HomeCurrent ReportMK Perbolehkan Kampanye di Lembaga Pendidikan, Serikat Guru Banyak yang Tak Setuju

MK Perbolehkan Kampanye di Lembaga Pendidikan, Serikat Guru Banyak yang Tak Setuju

Published on

Mahkamah Konstitusi memperbolehkan kampanye politik dilaksanakan pada fasilitas pemerintahan dan lembaga pendidikan. Seperti kampanye di sekolah dan perguruan tinggi. Persetujuan atas kampanye di lembaga pendidikan ini merupakan jawaban atas uji materi atas Undang-undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan oleh anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDIP, Ong Yenni. 

Gugatan diajukan terkhusus untuk Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu yang awalnya menyatakan, “Pelaksana, peserta dan tim kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat Pendidikan. Namun kemudian pada penjelasannya tertulis bahwa ketiga tempat tersebut boleh dijadikan kampanye asalkan tanpa atribut kampanye serta atas undangan dari pihak penanggung jawab tempat.

kampanye di lembaga pendidikan
Gambar 1. Undang-undang No. 7 tahun 2017

MK akhirnya memutuskan melarang sepenuhnya tempat ibadah sebagai tempat kampanye. Perubahan pasal itu kemudian menjadi berbunyi bahwa kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye Pemilu.

Atas keputusan tersebut, muncul respon dari berbagai pihak. Netray mencoba memantau dampak dari putusan MK ini melalui media pemberitaan daring. Dengan menggunakan kata kunci kampanye&&mahkamah konstitusi, mk&&sekolah, serta mk&&fasilitas pemerintah sepanjang periode 15 -23 Januari ditemukan 185 artikel dari 58 media membahas topik ini.

Gambar 2. Statistik pemberitaan media massa daring isu kampanye di lembaga pendidikan

Intensitas pemberitaan terlihat masih landai pada awal pemantauan (Gambar 3) yakni tanggal 15 Agustus 2023 bertepatan dengan hari-H putusan sidang dibacakan. Kemudian pembahasan topik kampanye di lembaga pendidikan memuncak pada tanggal 22 Agustus sebanyak 56 artikel muncul pada hari ini. Pada puncak pemberitaan berita didominasi soal tantangan BEM UI kepada para capres untuk mengadakan debat di kampus mereka. 

Gambar 3. Grafik peak time pemberitaan
Gambar 4. Jajaran portal populer

Media massa daring yang paling sering memberitakan terkait isu ini yakni portal Kompas dengan 31 artikel. Majalah Tempo menyusul di urutan kedua dengan  sejumlah 13 artikel, dan Detik sebanyak 12 artikel seperti yang dapat diamati pada Gambar 4.

Sepanjang periode pemantauan dapat dilihat pada jajaran kosakata populer bahwa kata pendidikan menjadi kata yang paling banyak dituliskan oleh media massa. Kata ini menjadi sorotan lebih banyak bila dibanding tempat kampanye lainnya yang disebut dalam UU yakni fasilitas pemerintah dan tempat ibadah. Ihwal ini terkait beberapa pihak yang kurang setuju akan terlaksananya kampanye di lembaga pendidikan seperti sekolah maupun kampus.

Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, menilai diperbolehkannya lembaga pendidikan sebagai tempat untuk sarana politik justru berbahaya bagi netralitas lembaga ini ke depannya. Persyaratan “tanpa atribut” dalam berkampanye di fasilitas pendidikan belum tentu menjamin hilangnya relasi kuasa dan uang. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 6 portal Indozone menuliskan soal berita ini.

Gambar 5. Kumpulan kata yang sering digunakan
Gambar 6. Sampel berita kata ‘pendidikan’

Tak hanya itu, KPAI pun turut menyesalkan putusan MK karena dinilai berpotensi memperluas potensi pelanggaran hak-hak konstitusional anak dalam masa kampanye pemilu 2024 nanti. Komisioner KPAI Sylvana Apituley pun menyadari betapa belum semua pihak memprioritaskan hak-hak Konstitusional anak yang seringkali tersembunyi di balik kepentingan dominan orang dewasa. Hal ini tampak dituliskan portal VOA Indonesia di bawah ini.

Gambar 7. Sampel berita kata ‘pendidikan’

Kemudian kata ibadah juga cukup mendominasi pemberitaan. Kata ini terkait dengan keputusan MK melarang sepenuhnya tempat ibadah untuk tempat kampanye. Hal ini dilakukan Mk dengan alasan berpotensi memicu emosi dan kontroversi serta merusak nilai-nilai agama. Ditambah lagi kondisi masyarakat yang mudah terprovokasi pada isu-isu yang berkaitan dengan politik identitas.

Keputusan MK ini kemudian mendapat apresiasi, salah satunya dari partai politik seperti PKS, Perindo, dan Golkar. Ketua DPP Partai Perindo Bidang Keagamaan Abdul Khaliq Ahmad menilai putusan ini merupakan bentuk penghormatan tempat ibadah agar netral dari segala kegiatan politik praktis. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera juga sepakat atas putusan ini. Namun, ia menyarankan agar pendidikan politik masih bisa dilakukan di tempat ibadah agar jemaah bisa lebih cerdas dalam memilih. Portal Fajar, VOI, dan Inews tampak menerbitkan berita ini.

Gambar 8. Sampel berita kata ‘ibadah’

Nama capres anies juga masuk dalam jajaran kosakata populer. Hal ini berkaitan dengan pemberitaan BEM UI yang meminta para capres Anies, Ganjar dan Prabowo untuk datang ke kampus perjuangan ini untuk mengadakan debat capres. Ketua BEM UI Melki Sedek Huang bahkan telah secara resmi memberi undangan kepada ketiga calon pemimpin bangsa ini untuk hadir di UI pada 14 September 2023. Ia ingin agar para mahasiswa bisa menguji gagasan dan akal pikiran ketiga capres tersebut. Informasi ini seperti yang ditampilkan oleh portal Liputan 6 dan Waspada.

Gambar 9. Sampel berita kata ‘anies’

Respons Warganet terkait Putusan MK Kampanye di Lembaga Pendidikan

Netray juga coba mengamati respons warganet akan putusan MK ini melalui media sosial Twitter dengan menggunakan kata kunci yang sama seperti di media massa daring. Terpantau sepanjang periode 17-23 Agustus bahwa perbincangan di Twitter tak terlalu masif. Hanya terdapat 692 cuitan dari 497 akun membahas topik ini. Intensitas perbincangan awal periode pemantauan masih sangat sedikit. Kemudian memuncak pada tanggal 21 dan 22 Agustus dengan masing-masing total cuitan sebanyak 295 twit dan 272 twit.

Gambar 10. Statistik perbincangan Twitter
Gambar 11. Grafik peak time perbincangan Twitter

Respon warganet begitu beragam. Ada yang setuju mendukung putusan MK ada pusla ya tak sepaham menghujat. Warganet yang tak setuju dengan MK turut menyumbang sentimen negatif selama perbincangan. Seperti yang dituliskan akun @sudjati ia menilai putusan ini bisa membuat era seperti kembali saat Orde Baru karena sulitnya menjaga netralitas dan mengamankan pelaksanaan kampanye pada fasilitas pendidikan.

Adapula yang mengkritik tajam keputusan MK, seperti yang dicuitkan akun @WismaKarya menganggap lembaga konstitusi ini makin mundur saja perkembangannya mengingat waktu kampanye akan menyita jatah belajar-mengajar. Akun @jadorecroffle yang mengaku sebagai mahasiswa, menyayangkan sikap MK ini karena sama saja mencampurkan pendidikan dengan politik.

Gambar 12. Opini warganet

Di sisi lain ada warganet melalui akun @nnfrra yang sudah tak heran lagi pada putusan MK tersebab ia merasa setiap momen ospek atau wisuda universitas sudah biasa disuguhi kampanye politik. Berbanding terbalik akun @Mas_Say_Fh malah menanggapi positif putusan ini. Baginya MK sudah berada di jalur yang benar untuk menjaga demokrasi. Sekolah dan kampus adalah tempat adu pemikiran. Kampanye di lembaga pendidikan menjadi sarana peserta pemilu untuk memberikan pendidikan politik yang cerdas.

Gambar 13. Opini warganet

Sedangkan putusan MK yang secara total melarang fasilitas ibadah sebagai tempat kampanye banyak mendapat dukungan warganet. Akun @Jeejee58000 menegaskan bahwa hal ini bisa menjauhkan fasilitas ibadah dari ambisi kelompok. Ungkapan persetujuan lainnya juga tampak terlontar dari akun @jpieterz seperti yang tertera pada gambar.

Gambar 14. Opini warganet

Bila dilihat berdasarkan akun yang sering mencuitkan isu ini. Akun berita dan partai politik tampak mendominasi perbincangan. Seperti terlihat pada gambar di bawah ini, akun berita @asusmsico menjadi yang paling banyak mendapat impresi sejumlah 3.165 kali. Terpaut jauh akun resmi PKB @voiceofpkb berada di urutan kedua memperoleh 250 kali impresi dan @detikcom mendapat 92 kali impresi.

Gambar 15. Jajaran akun populer
Gambar 16. Sampel twit akun terpopuler

Simak analisis terkini dan mendalam lainnya di analysis.netray.id. Untuk melakukan pemantauan terhadap isu yang sedang berkembang sesuai kebutuhan secara real time, Anda dapat berlangganan atau menggunakan percobaan gratis di netray.id.

Editor: Ananditya Paradhi

More like this

Kenaikan PPN 12% dan Gelombang Protes Warganet X: Bantuan Pemerintah Dianggap Tak Sebanding

Pemerintah akhirnya memutuskan untuk tetap menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada senin...

Tenggelam dalam Arus Sentimen Negatif, Gus Miftah Akhirnya Mundur

Miftah Maulana Habiburrahman atau yang biasa disebut Gus Miftah menjadi sorotan publik baru-baru ini...

Kebijakan Kenaikan PPN 12%, Gelombang Negatif Penuhi Linimasa X

Jelang akhir tahun 2024, kabar mengejutkan datang dari Menteri Perekonomian Sri Mulyani. Pajak Pertambahan...