Nelayan merupakan salah satu kelompok yang paling rentan dalam menghadapi persebaran Covid-19 di Indonesia. Menurunnya pendapatan karena terputusnya rantai dagang perikanan ikan dari nelayan sebagai produsen kepada masyarakat luas sebagai konsumen berpotensi melumpuhkan kehidupan ekonomi nelayan dan para pelaku perikanan di dalamnya. Bagaimana nasib nelayan Indonesia setelah sebulan lamanya diterpa pandemi? Berikut pantaun Netray terkait topik nelayan di media selama seminggu terakhir.
Topik Nelayan di Media
Dari pantauan Netray terkait topik nelayan di media pemberitaan selama seminggu terakhir ditemukan total 418 artikel dari 78 portal media berita membahas topik ini. Sebagian besar media menyoroti kebijakan pemerintah (46%) dan ekonomi (25%). Sementara pembahasan topik nelayan di Twitter mencapai 2 ribu lebih cuitan dengan total 1,5 ribu lebih akun yang terlibat. Berikut perkembangan jumlah pemberitaan terkait topik nelayan di awal April.
Puncak pemberitaan terkait topik nelayan di media pemberitaan terjadi pada 1 April. Dari penelusuran Netray, pemberitaan pada 1 April banyak membahas soal kebijakan relaksasi kredit dari pemerintah terkait cicilan kendaraan yang berlaku bagi pengendara ojek, supir taksi hingga nelayan sebagai upaya meringankan dampak pandemi covid-19. Sementara topik terkait nelayan di Twitter paling banyak dibahas pada 6 April dengan sebagian besar cuitan berisi peringatan hari nelayan nasional. Selain itu, apa saja isu yang dibahas oleh media selama seminggu terakhir. Berikut selengkapnya.
Dampak Pandemi Bagi Nelayan dan Pelaku Perikanan
Dari pantauan Netray, pemberitaan di media selama seminggu terakhir banyak membahas dampak yang dialami nelayan selama pandemi serta beberapa kebijakan pemerintah untuk meringankan beban para nelayan dan pelaku perikanan yang terdampak. Berikut beberapa poin yang dibahas media terkait kondisi ataupun nasib nelayan dalam seminggu terakhir.
Harga Ikan Anjlok, Hasil Tangkapan Tidak Terjual Maksimal
Banyak nelayan yang tidak bisa menjual hasil tangkapannya dengan maksimal karena harga jual ikan mengalami penurunan. Seperti diberitakan oleh Tribun Timur berikut. Harga ikan tuna di TPI Rajawali Makassar mengalami penurunan harga hingga 45 ribu per ekor.
Selain di Makassar, penurunan harga ikan juga menimpa para nelayan di Lingga Kepulauan Riau.
Kesulitan yang dialami nelayan dalam menjual ikan hasil tangkapannya juga banyak dicuitkan oleh warganet di Twitter seperti berikut.
Meskipun hasil ikan melimpah, nelayan di Lamongan tersebut kesulitan menjual hasil tangkapannya. Kisah lain juga diungkapkan oleh @msaid_didu. Dalam cuitannya ia menceritakan nasib nelayan Kronjo yang pendapatannya perhari berkurang sebesar 50% karena harga ikan turun menjadi setengah harga.
Banyak Nelayan Berhenti Melaut
Ratusan nelayan asal Maros memutuskan berhenti melaut karena pabrik ikan tempat mereka menjual ikan di Kalimantan sudah berhenti beroperasi. Diungkapkan Tribun Timur, para nelayan tersebut seharusnya pulang di bulan 5, namun karena penjualan berhenti mereka memutuskan untuk pulang lebih awal.
Nasib menyedihkan juga dialami oleh nelayan di Tanjab Barat. Banyak nelayan yang tidak bisa melaut dan tidak bisa menjual hasil tangkap mereka karena virus corona atau covid-19 padahal mayoritas masyarakat Tanjab Barat rata-rata merupakan nelayan.
Dampak Pembatasan Wilayah Terhadap Logistik Perikanan dan Distribusi Hasil Nelayan
Dari media juga dikabarkan bahwa nelayan mengalami kesulitan mendapatkan logistik perikanan karena dampak pembatasan wilayah. Para pelaku usaha perikanan mengeluh terkendala dalam akses keluar dan masuk wilayah yang mengeluarkan kebijakan pembatasan dan penutupan akses ke wilayahnya masing-masing.
Padahal, Presiden Joko Widodo dalam arahannya meminta daerah untuk mempermudah akses pengiriman logistik untuk menyuplai kebutuhan pangan masyarakat. Pembatasan wilayah juga berdampak pada distribusi ikan nelayan ke luar daerah.
Ikan hasil tangkapan nelayan banyak, namun banyak wilayah yang melakukan penyetopan, seperti Jakarta misalnya.
Upaya Pemerintah
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo terus berupaya untuk menstabilkan sektor perikanan di tengah wabah corona saat ini. Beberapa stimulus ekonomi demi menjaga keberlangsungan sektor perikanan di tengah wabah corona terus diusulkan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan meminta akses pengiriman sarana produksi dan logistik di Bidang Kelautan dan Perikanan tidak dibatasi, termasuk wilayah-wilayah yang menjadi zona merah pandemi Covid-19.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, KKP, Slamet Soebjakto berharap akses pengiriman input produksi meliputi pakan ikan, induk/calon induk, benih, bibit rumput laut dan sarana produksi lainnya serta hasil produksi budidaya dan nelayan dipermudah dan tidak dibatasi.
Terkait distribusi hasil perikanan yang tidak maksimal saat ini, KKP juga meminta produksi perikanan diserap BUMN dan Pemerintah.
Dalam cuitannya, Edhy Prabowo juga menyampaikan bahwa pihaknya telah menjajaki kerjasama dengan Kementerian Sosial untuk menyerap hasil perikanan nelayan, pembudidaya, dan pelaku usaha ke dalam program bantuan masyarakat.
Edhy juga mengusulkan agar pajak industri pengolahan ikan dipotong 30% untuk untuk menjaga produktivitas unit pengolahan ikan dalam menyerap produksi nelayan dan pembudidaya.
Menanggapi berbagai keluhan yang ada, pemerintah terus berupaya untuk meringankan beban dari nelayan dan para pelaku perikanan yang terdampak pandemi covid-19. Penurunan harga ikan yang mencapai separuh dari harga awal berimbas pada nasib nelayan yang beberapa di antaranya harus berhenti melaut. Selain itu, Netray mencatat salah satu poin penting dalam pembahasan topik ini di media, yaitu dampak yang harus diterima nelayan terkait pembatasan wilayah yang diterapkan oleh beberapa daerah. Selain berimbas pada kendala logistik, kebijakan tersebut juga berimbas pada distribusi hasil perikanan ke sejumlah daerah yang terpaksa dihentikan. Demikian pantauan Netray terkait topik nelayan di media pada awal April ini. Semoga pemerintah terus memperhatikan nasib nelayan yang terombang-ambing di tengah badai virus corona ini.