Praktik keberagaman di Indonesia sepertinya masih akan terus mengalami pengujian. Membangun satu identitas dari kemajemukan merupakan tantangan tersendiri dalam bentuk eksklusivitas hingga pewajaran. Hal ini yang mendorong Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas untuk membuat anjuran yang cukup kontroversial, yakni dengan menyertakan doa semua agama resmi di Indonesia dalam setiap kegiatan Kementerian Agama.
Secara lebih detail lagi, Menteri Yaqut meminta jajarannya untuk tidak hanya membacakan ayat suci Al-Quran saja. Menurut pandangannya, Kementerian Agama terkesan seperti ormas Islam yang sedang ingin mengadakan rapat. Padahal kementerian ini tidak hanya membahas urusan agama Islam saja.
Melalui pernyataan ini, sepertinya Menteri Yaqut siap untuk tidak populer. Tidak sampai sehari pernyataan tersebut beredar di publik, sudah muncul komentar dari internal kepemerintahan. Ketua Komisi VIII DPR RI, Yandri Susanto merasa bahwa prosedur pembacaan doa di Kementerian Agama untuk saat ini sudah cukup toleran. Meskipun yang dibaca ayat Al-Quran, pemimpin doa biasanya menyampaikan kepada seluruh audiens untuk berdoa dengan keyakinan masing-masing.
Melihat langkah yang berani dari Menteri Yaqut Cholil, Netray Media Monitoring ingin mencari tahu bagaimana media massa mempersepsikan pandangan tersebut di muka publik. Menggunakan fitur news monitoring, Netray memantau pemberitaan media massa untuk menggali tendensi sudut pandang yang digunakan media kala memberitakan topik tersebut. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi persepsi publik terhadap Kementerian Agama hingga sosok Menteri Yaqut Cholil Qoumas sendiri.
Adu Pendapat atas Kontroversi Doa Semua Agama Menteri Yaqut
Sebagai pembuka analisis, Netray mensinyalir bahwa media massa tidak begitu menganggap wacana ini sebagai prioritas pemberitaan. Terlihat dari frekuensi kemunculan berita selama periode 5 April hingga 10 April 2021, hanya terbit 84 laporan yang mengandung kata kunci doa dan semua agama. Ditambah lagi cuma ada 36 media massa daring yang tertarik untuk mengangkat wacana ini.
Akan tetapi, dari sudut pandang subjek isu, yakni Menteri Yaqut dan kementeriannya, minimnya ekspose justru dinilai bagus. Alasannya tentu wacana lebih mudah dikontrol dan tidak melebar ke ranah-ranah yang tidak diinginkan. Hanya saja tetap muncul pro dan kontra karena seperti yang sudah disebutkan, anjuran ini adalah kontroversi beresiko yang berani diambil oleh Menteri Yaqut Cholil.
Salah satu kontroversi dan risiko yang paling menonjol berupa komentar hingga kritik. Melalui asas keberimbangan, media juga wajib menampilkan pendapat dari mereka yang kontra dengan anjuran tersebut. Bagaimana media menyajikan pendapat kontra tersebut bisa sangat mempengaruhi persepsi publik yang berwujud sentimen negatif. Tetapi sebelum menjabarkan berita dengan sentimen negatif, terlebih dahulu perlu ditelisik sisi berita yang berpihak pada subjek atau bersentimen positif.
Pada saat berita ini muncul untuk pertama kali, media memberi apresiasi atas anjuran Menteri Yaqut sebagai sebuah otokritik. Otokritik memang bukan hal yang baru di lingkungan pemerintah. Hanya saja butuh keberanian dan siap untuk tidak populer jika muncul gelombang penolakan yang sangat keras. Figur politisi yang kerap melakukan otokritik contohnya Basuki Purnama atau Ahok. Hasilnya tentu pembaca tahu sendiri.
Perspektif positif selanjutnya berupa pernyataan dukungan dari sejumlah elemen masyarakat terhadap sikap Menteri Yaqut. Paling awal datang dari Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) yang mengapresiasi ide Menteri Yaqut dan meminta semua pihak memikirkan dengan baik-baik usul tersebut. Disusul dengan pendapat dari politisi Partai Solidaritas Indonesia Guntur Romli yang menilai gagasan doa semua agama itu masuk akal.
Pendapat serupa juga disampaikan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Barat sekaligus memberi catatan agar secara proporsional memberi ruang terhadap doa agama minoritas. Sedangkan dari sisi aktivis media sosial, Denny Siregar menganggap apa yang disampaikan Menteri Yaqut itu keren lewat cuitannya. Yaqut dinilai mengembalikan fungsi Kementerian Agama yang secara proporsional melayani semua agama.
Staf Ahli Kementerian Komunikasi dan Informatika, Henry Subiakto juga memuji usulan Menteri Yaqut. Ia menilai bahwa sosok Yaqut Cholil memiliki nilai lebih dari sekadar toleransi. Dan terakhir datang dari Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan Ali Mochtar Ngabalin yang mendukung dengan cara mengkritik pendapat kontra. Perspektif semacam ini sebenarnya cenderung negatif terhadap topik pemberitaan.
Lantas bagaimana pendapat kontra seperti yang disebutkan sebelumnya, Netray menemukan sejumlah kritik yang dialamatkan pada usulan Menteri Yaqut. Pertama kali datang dari Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas yang menganggap Menteri Yaqut hilang akal. Selanjutnya datang dari Anggota Komisi Agama DPR RI Bukhori Yusuf. Ia mempertanyakan apakah ada yang salah jika komunitas keagamaan yang majemuk, pemeluk agama mayoritas yang memimpin doa.
Tanggapan paling ekstrim datang dari pentolan PA 212 Novel Bamukmin yang meminta Menteri Yaqut mundur dari jabatannya karena dinilai memecah belah umat. Terakhir datang dari pengamat politik Adi Prayitno yang memandang bahwa Menteri Yaqut gagal bertransformasi dari Ketua Ormas. Anjuran doa semua agama menunjukan kapasitas pribadi sang menteri.
Menjadi sumber kontroversi mendorong nama Yaqut Cholil Qoumas ke ranah publik yang lebih luas lagi. Anjuran menggunakan doa semua agama saat rapat Kementerian Agama didukung dan ditentang sejumlah pihak. Perspektif media massa kala memberitakan isu ini berpengaruh terhadap sosok Menteri Yaqut. Pengaruh tersebut berupa persepsi masyarakat terhadap kualitas dirinya, yang mungkin akan bermanfaat di kemudian hari.