Saat ini kita hidup di tengah hiruk pikuknya manusia silver, badut, dan pengamen jalanan yang menjadi hiasan khas lampu merah di kota-kota besar. Meski fenomena semacam ini sudah lama kita temui, namun akhir-akhir ini jumlahnya meningkat. Eksistensi manusia silver yang dahulu merupakan atribut para pencari donasi untuk disumbangkan, kini mengais untuk kehidupannya sendiri. Dan tak hanya para laki-laki dewasa, kini perempuan, bahkan anak-anak turut terjun meramaikan.
Tidak ada yang tahu pasti kapan dan di mana pertama kali manusia silver memulai eksistensinya. Namun, Tossa Rahmania dalam tulisannya yang berjudul ‘Presentasi Diri Pengamen Silver Man di Kota Bandung’, menyampaikan bahwa manusia silver awalnya muncul pada sekitar tahun 2012 di Kota Bandung, Jawa Barat. Dalam aktivitas ini manusia silver membalut sekujur tubuhnya dengan cat berwarna perak yang mengkilat sehingga menarik perhatian orang-orang yang berlalu lalang.
Awalnya, para manusia silver ini tergabung dalam ‘Komunitas Silver Peduli’. Tak heran apabila dahulu para manusia silver ini selalu membawa kotak kardus bertuliskan “Peduli Yatim Piatu” dan semacamnya untuk meminta belas kasih para pengendara di lampu merah. Namun belakangan ini, peran manusia silver mulai bergeser menjadi pengamen hingga peminta-minta untuk kepentingan pribadi. Bahkan, berdasarkan observasi dan wawancara langsung yang dilakukan Puspensos pada Juli 2021 dalam artikelnya disebutkan bahwa banyak dari para manusia silver yang ditemui di sekitar Yogyakarta sebelumnya merupakan pengamen jalanan dan mantan karyawan swasta yang terkena pengurangan karyawan atau PHK. Artinya, dampak PHK yang sejak 2020 lalu mengalami peningkatan turut berpengaruh dalam menyumbang manusia silver di jalanan kota-kota besar di Indonesia.
Lonjakan angka PHK pada 2020 bukan tanpa sebab. Hal ini merupakan imbas dari pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak awal 2020. Berdasarkan data tersebut, setidaknya ada 3,6 juta warga Indonesia yang kehilangan pekerjaan pada tahun 2020. Tak heran apabila angka pengangguran di Indonesia pun turut merangkak naik. Orang-orang mulai banting setir mencoba beragam cara untuk tetap dapat hidup. Salah satunya barangkali berlari ke manusia silver hingga badut jalanan yang kini nampak semrawut menghiasi wajah jalanan kota-kota di Indonesia.
Media Monitoring Netray mencoba memantau kata kunci terkait penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di media pemberitaan untuk melihat seberapa besar isu ini mengisi kabar Indonesia di tahun 2021. Hasilnya dapat diamati dari Gambar 2 di bawah. Terlihat bahwa topik manusia silver berada di urutan ketiga setelah pengemis gelandangan dan pengamen yang hingga saat ini masih menjadi masalah serius pemerintah dan bangsa Indonesia.
Kata kunci manusia silver sejak Januari hingga Oktober 2021 telah muncul dalam 678 artikel dari total 86 portal media yang terjaring Netray. Kata kunci tersebut tersebar dalam beberapa kategori pemberitaan. Yang paling mendominasi adalah Law (53%), Government (17,5%), hingga Health & Lifestyle (12,6%).
Manusia Silver dari Ranah Hukum
Pemberitaan topik manusia silver dari ranah hukum paling banyak menyumbang keseluruhan topik. Di antaranya ialah berisi sejumlah laporan razia atau penangkapan para PMKS yang di dalamnya termasuk manusia silver. Di tahun ini, Satpol Kota PP Semarang berhasil menertibkan 300 manusia silver. Sementara Komnas PA mencatat di wilayah Provinsi DKI Jakarta setidaknya ada 189 keluarga manusia silver dan di Kota Depok-Tangerang Selatan sebanyak 200 orang. Di Bekasi pun turut menyumbang 70 manusia silver. Jumlah ini belum termasuk manusia silver dari kota-kota lain di seluruh Indonesia namun sudah cukup memberikan gambaran betapa riuhnya dunia manusia silver sekarang ini.
Selain itu, dugaan eksploitasi anak juga menyelimuti polemik manusia silver ini. Seperti yang dilaporkan media pada September lalu terkait kasus bayi berusia 10 bulan yang dijadikan manusia silver untuk mengemis di Tangerang Selatan. Keresahan lain yang menyelimuti pemberitaan negatif manusia silver juga datang dari aksi pungli dan kriminalitas yang dilaporkan oleh sejumlah media.
Polemik Manusia Silver dalam Lingkup Pemerintahan
Di lingkup pemerintahan, permasalahan manusia silver juga turut dihambat oleh beberapa faktor. Salah satu yang paling banyak dilaporkan media adalah minimnya aksi solutif dari pemerintah untuk mencegah para manusia silver ini kembali ke jalanan. Berdasarkan sejumlah laporan media, Satpol PP yang melakukan penangkapan mengaku kewalahan karena belum adanya tempat sosial atau rumah singgah sehingga banyak dari mereka yang akhirnya kembali ke jalanan.
Meski demikian, pemerintah yang diwakili Dinas Sosial beberapa kali kerap menawarkan solusi pembinaan kepada para PMKS yang di dalamnya termasuk manusia silver ini. Pembinaan yang ditawarkan berupa pemberian pelatihan seperti menjahit, membengkel, merias, dan lain sebagainya yang bersifat praktis. Pemerintah juga menyampaikan akan memberikan modal peralatan terkait agar para manusia silver ini memiliki pekerjaan sehingga tidak kembali ke jalanan. Namun, berita penangkapan yang terus menghiasi media nampaknya memberikan sinyal bahwa upaya pemerintah ini masih belum maksimal sementara keberadaan manusia silver kian menjamur.
Di sisi lain, Sosiolog Universitas Indonesia, Daisy Indira Yasmine mengatakan bahwa kebijakan pemberian pelatihan tersebut cenderung mendikte dan belum tentu sesuai dengan kebutuhan mereka. Fenomena manusia silver dan pengamen jalanan merupakan muara atas sedikitnya 2 permasalahan. Pertama, merupakan bentuk seni pertunjukan jalanan alias street art performance perkotaan, fenomena khas perkotaan yang seharusnya direspons oleh pemerintah dengan menyediakan ruang-ruang publik. Kedua, seni ini menjadi alternatif bagi kalangan yang aksesnya terbatas pada lapangan kerja, khususnya kaum muda yang terhimpit atau terasing secara struktur. Mereka kesulitan mengakses pekerjaan karena sedari awal dinilai sudah miskin akses terhadap pendidikan formal.
Masalah Manusia Silver yang Mengintai dari Sisi Kesehatan
Tak hanya meresahkan, melakoni peran sebagai ‘manusia silver’ juga membahayakan dari kesehatan. Mereka harus menanggung risiko kesehatan tertentu karena racikan cat yang mereka lumurkan ke tubuh. Biasanya para manusia silver mengoplos cat silver dengan minyak goreng untuk memudahkan dalam pembersihan. Sabun cuci piring juga turut digunakan agar tubuh bersih dari minyak. Petugas Balai Melati Jakarta, dalam laman kemensos.go.id, pada Februari 2021, menuturkan efek buruk penggunaan cat tersebut dalam jangka panjang. Kandungan kimia dalam cat bisa meresap ke dalam kulit dan bersifat karsinogenik. Hal tersebut bisa memicu kanker dan iritasi kulit hebat. Namun, meski terdapat bahaya yang mengintai, para manusia silver nyatanya semakin hari kian bertambah. Barangkali selain karna tuntutan ekonomi, penghasilan yang didapatkan manusia silver ini tidak sedikit.
Mengutip Voice of Indonesia, dari pendataan yang dilakukan petugas yang menjaring manusia silver diketahui bahwa rata-rata pendapatan mereka bekerja selama 3 jam dari pukul 15.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB berkisar antara Rp80.000 sampai dengan Rp300.000.
Demikian pantauan Netray. Simak analisis lain di analysis.netray.id