknya cerita kecemasan yang diproduksi seolah seluruh kejahatan terjadi karena napi asimilasi.
Sependapat dengan Yasonna, Trubus juga mengungkapkan bahwa kejahatan yang terjadi tidak bisa serta merta dikaitkan dengan program asimilasi mengingat jumlahnya yang tidak sampai 1 %. Oleh karena itu ia menilai asimilasi harus segera dilanjutkan untuk mengurangi daya tampung di dalam lapas.
Sementara anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto meminta Menkumham melakukan evaluasi kembali dan mereformasi kebijakannya agar lebih selektif mengingat beberapa kasus kriminalitas yang meresahkan masyarakt dilakukan oleh napi asimilasi.
Aksi Sejumlah Napi Eks Asimilasi
Dari pantauan Netray selama 1-26 April ditemukan 800 artikel terkait topik residivis dan napi asimilasi. Sejumlah narapidana yang dibebaskan karena mendapat program asimilasi dari Kemenkumham kembali ditangkap polisi. Pasalnya, setelah bebas dari penjara tersebut mereka bukannya jera, namun justru kembali berulah. Tindak pidana yang dilakukan eks napi setelah bebas dari penjara tersebut bervariasi, mulai dari penodongan, pencurian, hingga perampokan.
Sebaran Pesan Hoaks Aksi Penjarahan
Memanfaatkan kekhawatiran masyarakat terkait kemungkinan napi asimilasi berulah lagi di tengah pandemi Covid-19, sejumlah hoaks peristiwa kriminalitas seperti pencurian dan perampokan diberitakan masif beredar di media sosial dalam beberapa pekan terakhir.
Mengutip pemberitaan dari Tagar.Id, mulanya sebuah pesan berantai beredar melalui media sosial WhatsApp. Pesan itu ditujukan kepada perangkat desa baik RT maupun RW di DIY dan Jawa Tengah agar waspada terhadap napi yang dibebaskan dari lapas. Dalam pesan berantai itu, bertuliskan narapidana yang dibebaskan didominasi kasus pencurian sepeda motor (curanmor). Selain itu, pesan berantai yang menginformasikan aksi begal di wilayah Kecamatan Colomadu juga ramai beredar. Sebaran pesan aksi hoaks tersebut mengingatkan pada Kelompok Anarko yang sempat meresahkan masyarakat terkait skenario aksi penjarahan yang akan dilakukan pada peretengahan April lalu.
Sejumlah Langkah Kepolisian dan Pemerintah
Untuk meminimalisasi terjadinya kejahatan selama pandemi virus Covid-19, Polri terus melakukan pemantauan wilayah, membentuk tim-tim khusus seperti Tim Rajawali, melakukan patroli pada titik dan jam-jam yang dianggap rawan seperti sentra-sentra ekonomi, kawasan permukiman, dan daerah rawan kejahatan hingga menambah jumlah personil.
Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya juga telah membuka hotline bagi masyarakat yang ingin melaporkan aksi kriminalitas yang terjadi di sekitarnya.
Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo pun turut meminta seluruh warga memiliki satu kentungan di rumah dan bergantian menggelar ronda atau siskamling (sistem keamanan keliling) guna mengantisipasi kriminalitas di Solo. Hal itu dilakukan guna mencegah aksi kejahatan karena banyak mendapat laporan pencurian. Pencegahan lain untuk membuat warga waspada dengan kemungkinan terjadinya kriminalitas adalah penutupan portal di gang-gang utama di kawasan Kota Solo.
Demikian pantauan Netray terkait topik kriminalitas dan kaitannya dengan polemik pembebasan napi selama bulan April 2020. Meskipun kasus kriminalitas tak selalu dapat dikaitkan dengan napi asimilasi, setidaknya kebijakan pembebasan napi tersebut turut menjadi penyumbang dari ratusan kasus kriminalitas selama sebulan terakhir. Oleh karena itu, evaluasi dan sejumlah tindakan preventif guna menekan angka kriminalitas di masa pandemi Covid-19 harus terus dikedepankan.