Keberadaan minuman beralkohol atau yang kerap disebut dengan minuman keras (miras), tak akan pernah diterima secara utuh oleh masyarakat Indonesia yang sebagian besar beragama Islam. Hal ini menimbulkan kontroversi ketika pemerintah berupaya membuat aturan investasi industri miras di beberapa wilayah. Aturan tersebut tertuang di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 yang selanjutanya akan disebut dengan Perpres Miras.
Minuman keras dinilai memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi sehingga pemerintah berniat untuk memanfaatkannya sebagai komoditas penyumbang pajak negara. Akan tetapi, rencana ini sepertinya tidak akan terwujud. Butuh justifikasi yang lebih kuat lagi daripada sekadar prospek ekonomi untuk mengembangkan industri minuman beralkohol di Indonesia.
Sebelum mengawang lebih jauh lagi, Netray Media Monitoring telah memeriksa perbincangan warganet Twitter terkait topik Perpres Miras. Tujuan pemantauan ini adalah untuk mendapat gambaran yang lebih jelas bagaimana berjalannya perdebatan dan diskursus publik, serta mereka-reka prospek masa depan atas keberadaan minuman beralkohol di tengah masyarakat. Simak pembahasannya di bawah ini.
Perbincangan Perpres Miras, Siapa Paling Ramai?
Netray memantau topik perbincangan ini menggunakan kata kunci perpres, miras, dan kearifan lokal. Ketiga kata dan frasa ini sempat menjadi buzzwords di media sosial Twitter. Selain itu, Netray juga menarik cuitan yang mencantumkan tagar #batalkanperpresmiras dan #tolakinvestasimiras. Kedua tagar ini memang sedang trending saat dilaksanakan pemantauan. Periode pemantauan dilakukan pada tanggal 24 Februari hingga 2 Maret 2021.
Hasilnya adalah 43.467 cuitan telah diunggah oleh warganet Twitter dalam yang lebih singkat dari periode pemantauan. Alasannya adalah pada tanggal 24 dan 25 Februari, tidak ditemukan cuitan yang berhubungan dengan topik pemantauan. Wacana Perpres Miras baru naik pada tanggal 26 Februari. Itu pun pada sore hari menjelang petang setelah Hidayat Nur Wahid mengunggah cuitan yang meminta Presiden Joko Widodo mencabut Perpres tersebut.
Setelah cuitan ini gelombang perbincangan dari masyarakat mulai terbentuk. Dengan puncak keramaian terjadi pada hari Selasa lalu tanggal 2 Maret 2021. Total 28.443 cuitan muncul pada hari itu, yang artinya hampir separuh lebih volume perbincangan di sosial media Twitter. Siapa saja yang meramaikan perbincangan Perpres Miras pada tanggal tersebut? Berikut merupakan social network analysis yang berhasil dihimpun oleh Netray.
Dari grafik di atas terlihat bahwa cuitan milik Hidayat Nur Wahid masih ramai mendapat retweet dari warganet. Ia bersama @KING__Vaduka, @Buya_Albahjah, dan @ustadtengkuzul memiliki kedekatan perspektif karena mencuitkan pikiran mereka dengan sentimen netral. Sedangkan akun @malakmalakmal, @kanseulir, dan @Hilmi28 memiliki cara pandang yang berbeda, yakni dengan memberi sentimen negatif.
Perspektif lainnya datang dari akun @PKSejahtera dan beberapa akun lainnya yang memberi sentimen positif. Akan tetapi, jika dilihat secara utuh, ke semua akun di atas berada dalam jejaring yang sama. Audiens mereka saling silang dalam skema mention.
Meskipun cuitan dari Hidayat Nur Wahid mendapat reaksi paling banyak dari warganet, hal ini tak mampu mendorong sentimen netral menguasai perbincangan, Karena sentimen negatif jauh lebih sering ditampilkan oleh warganet sebagai bentuk ketidakcocokan mereka terhadap rencana Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres Miras.
Dari pemantauan Netray, setidaknya terdapat 22.023 cuitan dengan sentimen negatif. Sedangkan cuitan warganet di linimassa yang memiliki sentimen positif hanya 6.052 buah saja. Tentu saja perbedaan ini terlihat sangat mencolok dan hanya dijembatani oleh cuitan bernada netral sejumlah 14.589 unggahan.
Adakah Pro dan Kontra dalam Perpres Miras?
Arus utama perbincangan Perpres Miras di sosial media tentu saja dikuasai oleh suara penolakan. Dengan Partai Keadilan Sejahtera yang memimpin wacana tersebut melalui upaya menaikkan tagar #tolakinvestasimiras. Ormas Islam lain, seperti NU dan Muhammadiyah pun ikut menyuarakan penolakan ini sehingga hampir tidak ada perdebatan jika mengikuti arus utama.
Satu-satunya akun dalam daftar Top Account yang kontra dengan wacana ini hanyalah milik pegiat sosial media Denny Siregar di @Dennysiregar7. Baginya Perpres Miras tidak dipahami oleh publik dengan baik. Aturan investasi bukanlah untuk melegalkan minuman beralkohol di Indonesia karena pada dasarnya kegiatan produksi dan jual beli miras sudah legal bahkan sebelum Perpres ini ada.
Jika apa yang dikatakan Denny Siregar ini benar adanya, seharusnya muncul kelompok yang kontra dengan arus utama. Akan tetapi hal ini tidak terjadi seperti dalam perdebatan di sosial media pada umumnya. Tak muncul tagar tandingan yang biasanya menjadi corak utama sebuah polemik berkembang di Twitter.
Salah satu buzzer pemerintah, yakni @MurtadhaOne1 sempat membuat serangkaian cuitan yang intinya membela kebijakan ini dengan menyampaikan fakta berbeda. Mengutip cuitan tersebut bahwa Perpres Miras justru sudah ada dari zaman kepemimpinan Presiden SBY. Apa yang dilakukan oleh Joko Widodo justru hanya mengatur dan membatasi investasi produksi miras. Bukan untuk melegalisasi miras seperti yang disangka arus utama.
Terlepas dari perdebatan di sosial media seperti yang telah dirangkum Netray Media Monitoring, Presiden Joko Widodo sendiri tidak melanjutkan Perpres ini. Diakui atau tidak, industri minuman beralkohol di Indonesia memang sudah berjalan dan sejumlah daerah bahkan menikmati pendapatan dari komoditas ini. Seperti DKI Jakarta yang memiliki saham di perusahaan produsen bir. Apakah situasi akan berubah di kemudian hari? Tunggu pemantauan dan analisis Netray yang akan datang.