23 tahun yang lalu, bangsa Indonesia mengalami gejolak yang kemudian dikenal dengan istilah reformasi. Reformasi menuntut perubahan dalam segala bidang kepemerintahan yang kemudian disebut sebagai agenda reformasi. Salah satu agenda reformasi adalah menciptakan lembaga independen untuk memberantas korupsi. Akhirnya berdiri lembaga bertitel Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) pada tanggal 29 Desember 2003.
Sebagai bagian dari negara, keberadaan KPK tidak bisa dipandang mengawang-awang dalam tataran ideal. Kekuatan politik sedikit banyak memiliki pengaruh dalam kinerja KPK. Terutama kala berhadapan dengan kepentingan para koruptor yang tak jarang memiliki kapasitas tertentu dalam mempengaruhi kebijakan. Situasi tersebut sepertinya sedang menjangkiti KPK saat ini. Sejumlah aturan baru disinyalir justru menjadi upaya pelemahan KPK.
Publik terkesiap ketika sejumlah anggota KPK dibebastugaskan sebagai imbas dari aturan baru tersebut. Padahal beberapa penyidik KPK ini dinilai memiliki rekam jejak yang cukup mentereng dalam aksi memberantas korupsi. Salah satu nama besar yang menghilang adalah Novel Baswedan. Aturan baru menambahkan tes wawasan kebangsaan yang merintangi niat mereka untuk terus mengemban tugas ini.
Dari pantauan Netray Media Monitoring, sejumlah fakta terkait reaksi warganet kala menanggapi isu ini dapat ditemukan. Pemantauan sendiri dilakukan dengan berfokus pada tiga sub topik yang direfleksikan dalam penggunaan kata kunci. Sub topik tersebut antara lain pemecatan anggota KPK, Novel Baswedan, dan tes wawasan kebangsaan. Simak pemaparannya di bawah ini.
Laporan Statistika Pemantauan Wacana Upaya Pelemahan KPK
Pemantauan untuk topik perbincangan ini dilakukan selama periode 30 April 2021 hingga 5 Mei 2021. Netray menemukan setidaknya 33.374 kicauan dengan volume perbincangan terkonsentrasi pada tanggal 4 dan 5 Mei. Respons warganet atas total volume perbincangan ini sebanyak 53,4 juta kali interaksi dalam bentuk reply, retweet, dan favorites. Sedangkan impresi perbincangan secara potensial dapat menyentuh 106 juta akun Twitter.
Intensitas perbincangan yang cukup tinggi ini diwarnai oleh ketimpangan sentimen dari warganet. Sebanyak 19.033 kicauan ternyata ditulis dengan sentimen negatif. Padahal dari pemantauan Netray hanya ada 3.291 kicauan yang memiliki sentimen positif. Pada bab selanjutnya akan dijelaskan bagaimana perspektif negatif tersebut menguasai perbincangan di linimasa Twitter.
Netray juga berhasil mengumpulkan sejumlah akun yang kicauannya mendapat impresi tertinggi. Akun @febridiansyah, milik seorang pegiat anti korupsi, menempati posisi paling populer dengan mengumpulkan impresi sebesar 22.040 kali dari warganet. Disusul akun pegiat sosial media @Dennysiregar7 yang mendapat respons dari warganet sebanyak 14.209 kali. Politisi yang aktif di media sosial @Ferdinandhaean3 berada di posisi ketiga dengan mengumpulkan 13.608 kali interaksi. Untuk daftar yang lebih lengkap dapat disimak melalui diagram di bawah ini.
Membedah Perbincangan Pro Kontra Pemecatan Anggota KPK
Bab pembahasan ini memang menggunakan judul pro dan kontra meskipun dijelaskan sebelumnya bahwa sentimen negatif menguasai perbincangan. Alasannya tentu sentimen negatif tidak mewakili satu corak gagasan. Terdapat perdebatan-perdebatan di ranah publik yang kerap mengerucut pada argumentasi untuk menjatuhkan opini lawan.
Melalui pemantauan kicauan dari Top Accounts, dapat dilihat bagaimana perdebatan ini hadir di hadapan publik. Febri Diansyah melalui @febridiansyah, berpendapat bahwa yang seharusnya dinilai tak memiliki wawasan kebangsaan adalah para koruptor. Bukan para anggota KPK yang selama ini melawan koruptor. Mereka mencuri, menghisap, dan mengeksploitasi hak rakyat. Ada logika yang salah dari kebijakan pemerintah yang menjurus pada proses pelemahan KPK. Kicauan yang bercorak kritik ini tentu terindeks sebagai sentimen negatif.
Pandangan berbeda muncul dari akun yang selama ini mendukung laku pemerintah. @Dennysiregar7 menggunakan kesempatan ini guna menyerang sosok Novel Baswedan, alih-alih mengapresiasi kebijakan tes wawasan nusantara secara penuh. Pertama ia menyampaikan informasi yang belum tervalidasi yakni pertanyaan tes wawasan yang meminta anggota KPK berpendapat soal sosok Rizieq Shihab. Informasi yang didapat Denny menyebutkan banyak anggota KPK yang mendukung sosok tersebut.
Framing bahwa anggota KPK terafiliasi dalam golongan tertentu sengaja Denny tunjukkan sebagai justifikasi bahwa pemecatan anggota KPK ini sudah benar adanya. Tak terkecuali harus menimpa tokoh populer, seperti Novel Baswedan. Dengan sudut pandang seperti ini, sebagian kicauan Denny bersentimen negatif.
Apa yang dilakukan Denny diamplifikasi oleh kicauan dari Ferdinand Hutahaean. Setelah kicauan paling populernya menunjuk langsung ke sosok Novel, ia menggolongkan bahwa mereka yang menolak pemecatan sebagai golongan kadrun. Novel bahkan dicap sebagai pro radikalisme. Dibuktikan dengan ia tak lolos tes wawasan kebangsaan.
Perubahan status anggota KPK menjadi aparatur sipil negara menjadi justifikasi diadakannya tes ini. Ferdinand berpendapat bahwa negara tidak boleh dikelola oleh kaum tak berwawasan kebangsaan, tak cinta NKR, dan tidak menerima Pancasila sebagai ideologi tunggal. Semangat nasionalisme tiba-tiba menjadi hal yang penting dalam upaya memberantas korupsi.
Sudah terlihat corak kicauan dari akun top three dalam perbincangan ini. Sementara ini dua akun mendukung pemecatan anggota KPK dan satu akun menolak kebijakan tersebut. Netray menemukan akun terpopuler keempat, yakni milik editor media Tempo Budi Setyarso di @BudiSetyarso, juga mengkritisi kebijakan pemecatan tersebut melalui instrumen tes wawasan kebangsaan.
Sejumlah alasan Budi bahwa upaya ini hanya pelemahan KPK adalah pertama, sebagian besar anggota yang diberhentikan adalah mereka yang menangani kasus korupsi kelas kakap seperti e-KTP, simulator SIM, ekspor benur, dan juga bansos pandemi Covid-19. Budi menyebut kasus ini sebagai “Endgame” yang juga menjadi tema cover laporan Tempo terbaru. Gambar cover tersebut menjadi media paling populer di Twitter.
Budi juga menyangkal apabila tes wawasan nusantara ini adalah upaya pembersihan anasir kadrun dari dalam tubuh KPK. Kenyataannya justru tidak sedikit dari mereka yang tidak lolos tes adalah non-muslim. Akan tetapi, mereka memiliki kesamaan yakni integritas menurut pandangan pribadinya.
Adu argumen yang secara eksplisit dan implisit melemahkan sudut pandang lawan membuat perbincangan ini dikuasai sentimen negatif. Tak menutup kemungkinan juga didorong oleh kritik terhadap kebijakan. Publik mungkin masih bisa menilai pandangan mana yang memang jujur memperjuangkan kredibilitas KPK. Akan tetapi, bias di media sosial, seperti linimasa Twitter kerap mengaburkan hal ini. Dan semoga agenda pemberantasan korupsi di Indonesia masih terus menyala seperti yang dicita-citakan dalam aksi reformasi dulu.