Apa yang ada di kepalamu ketika mendengar kata thrifting? Berburu barang bekas layak pakai? Penghematan budget belanja? Tren baru dalam mendukung gerakan sustainable fashion atau fesyen berkelanjutan yang mengedepankan nilai-nilai lingkungan dan kemanusiaan? Mungkin satu dari sekian pola pikir yang terbentuk tentang thrifting tersebut ada di kepalamu. Tidak ada yang salah memang, sebab masing-masing saling berkaitan. Namun, tren thrifting yang sedang populer dan digandrungi kaum muda ini mulai menimbulkan sejumlah keresahan.
Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu di jagat maya Twitter ketika warganet ramai membahas pricing atau penetapan harga yang dinilai ‘terlalu mahal’ untuk ukuran barang-barang bekas atau thrift yang kemudian menciptakan diskusi menarik selama seminggu terakhir. Pertanyaan seputar esensi hingga definisi dan target pasar yang semakin kabur pun menjadi ajang perenungan, baik untuk para pemburu thrift hingga pengusaha thrift shop. Seperti apa keramaian warganet membahas dunia thrifting dan merespon fenomena thrift shop yang memberikan harga tinggi? Simak hasil pantauan Netray berikut.
Membaca Arah Pembahasan Soal Thrifting di Twitter
Perbincangan soal thrifting mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada 18-19 November 2020 mencapai 2-4 ribu twit per hari. Selama periode ini pembahasan soal thrifting juga meningkat berada di atas angka 500 per hari. Seperti yang sudah disinggung di awal, 4 ribu akun Twitter pada periode tersebut ramai membahas fenomena thrift shop mahal. Berikut Kosakata Populer yang kerap muncul dalam pembahasan topik disertai Top Account yang paling banyak mendapat impresi dalam pembahasan.
Selain menyoroti penetapan harga di thrift shop yang dinilai mahal, warganet juga membahas thrifting secara umum dan kaitannya dengan konsep vintage. Meskipun thrifting dapat mencakup semua barang bekas layak pakai, namun di sini warganet hanya berfokus pada thrifting pakaian. Kata konsep, definisi, dan istilah juga banyak muncul dalam perbincangan topik ini mengingat ranah inilah yang paling banyak disinggung setelah masalah harga.
Akun @buruhbutuhdisko menjadi akun yang paling banyak mendapat impresi terkait isu ini. Ia menyuarakan soal fenomena pengusaha thrift shop yang tidak sesuai dengan pola pikirnya tentang thrift shop. Demikian pula dengan @angewwie yang juga terpantau paling banyak bersuara soal isu ini. Akun ini pulalah yang memancing diskusi soal thrift shop mengingat cuitannya yang paling awal. Sementara @Amaaisan justru membagikan cerita soal thrifting yang dikaitkan dengan cerita mistis agar warganet pemburu barang thrift lebih berhati-hati seperti berikut.
Soal Pricing Mahal pada Thrift Shop
Diskusi soal thrifting yang ramai di Twitter selama seminggu terakhir mulanya dipicu oleh kekesalan warganet terhadap fenomena mahalnya harga pakaian di sejumlah toko thrift shop. Cuitan @angewwie soal thrift shop mahal pada 16 November 2020 kemudian menarik perhatian warga Twitter dan ramai dibahas pada periode 18-20 November 2020.
Beragam respon mengisi diskusi di kolom cuitan akun tersebut. Ada warganet yang tidak masalah dengan patokan harga yang dianggap mahal tersebut karena pertimbangan sejumlah biaya penanganan dan pengemasan barang. Pun demikian banyak warganet yang kesal dengan fenomena harga mahal yang dipatok thrift shop seperti berikut.
Menurut @buruhbutuhdisco memborong barang dari distributor kelas bawah dengan harga murah untuk kemudian dijual kembali dengan harga mahal adalah berbahaya dan tidak sopan. Warganet juga mengaku kian malas membeli barang di toko berlabel thrift karena harganya yang tidak wajar bahkan kadangkala melebihi harga baju baru.
Definisi, Konsep dan Esensi Hemat Thrift Shop Dipertanyakan
Diskusi seputar fenomena thrift shop mahal kemudian meluas pada pembahasan soal definisi, konsep, dan segementasi pasar thrift shop itu sendiri. Definisi thrift yang merujuk pada arti penghematan dalam bahasa Indonesia dipertanyakan kembali. Dengan demikian, barang bekas layak pakai yang dijual dengan harga mahal akhirnya menyimpang dari definisi soal penghematan tersebut. Merespon hal ini, warganet juga mengajukan saran agar pelabelan thrift pada barang yang dijual ini lebih diperhatikan lagi agar tidak semena-mena dan menghilangkan esensi hemat dari thrift itu sendiri.
Soal segmentasi pasar yang sempat diperdebatkan juga dibahas oleh warganet. Jawaban pamungkas semacam “barang mahal menarget pada pasar mahal” atau “jika tidak bisa membeli artinya kamu bukan target pasarnya” yang dilontarkan oleh sejumlah pengusaha barang thrift ‘mahal’ yang berlindung pada ranah segmentasi pasar didebat oleh warganet. Pernyataan tersebut dinilai keliru dan merusak konsep thrift shop sehingga muncul saran untuk menghilangkan label thrift pada toko mereka.
Segmentasi Pasar: Thrift Shop atau Vintage Shop?
Pembahasan soal thrift shop turut pula menyeret konsep vintage shop. Menanggapi fenomena thrift shop mahal yang bersembunyi pada alasan segmentasi pasar warganet pun mencoba beropini soal perbedaan antara thrift shop dengan vintage shop.
Barang vintage yang memang memiliki nilai jual tinggi tidak bisa disamaratakan dengan barang thrift. Meskipun keduanya tergolong barang bekas, namun nilai atau value yang dimiliki berbeda. Menurut @tubirfess, suatu barang dikategorikan vintage apabila bisa bertahan dan membentuk sub kulturnya sendiri serta memiliki penggemar.
Beragam Istilah Thrift Shop dan Pemaknaan dari Waktu ke Waktu
Menanggapi topik seputar thrifting yang sedang ramai, sejumlah warganet kemudian mengingat beragam istilah yang memiliki konsep serupa dengan thrift shop, seperti garage sale, awul-awul, penggalangan dana, hingga sustainable fashion.
Aktivitas berburu barang bekas layak pakai dengan harga murah sudah lebih dulu dikenal oleh warganet dengan istilah awul-awul dengan harga sekitar 50 ribuan. Sementara ada yang mengenal aktivitas semacam ini dengan garage sale. Namun, berbeda dari era thrifting, aktivitas penjualan barang bekas garage sale dahulu dilakukan oleh kepanitian untuk mencari uang demi menyukseskan kegiatan.
Selain itu ada pula tujuan menjual barang bekas untuk penggalangan dana atau amal. Tujuan ini sesuai dengan makna thrift shop dalam bahasa Inggris yag berarti toko yang menjual barang-barang bekas, khususnya pakaian layak pakai dengan tujuan penggalan dana seperti yang dicuitkan @fauzanalrasyid. Ia juga menyinggung soal istilah barang bekas, preloved atau thrift yang memiliki citra berbeda. Istilah barang bekas lebih memiliki kesan tidak mampu, sementara preloved atau thrifting lebih mempunyai citra baik seperti kekinian, cinta lingkungan dan peduli sesama padahal ketiganya mengacu pada objek yang sama.
Thrifting Sebagai Upaya Penghematan atau Prestige?
Thrifting sebagai upaya penyelamatan lingkungan kian populer di tengah kampanye ramah lingkungan yang marak digalakkan. Secara perlahan, upaya penyelamatan lingkungan yang memiliki prestige atau citra keren tersebut perlahan-lahan mengaburkan konsep thrift sebagai upaya penghematan. Oleh karena itu, tidak jarang ditemui sejumlah toko thrift yang menjual barang bekasnya dengan harga tinggi dan dimaklumi karena mengusung tema sustainable fashion.
Hal positif dari tren thrifting yang kian populer adalah meningkatnya kesadaran masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan melalui sustainable fashion. Sementara hal buruk yang dikhawatirkan adalah target pasar barang thrift yang naik ke level kelas menengah atas setelah marak thrift shop mahal yang berlindung di balik segmentasi pasar. Demikian pantauan Netray, semoga menjadi perenungan.