Jika Menkes Terawan Agus Putranto adalah admin akun sh*tpost, mungkin dia sudah posting meme Roll Safe dengan caption “Bagaimana seseorang harus bertanggung jawab jika dia tidak melakukan apa-apa?”. Siapa yang bisa menyalahkannya jika sejak awal kemunculan pandemi COVID-19, Kementrian Kesehatan yang pimpin tidak pernah mendapat kontrol penuh untuk menanganinya.
Otoritas penuh justru sempat berada di tangan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019 yang dikepalai Letjen TNI Doni Monardo yang akhirnya dibubarkan. Sedangkan saat ini dilanjutkan oleh Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) dengan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai ketua.
Terawan bersama Kementerian Kesehatan bukannya tidak memiliki andil sama sekali di dalam dua lembaga ad hoc tersebut. Pada Gugus Tugas, Terawan menjadi salah satu Dewan Pembina sedangkan di KPCPEN ia merupakan anggota Komite bersama sejumlah menteri lainnya. Lantas mengapa ia sekarang menjadi sosok pejabat negara yang paling dicari ketika pandemi COVID-19 ini seperti belum akan mereda?
Netray Media Monitoring akan mencoba menjawab pertanyaan ini. Atau jika tidak tepat sasaran, setidaknya Netray hendak mencari tahu mengapa nama beliau menjadi trending topic di Twitter pada tanggal 29 September 2020. Bagaimana perspektif masyarakat daring Indonesia melihat figur Menkes Terawan untuk saat ini?
Wajah Terawan dalam Media Massa Daring
Pelacakan yang dilakukan oleh Netray pertama kali adalah dengan memantau pemberitaan media massa daring yang melibatkan nama Terawan Agus Putranto. Pemantauan dilakukan selama periode 2 minggu, atau sejak tanggal 15 September hingga 29 September. Hasilnya adalah semua hari dalam periode tersebut memiliki berita yang melibatkan nama Terawan.
Terlihat dari grafik di atas bahwa terdapat dua puncak pemberitaan, yakni di awal periode tanggal 15 September dan pada 29 September saat akhir pemantauan. Setelah ditelisik lebih dalam lagi, pemberitaan Terawan pada puncak pertama dipicu oleh kemunculan dirinya ke publik untuk menjelaskan sejumlah hal terkait penanganan wabah COVID-19.
Tapi apakah sekedar pernyataannya ini yang membuat nama Terawan ramai dibicarakan media massa? Hasil deduksi Netray, ternyata yang bersangkutan sudah lama tidak berbicara di depan wartawan dan tiba-tiba membuat penjelasan tentang kesiapan pemerintah menghadapi pandemi.
Absennya Terawan dalam waktu yang relatif lama, mau tak mau menjadi sorotan media massa. Meski ia tidak berada dalam puncak otoritas, bagaimanapun Kementerian Kesehatan adalah stakeholders paling bertanggung jawab atas kualitas kesehatan masyarakat. Terutama dalam situasi pandemi seperti sekarang ini.
Terawan juga dinilai kerap memunculkan pernyataan yang kontroversial setelahnya. Seperti pernyataannya terkait cadangan ahli kesehatan yang terkesan menafikan korban ahli yang sudah meninggal terlebih dahulu. Atau pernyataannya terkait definisi kematian karena COVID-19 yang dipertanyakan oleh Gubernur Khofifah.
Kembali lagi di sini Terawan tidak memegang kendali strategis. Pemerintah masih kerap membuat sejumlah kebijakan yang dinilai tidak tepat, dan kebetulan Terawan selalu berada di dalam kebijakan tersebut. Contohnya pemilihan Luhut Pandjaitan untuk menangani permasalahan pandemi alih-alih dirinya yang lebih berkompetensi.
Melihat anomali dalam penyelenggaraan pemerintahan semacam ini, wajar jika publik bertanya-tanya bagaimana sebenarnya posisi sosok yang seharusnya menjadi tanggung jawab terbesar selama pandemi, tetapi malah tampak incapable dan tak cukup efektif dalam merumuskan kebijakan. Dan akhirnya kerisauan publik ini coba difasilitasi oleh Najwa Shihab dengan mengundang Menteri Terawan ke acara bincang-bincang yang ia pandu.
Undangan inilah yang ternyata membuat puncak pemberitaan kembali muncul di akhir periode pemantauan. Menteri Terawan diketahui tidak berkenan datang ke acara tersebut, dan terkesan kembali menghindari sorotan publik. Sampai akhirnya muncul peristiwa “wawancara kursi kosong”.
Terawang Warganet Twitter atas Absennya Terawan
Apa yang bisa disimpulkan dari diagram di bawah ini? Hasil pemantauan Netray di sosial media Twitter dengan kata kunci terawan, najwa, dan #MataNajwaMenantiTerawan dipenuhi sentimen negatif. Meskipun data sentimen ini separuh kurang. Dalam artian tak menunjukan sentimen netral.
Pasalnya dari grafik persebaran cuitan yang juga menunjukan agregasi aktivitas warganet, terlihat jarak yang cukup lebar antara sentimen negatif dan positif. Begitu pula dengan total cuitan yang mencapai angka 74.662 kali, bandingkan dengan total sentimen negatif yang hanya berjumlah 29.383 aktivitas. Tak sampai setengahnya. Artinya sentimen netral justru mendominasi pembicaraan terkait kata kunci.
Hal ini juga diafirmasi melalui diagram Top Account yang menempatkan cuitan dari seorang dosen Jurusan Komunikasi Universitas Gadjah Mada bernama Wisnu Prasetya Utomo di posisi interaksi tertinggi. Ia menuliskan cuitan yang bernada netral yakni menyebut langkah wawancara kursi kosong Najwa Shihab sebagai momen terbaik jurnalistik Indonesia selama pandemi COVID-19.
Akun resmi acara Mata Najwa juga turut menyumbang sentimen netral dalam perbincangan. Meski ada pertaruhan untuk tetap bersikap kritis sembari menjaga netralitas sebagai jurnalis. Bagaimana menyikapi pernyataan ini adalah hak masing-masing individu.
Sentimen negatif baru mulai muncul pada akun ketiga tertinggi. @mazzini_gsp memiliki sejumlah cuitan dengan kata kunci yang terindeks dalam sentimen negatif. Baginya keputusan Terawan untuk tidak datang ke acara Mata Najwa hanya mendatangkan rasa malu baginya.
Khas warganet Twitter dalam menanggapi sebuah kontroversi muncul dalam pemantauan ini. Yakni menanggapi isu dengan nada kelakar. Mereka melempar sebuah parodi tentang ketidakhadiran Menteri Kesehatan Terawan atas undangan Najwa Shihab di acara Mata Najwa. Sejumlah akun yang muncul di Top Account melakukan hal ini.
Akun @faizaufi yang menempati posisi tertinggi kelima mengunggah gambar Najwa mewawancarai seleb Aldi Taher yang sempat viral karena aksi mengajinya. Begitu juga akun @fajar17 yang mengisi kursi kosong dengan sejumlah karakter ikonik/populer untuk menggantikan Terawan Putranto. Dan masih banyak lagi akun Twitter yang membuat lelucon dari diagram di atas.
Pertanyaan yang patut untuk diajukan setelahnya adalah bagaimana posisi buzzerRp (sebutan untuk buzzer yang dipekerjakan oleh pemerintah) menyikapi hal ini? Jawaban sederhananya adalah senyap. Mereka bukannya tidak bersuara sama sekali menghadapi situasi ini. Hanya saja suara tersebut terlalu lirih untuk akhirnya dapat menggema di antero jagat per-twitteran.
Seperti cuitan akun @Dennysiregar7 yang menyebut tindakan tim Mata Najwa menolak tawaran Dirjen Kemenkes untuk menggantikan Terawan sebagai hal yang memalukan. Bisa jadi masih banyak cuitan yang membela Terawan, tetapi tidak menyebutkannya secara terang-terangan.
Ketika analisis ini terbit, perbincangan warganet terkait absennya Terawan atas undangan masih berjalan. Namun, dari akumulasi data yang sudah didapatkan, dapat disimpulkan bahwa isu ini merupakan isu berskala nasional. Tercatat 748 ribu kali impresi yang dilakukan oleh warganet dan perbincangan ini menjangkau 144,6 juta akun Twitter.
Warganet selalu memiliki caranya tersendiri dalam merespon sebuah isu atau kontroversi ketika itu datang dari pemerintah. Pemberitaan yang masif di media massa kadang tidak memicu perbincangan, kecuali jika isu yang diangkat relatable bagi warganet. Di sini tugas figur seperti Najwa Shihab yang mampu menjadikan sebuah isu menjadi perkara publik yang luas.