Awal 2022, isu korupsi kembali ramai. Kali ini bukan geger penangkapan maling uang rakyat, tetapi soal isu koruptor di bawah Rp50 juta yang tak perlu dipenjara. Pernyataan itu dilontarkan Jaksa Agung ST Burhanuddin hingga kemudian menjadi sorotan media massa dan juga publik.
Dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI yang diadakan pada Kamis (27/1/2022), ST Burhanuddin menyampaikan bahwa penyelesaian proses hukum kasus korupsi dengan kerugian di bawah Rp50 juta dapat diselesaikan dengan pengembalian kerugian negara. Dengan mekanisme tersebut ST Burhanuddin menilai proses hukum dalam dilakukan secara cepat dan sederhana.
Pernyataan Jaksa Agung yang telah dilantik oleh Presiden Jokowi sejak 2019 tersebut telah disoroti oleh 49 media massa dengan total penulisan berita sebanyak 185 artikel dalam periode 27Januari-3 Februari 2022. Isu yang dinilai memberikan keterpihakan kepada koruptor ini memberikan sentimen negatif kepada sosok jaksa agung tersebut.
Berbagai espons dari beberapa kalangan mulai bermunculan setelah adanya pernyataan tersebut. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara lantang memberikan tanggapannya terhadap isu tersebut. Melansir dari iNews.id, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan bahwa korupsi di bawah Rp50 juta tidak bisa dibiarkan dan tetap perlu ada pemberian efek jera.
Nama-nama yang memberikan tanggapan keras terhadap pernyataan Jaksa Agung kerap muncul dalam pemberitaan atau masuk dalam daftar Top Person dari hasil analisis pemberitaan yang dilakukan oleh Netray.
Selain Ghufron, tanggapan keras disampaikan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana. Nama Kurnia masuk dalam Top Person, Ia bilang ICW tidak memahami argumentasi hukum yang mendasari pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin soal penghapusan proses hukum tersebut. Menurutnya sampai saat ini pasal 4 UU Tipikor masih berlaku sehingga pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tipikor.
Kritikan lain terhadap isu ini juga datang Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Peneliti ICJR Iftitah Sari atau Tita mengingatkan bahwa para pelaku korupsi dengan kerugian negara di bawah Rp50 juta tetap harus melalui proses pidana meski melakukan pengembalian kerugian keuangan negara.
Korupsi 50 Juta Cukup Kembalikan, Warganet: Dikira Simpan Pinjam
Pernyataan kontroversi jaksa agung ini juga menyentil warganet yang turut tergelitik atas hal tersebut. Berbagai respons terkait pernyataan ST Burhanuddin diungkapkan warganet dalam unggahan twit mereka.
Terlihat dari kumpulan Top Words gambar 7, kosakata yang berkaitan dengan korupsi mendominasi perbincangan. Namun, salah satu kata yang mencuri perhatian ialah kosakata enak yang turut menjadi deretan di kumpulan Top Words topik ini.
Warganet menilai ketiadaan proses hukum bagi pelaku korupsi di bawah Rp50 juta dinilai tidak memberikan keadilan. Beberapa warganet memberikan perbandingan dengan proses hukum yang diterima oleh beberapa oknum yang dinilai tak sebanding dengan tindak korupsi Rp50 juta.
Berbagai guyonan pun juga dilontarkan warganet terkait pernyataan kontroversi tersebut. Warganet menilai koruptor yang mendapat ampunan karena jumlah korupsi di bawah Rp50 juta sama halnya dengan orang yang tengah melakukan proses simpan pinjam. Padahal hal tersebut merupakan tindakan kriminal, meski jumlah korupsi terbilang kecil.
Tanggapan hingga kritikan atas isu tersebut terus dilayangkan warganet hingga topik ini menyentuh lebih dari dua ribu twit dalam periode pemantauan yang sama dengan kanal news. Tak sedikit warganet memberikan respons yang terdetekti sebagai tweet bersentimen negatif. Terlihat dari grafik Sentiment Trend di bawah ini yang menunjukkan bahwa 76% persen tweet bersentimen negatif.
Ribuan kekecewaan diungkapkan warganet dengan memberikan tanggapan mereka atas ketidakadilan apabila koruptor di bawah Rp50 juta tidak mendapat proses hukum. Peradilan tersebut dinilai jauh berbeda dengan apa yang diterima oleh rakyat jelata yang tengah menjalani proses hukum di beberapa kasus yang justru dinilai tidak berat. Meski putusan tersebut dianggap sebagai salah satu bentuk meringankan anggaran biaya pengusutan kasus korupsi. Namun, tak sepantasnya koruptor mendapat hak kebebasan atas tindakan tersebut.
Demikian pantauan Media Monitoring Netray terkait pernyataan kontroversi Jaksa Agung ST Burhanuddin. Simak ulasan isu terkini lainnya hanya di https://analysis.netray.id/
Editor: Irwan Syambudi