Sinetron “Suara Hati Istri” sedang menjadi buah bibir bagi masyarakat Indonesia dewasa ini. Sinetron yang tayang di stasiun televisi Indosiar tersebut memicu kontroversi lantaran terindikasi mengandung unsur penyimpangan seksual berbahaya. Dikisahkan tokoh utama sinetron ini adalah seorang gadis berusia belasan tahun yang masih belajar di bangku SMA. Gadis tersebut diperdaya oleh seorang lelaki paruh baya yang menginginkan poligami.
Tim kreatif sinetron ini seakan menantang publik untuk berpolemik ketika mereka bermain-main dengan sejumlah isu sensitif. Pasalnya, wacana poligami sendiri masih tergolong praktik kontroversial di masyarakat. Ditambah lagi melibatkan isu pernikahan dengan pasangan di bawah umur. Melihat kondisi ini, Netray Media Monitoring memantau respons masyarakat kala menanggapi polemik sinetron “Suara Hati Istri”.
Pemantauan tersebut dilakukan pada linimasa Twitter selama periode 29 Mei hingga 4 Juni 2021. Untuk memproduksi data, digunakan kata kunci suara hati istri, kpi, dan pedofilia. Pemilihan kata kunci ini berdasarkan dua alasan. Pertama apakah warganet Twitter sadar dengan permasalah penyimpangan seksual berbahaya seperti pedofilia. Kedua bagaimana respons otoritas menanggapi masalah ini. Simak analisisnya di bawah ini.
Laporan Statistika Pemantauan Topik Pedofilia di Linimasa Twitter
Dari pemantauan topik sinetron “Suara Hati Istri” antara lain Netray menemukan 24.445 tweet telah diproduksi selama periode yang telah ditetapkan. Dari grafik di bawah ini dapat diasumsikan bahwa perbincangan yang mengandung kata kunci terjadi hampir setiap hari tetapi baru mulai ada perbincangan serius pada tanggal 1 Juni 2021. Tentu saja ada pemicu mengapa terjadi peningkatan volume sebanyak itu.
Puncak perbincangan terjadi pada tanggal 2 Juni 2021 dengan total tweet mencapai 12 ribu lebih selama 24 jam. Volume perbincangan masih cukup tinggi selama 2 hari setelahnya meskipun berkurang secara bertahap. Dengan 4 hari efektif perbincangan tersebut muncul di linimasa Twitter, topik sinetron “Suara Hati Istri” dapat dikategorikan sebagai perbincangan bertaraf nasional.
Hal ini diperkuat dengan sejumlah data statistika yang lain seperti total impresi yang mencapai angka 350,3 juta kali interaksi dalam wujud reply, retweet, dan favorites. Kata kunci pemantauan juga terlihat secara potensial menjangkau 113,6 juta akun pengguna Twitter. Tingginya total impresi berbanding dengan total tweet yang diproduksi warganet membuktikan bahwa perbincangan ini berhasil menarik perhatian masyarakat Indonesia secara masif.
Kembali merujuk pada diagram Peak Time, sempat terlihat bahwa warna merah menguasai sebagian besar tweet yang terbit selama pemantauan. Hal ini mengindikasikan sentimen negatif lebih banyak disampaikan oleh warganet. Melalui tabel Sentimen Trend dapat terlihat detail jumlah cuitan yang memperlihatkan data bahwa 19.361 tweet dikirim dengan sentimen negatif. Sedangkan tweet bersentimen positif hanya berjumlah 810 kali terbit saja.
Tanggapan Warganet Terhadap Topik Pedofilia, Tudingan Hingga Petisi
Lantas apa yang menjadi perhatian utama warganet Twitter yang berhasil dikumpulkan Netray Media Monitoring dari topik perbincangan? Apakah wacana penyimpangan seksual berbahaya, pedofilia, menjadi topik paling banyak menyedot perhatian? Jawaban atas pertanyaan ini diketahui dengan berbagai analisis. Salah satunya adalah dengan mengamati grafik Top Words di bawah ini.
Meskipun kata pedofilia menjadi kata kunci pemantauan, kata ini terletak di tengah-tengah grafik yang artinya kerap muncul dalam tweet warganet. Isu pernikahan di bawah usia resmi dan perilaku menyimpang seksual berbahaya terbukti menjadi pokok perbincangan. Hal ini dikuatkan dengan kemunculan kata-kata yang bersinonim atau minimal berasosiasi dengan tindakan kriminal ini, seperti kata grooming, umur, anak, hingga minor.
Data yang didapat dari tabel Top Words dapat disilangkan dengan tabel Top Accounts untuk mendapatkan basis yang lebih konkrit. Tabel tersebut memperlihatkan sepuluh besar akun yang mendapat interaksi terbanyak dari warganet. Yang artinya akun-akun ini menjadi episentrum perbincangan selama periode pemantauan.
Menempati posisi teratas terdapat akun @crispyfairy yang membuat penjelasan mengapa sinetron “Suara Hati Istri” menjadi tayangan yang problematik. Pertama, pemeran tokoh perempuan utama ternyata masih di bawah umur. Padahal banyak sekali adegan di tayangan tersebut yang menunjukan pemeran mengenakan pakaian malam. Kedua, tokoh antagonis sangat kerap menunjukan aksi pedofilia seperti child grooming hingga kekerasan seksual.
Tudingan ini mendapat banyak dukungan dan bisa dibilang memantik perbincangan lebih luas lagi. Akun tertinggi kedua, yakni @khansaneira menjelaskan lebih detail letak tudingan pedofilia pada elemen sinetron tersebut. Alasan utama yang ia sampaikan adalah penggunaan aktris berusia 15 tahun sebagai pemeran istri yang melakukan adegan tertentu dengan aktor yang berusia hampir 40 tahun. Ia merasa sinetron ini hanyalah merayakan pedofilia saja.
Karena permasalahan ini berada di ranah pertelevisian nasional, pengaduan pertama dapat dilayangkan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Kedua akun teratas ini memiliki kesadaran tersebut dan mengajak warganet untuk melaporkan masalah ini ke KPI. Secara formal pengaduan ini dapat dilakukan melalui aplikasi petisi online sebagai media aggregator dukungan masyarakat umum. Berikut ini adalah contoh cuitan yang membahas pedofilia.
Lebih spesifik lagi, sinetron “Suara Hati Istri” dianggap mempromosikan tindakan pedofilia. Kata ‘mempromosikan’ muncul dalam grafik Top Words hasil cuitan dari sejumlah akun yang mengkampanyekan petisi online. Mereka meminta tayangan sinetron tersebut dihentikan. Kampanye ini tentu menjadi anasir yang buruk bagi sinetron serta stasiun Indosiar yang menayangkannya.
Respons negatif warganet terhadap penayangan sinetron “Suara Hati Istri” sebaiknya dipandang sebagai hal yang positif. Pasalnya kepedulian warganet di sini bisa dibaca sebagai kesadaran atas bahaya tindakan pedofilia sebagai sebuah penyimpangan seksual. Penayangan adegan yang menormalisasi tindakan pedofilia bisa sangat mempengaruhi persepsi masyarakat. Semua elemen masyarakat harus ikut serta mengkampanyekan bahaya pedofilia.