Memiliki latar belakang sebagai seorang pesohor sebelum akhirnya terpilih menjadi anggota DPR, membuat sosok Krisdayanti kerap menjadi magnet publik. Pernyataan-pernyataannya di muka umum menjadi lebih menarik apabila dibandingkan dengan anggota DPR lain yang berasal dari kalangan politisi biasa. Jadi, ketika Krisdayanti buka-bukaan soal seberapa besar gaji para pejabat, termasuk para legislator, media massa nasional dengan cergas menggali kabar ini untuk kemudian disajikan ke khalayak umum. Ditambah lagi sangat jarang bagi para wakil rakyat untuk mau berbagi ke publik terkait seberapa besar pendapatan mereka.
Lantas apa yang mendorong Krisdayanti sudi membeberkan “rahasia” tersebut ke publik? Ternyata pada tanggal 13 September lampau, ia diundang politisi Akbar Faizal untuk menjadi bintang tamu di salah satu episode podcast di kanal YouTube pribadinya. Selain membicarakan sejumlah isu sosial politik, dalam salah satu sesi podcast tersebut Krisdayanti bercerita tentang pendapatan yang ia terima sebagai anggota DPR. Yang kemudian secara tidak langsung beresonansi dengan wacana kekayaan pejabat yang telah beredar sebelumnya.
Memantau Nama Krisdayanti di Dunia Politik
Dari hasil pemantauan media massa menggunakan kata kunci krisdayanti dan gaji, serta mengecualikan beberapa kata yang berhubungan dengan dunia infotainment, Netray Media Monitoring menemukan sejumlah fakta statistik. Data tersebut dapat memberi gambaran seberapa besar wacana ini hadir di muka publik. Hasilnya adalah 228 artikel dari 62 meja redaksi yang ditemukan selama periode 11 September hingga 17 September 2021.
Meski Netray berusaha mengeliminasi berita-berita hiburan dari pemantauan ini, grafik di atas menunjukkan bahwa masih banyak artikel yang terbit di kategori Entertainment, tepatnya di posisi kedua dengan 43 laporan. Kategori pemberitaan terbanyak adalah Government dengan 140 artikel. Sisanya terbagi ke dalam kategori Politic, Law, dan lain-lain.
Berita dengan kata kunci di atas mulai muncul pada tanggal 14 September 2021, atau sehari setelah podcast Krisdayanti di kanal YouTube Akbar Faizal mengudara. Isu ini sepertinya akan bertahan cukup lama melihat puncak pemberitaan terjadi empat hari setelah terbit berita pertama. Dan biasanya sebuah isu yang awet di ruang publik akan memiliki beberapa cabang perkembangan wacana. Untuk menelusurinya, Netray akan memanfaatkan grafik Top Words yang berisi sejumlah kata yang kerap muncul dalam pemberitaan.
Wacana Dana Reses
Netray menyoroti beberapa istilah spesifik yang muncul paling banyak dan terkesan berhubungan. Antara lain kata dana, reses, kunjungan, menyerap, aspirasi, dan rakyat. Isu dana reses, dana yang didapat anggota DPR RI setiap tahun guna menyerap aspirasi rakyat, mencuat setelah Krisdayanti mengungkap besaran anggaran yang diterima setiap legislator. Dalam podcast tersebut, Krisdayanti menyebutkan bahwa setiap tahun masing-masing anggota DPR akan mendapatkan dana sebesar 140 juta rupiah sebanyak 8 kali, atau 1,1 miliar per tahun.
Pemantauan kata kunci dana reses sendiri menghasilkan 100 artikel yang ditulis oleh 44 portal berita online. Isu ini juga khas dalam kategori politik dan pemerintahan. Isinya sebagian besar merupakan klarifikasi terhadap pernyataan Krisdayanti dari sejumlah pihak. Termasuk bahkan dari Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang mengatakan bahwa dana reses bukanlah gaji atau pendapatan. Dana tersebut diperuntukan bagi konstituen di masing-masing dapil Anggota DPR.
Merasa pendapatnya salah diartikan, Krisdayanti ganti memberikan klarifikasi yang mulai dimuat media massa pada Rabu pagi 15 September 2021. Pihaknya membenarkan apabila dana reses bukan bagian dari pendapatan pribadi sebagai wakil rakyat. Dana tersebut justru harus kembali ke rakyat, konstituen di daerah pemilihan, dalam bentuk penyerapan aspirasi. Sehingga penggunaan anggaran yang tidak sedikit tersebut harus dipertanggungjawabkan oleh setiap anggota DPR di masing-masing komisi mereka.
Kritik Publik, Absennya Pengawasan Publik
Akan tetapi, yang amat disayangkan adalah absennya mekanisme pengawasan publik atau peraturan untuk mengetahui seberapa efektif dan efisien dana reses tersebut dipergunakan. Dibutuhkan riset mandiri jika ingin melihat bagaimana masing-masing wakil rakyat memanfaatkan fasilitas dari negara ini. Sehingga hampir tidak mungkin publik mendapat informasi secara luas terkait penggunaan dana reses anggota DPR RI.
Hanya saja masih ada cara lain untuk menilai apakah DPR RI memanfaatkan dana reses dengan tepat. Yakni dengan melihat performa legislasi DPR dalam membuat RUU. Perlu diketahui bahwa membuat RUU sama sekali berbeda dengan menetapkan UU. Karena RUU bisa datang dari mana saja, seperti diusung oleh masyarakat sipil atau akademisi. Dengan demikian, jika asumsinya semakin tinggi penyerapan aspirasi masyarakat dengan fasilitas dana reses, maka semakin banyak pula RUU yang dibuat oleh DPR sendiri.
Hal ini tampaknya menjadi sorotan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi). Dengan besarnya anggaran untuk dana reses, ternyata performa pembuatan RUU dari internal legislatif terhitung sangat rendah. Selama 2 tahun bekerja, DPR RI baru mengesahkan 4 RUU prioritas yang masuk ke dalam prolegnas (Program Legislasi Nasional).
Penutup
Kembali pada wacana Krisdayanti yang membeberkan berapa banyak gaji yang ia dapatkan selama dua tahun menjabat anggota DPR RI di komisi IX dari fraksi PDI-P. Aksi tersebut justru menjadi bumerang bagi Krisdayanti. Dampak dari “nyanyian” Krisdayanti dalam sidang wakil rakyat kali ini adalah munculnya respons dari masyarakat umum. Respons tersebut berupa kritik dari publik atas penggunaan anggaran untuk menggaji anggota DPR, termasuk dana reses.
Kedua adalah Krisdayanti sendiri akhirnya dipanggil fraksinya di parlemen, yaitu fraksi PDI Perjuangan. Bersama Ketua Fraksi Utut Adianto dan Wakil Ketua Bambang Wuryanto, Krisdayanti meminta maaf karena telah membuat gaduh dan repot banyak pihak. Utut mengharap DPR RI mampu memberikan informasi yang lebih akurat kepada masyarakat umum tentang gaji anggota mereka agar tidak timbul mispersepsi lagi di kemudian hari.