Sabtu, 13 November lalu, ratusan driver ojek online atau ojol memenuhi restoran Mie Gacoan Kotabaru. Bukan hendak mengantre pesanan seperti biasanya, namun mereka sedang menunjukkan solidaritas sebagai sesama ojol untuk membela rekannya yang sebelumnya mendapat perlakuan tidak menyenangkan terkait pelayanan di resto tersebut. Tak hanya gaduh di titik lokasi, insiden ini juga ramai dibicarakan di jagat maya Twitter. Netizen beradu argumen, mencari tahu siapa yang salah dan pihak mana yang bermasalah. Nama gacoan pun sempat menduduki trending topik kala itu. Perbincangan kemudian meluas, tak hanya menyoroti permasalahan ojol antri diserobot-customer cancel-karyawan adu mulut dan serang ojol-serangan balik ojol ke gacoan, tapi juga banyak yang kemudian mengevaluasi permasalahan internal di tubuh gacoan yang menurutnya bisa diselesaikan sejak dahulu. Seperti apa pembahasannya? Berikut hasil analisis media monitoring Netray.
Menelusuri Kronologi
Netray melakukan pemantauan media pemberitaan daring untuk melihat sejumlah fakta terkait insiden ojol-gacoan tersebut, mulai dari kronologi hingga liputan terkini. Hasilnya, Netray menemukan 48 artikel dari 24 portal media yang terjaring Netray. Sebagian besar artikel didominasi oleh sentimen negatif, sementara kategori yang dominan dibahas adalah Law, berkaitan dengan keributan di resto Gacoan yang tengah menjadi sorotan media. Meski insiden tersebut terjadi pada Sabtu, 13 November, topik ini baru ramai dikulik media pada keesokan harinya. Hal ini terjadi lantaran penyebaran isu ini lebih masif di media sosial, khususnya Twitter.
Kejadian ini terjadi pada hari Sabtu dan dilaporkan pertama kali oleh akun @tanpakarena_ dengan melampirkan sebuah video keributan di depan resto Gacoan, terlihat sejumlah pelayan resto berhamburan keluar dengan emosional. Video ini kemudian dibagikan kembali oleh akun @merapi_uncover dan menarik perhatian publik.
Menurut kronologi yang disampaikan @BukuProgresif, bentrok ojol dengan pengelola Mie Gacoan terjadi Sabtu siang. Ada ojol yang protes karena di sela-sela antri panjang ia diserobot driver lain. Ditambah lagi, tiba-tiba orderannya dibatalkan. Menyela antrian itu kemudian membuat ojol marah. Selain itu, disebutkan pula ada insiden karyawan Mie Gacoan bertengkar dengan ojol karena diduga melempar orderan ke driver. Di Twitter topik ini langsung naik dan menjadi perbincangan publik.
Perbincangan paling ramai terjadi pada 14 November 2021 dengan total 16,7 ribu tweet dari total 11 ribu akun yang turut memberikan argumennya. Sentimen negatif mendominasi sebanyak 15 ribu tweet banding 5,7 ribu tweet positif. Terlihat akun @merapi_uncover, @arifnovianto, dan @BukuProgresif menjadi 3 akun paling vokal menyuarakan isu ini. Ketiganya memiliki ribuan pengikut sehingga penyebaran isu ini semakin masif dan tidak lagi hanya sekadar menjadi isu lokal. Akun @merapi_uncover dan @BukuProgresif aktif memberikan liputan terkini dari insiden bentrok tersebut. Termasuk penyelesaian kasus di kepolisian yang akhirnya menyebabkan pemecatan 6 karyawan Mie Gacoan dan masih dalam proses pelaporan ke polisi. Resto Mie Gacoan di Kotabaru yang menjadi titik lokasi bentrok juga ditutup sementara. Imbas dari penyelesaian kasus yang berujung pemecatan 6 karyawan tersebut lagi-lagi menuai perdebatan di kalangan warganet.
Akun @arifnovianto termasuk yang paling keras mengkritisi hal tersebut. Ia menilai bahwa kasus konflik ojol dengan Gacoan Jogja telah menunjukkan adanya ketidakadilan dalam 2 bentuk. Pertama, soal waktu kerja yang tak dibayar yang selama ini dialami ojol ketika menunggu antrean. Waktu tunggu bisa saja lebih dari satu jam, namum biaya antar tetap di kisaran 6,4-8 ribu. Kedua terkait kapasitas pekerjaan berlebih yang dialami buruh Gacoan sementara pembayaran tetap sebatas UMR Yogyakarta yang apabila dinominalkan kurang lebih 1,8 juta.
Dari apa yang disampaikan warganet ketika menanggapi insiden ini, potensi konflik pada kasus Gacoan sebenarnya sudah berlangsung sejak lama dan dari ke hari semakin membesar. Peristiwa yang terjadi kemarin hanya merupakan titik kulminasi konflik yang terpendam sejak lama. Antrean panjang di Mie Gacoan merupakan pemandangan yang jamak kita temui. Demikian pula dengan kasus memesan makanan secara online yang estimasi tunggunya jauh dari realita yang kita temui. Jadi, pembatalan pemesanan konsumen, kekesalan ojol, atau emosinya juru masak Gacoan sebenarnya bukanlah hal yang baru terjadi. Hal ini barangkali terjadi setiap harinya. Hanya saja kebetulan 3 hal tersebut dipertemukan bersamaan sehingga dampaknya begitu luar biasa.
Masih dari apa yang terangkum dari perbincangan warganet, persoalan tersebut tidak lantas bisa diselesaikan dengan memecat buruh Gacoan atau menyalahkan kemarahan ojol yang memicu kericuhan tersebut. Apalagi menyalahkan customer yang membatalkan pesanan sehingga memicu amarah ojol. Akar permasalahannya bukan di sana, melainkan pada sistem pelayananan di resto dan platform terkait seperti GoFood, GrabFood, ataupun ShopeeFood. Setidaknya dua hal ini yang selama ini bersarang di tubuh Gacoan atau resto lain yang memiliki isu ketidaksejahteraan buruh yang serupa.
Sistem Order dan Kesejahteraan Buruh di Mie Gacoan
Selama ini kita tahu bahwa hal yang menarik dari resto Mie Gacoan adalah karena mie pedas, pangsit gurih, atau jajanan lainnya yang tak hanya menggugah selera namun juga ramah di kantong. Sejak berdiri tahun 2016, Mie Gacoan telah memiliki sejumlah cabang di berbagai kota seperti Solo, Jogja, Surabaya, Malang, Jember, Bali dan beberapa kota lainnya. Kerap masuk dalam artikel kuliner, resto merakyat ini jadi destinasi favorit terutama mahasiswa untuk nongkrong, mengerjakan tugas, atau makan kenyang yang murah.
Namun, di balik harga yang murah tersebut ada waktu yang harus digadaikan. Jika tak beruntung, pengunjung harus rela menunggu antrean untuk dapat makan di tempat yang tak jarang juga penuh. Di sisi lain pesanan online dari platform seperti Gojek, Grab, dan Shopee tetap mengalir deras tanpa batas. Sementara kapasitas pekerja tentu saja tak bisa dipercepat kecuali menambah sumber daya manusia. Alhasil, pemandangan ojol antre makanan tak bisa dihindari. Di jam-jam mereka bahkan harus menunggu satu jam, lebih dari estimasi waktu yang tertera pada aplikasi. Tak heran pula apabila beberapa customer akhirnya membatalkan pesanan karena menunggu terlalu lama.
Di sini, warganet menggarisbawahi bahwa permasalahan tersebut sejatinya salah satunya berada di tubuh Gacoan. Pihak manajemen seharusnya memperhitungkan jumlah pemesanan yang bisa diterima berdasarkan kapasitas pekerja di sana. Sebab apabila overloud maka yang dirugikan tak hanya pekerjanya saja tetapi juga customer dan ojol yang mempertaruhkan waktu mereka. Solusi yang ditawarkan warganet lagi-lagi adalah meminta manajemen mengevaluasi hal tersebut, mulai dari membatasi pesanan sesuai kapasitas pekerja dan memperhatikan kesejahteraan buruh.
Sistem Pengupahan
Persoalan selanjutnya adalah menyangkut sistem pengupahan di platform Gojek, Grab, hingga Shopee Food. Pasalnya dalam sistem tersebut, upah yang diberikan kepada driver adalah tarif berdasarkan jarak perkilometer. Jarak yang dihitung pun berdasarkan titik lokasi customer dengan restoran, entah darimana driver itu berada. Selain itu, waktu yang terbuang untuk mengantre, yang dalam kasus Gacoan ini hingga lebih dari satu jam tidak dihitung. Selain melelahkan, antrean yang terlalu lama juga dapat menimbulkan adanya pembatalan order oleh customer yang tidak sabar menunggu. Barangkali ini yang menjadikan alasan beberapa driver merasa malas mendapat orderan di resto-resto semacam ini. Evaluasi terhadap sistem pengupahan pada akhirnya menjadi hal yang penting untuk dipikirkan agar kesejahteraan driver ojol tetap terjaga.