HomeCurrent ReportKebijakan Kenaikan PPN 12%, Gelombang Negatif Penuhi Linimasa X

Kebijakan Kenaikan PPN 12%, Gelombang Negatif Penuhi Linimasa X

Published on

Jelang akhir tahun 2024, kabar mengejutkan datang dari Menteri Perekonomian Sri Mulyani. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mengalami kenaikan dari yang tadinya di angka 11% menjadi 12% per 1 Januari 2025. PPN merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Indonesia oleh pengusaha, serta atas impor Barang Kena Pajak. Pajak ini dibayar oleh pembeli, tapi yang menyerahkan laporannya ke pemerintah adalah penjual.

Sejak tahun 1983, PPN selalu berada di angka 10%. Lalu 39 tahun kemudian di 2022 menjadi 11%. Hanya cukup 2 tahun, atau pada momen pergantian presiden menjadi Prabowo Subianto, menjadi 12%. Adapun kenaikan ini dilakukan agar APBN menjadi lebih sehat, meningkatkan pendapatan negara serta menyesuaikan dengan standar internasional atau sering disebut pajak pertambahan nilai (value added tax/VAT).

Rencana kenaikan PPN ini menuai berbagai penolakan dari masyarakat, hingga permintaan untuk membatalkan kebijakan tersebut. Opini masyarakat banyak dituangkan dalam media sosial seperti yang akan ditelisik Netray Media Monitoring dari media sosial X. Pemantauan topik ini diterapkan selama periode 14 November hingga 24 November 2024.

Warganet X Ramai-ramai Tolak Kenaikan PPN

Di media sosial X, Netray menemukan sebanyak 58 ribu unggahan warganet membahas topik kenaikan PPN 12%. Perbincangan warganet didominasi oleh sentimen negatif sebanyak 48,4 ribu jika dibanding sentimen positif yang hanya 1,9 ribu unggahan. Total unggahan tersebut berasal dari 11,6 ribu akun X.

Gambar 1. Statistik perbincangan X topik PPN 12%

Topik kenaikan PPN ini berhasil memperoleh 262,9 ribu impresi berupa replies, likes, dan repost. Bahkan dari total unggahan yang ada dapat menjangkau hingga ke 140,3 juta akun. Perbincangan warganet belum terlalu ramai usai Sri Mulyani menyampaikan rencana kebijakan ini pada Rapat Kerja Komisi XI, Rabu pekan lalu. Baru pada tanggal 15 November percakapan topik ini mulai meningkat sedikit demi sedikit. Puncaknya terjadi pada tanggal 22 November sebanyak kurang lebih 18 ribu unggahan muncul membahas kenaikan PPN 12%. Setelahnya perbincangan sedikit menurun namun tetap dalam angka ribuan. Hingga pada akhir periode pemantauan pada tanggal 24 November unggahan X masih menyentuh angka 6,7 ribu.

Gambar 2. Intensitas perbincangan X

Lalu apa saja yang diperbincangkan warganet. Untuk melihatnya Netray menggunakan fitur top words atau kata-kata populer. Terlihat bahwa wacana penolakan terhadap aturan ini sangat tajam menggema di warganet X ketika kata tolak, menolak, dan tolakppn12persen muncul cukup menonjol dalam jajaran kata populer. 

Gambar 3. Jajaran kata populer

Penolakan tersebut seperti yang dilontarkan akun @pakmul63. Ia meminta agar pemerintah menunda pelaksanaan kebijakan ini mengingat keadaan ekonomi Indonesia yang sedang melemah, PHK dimana-mana, pekerjaan sektor formal sedang menyusut. Akun @pugutrigi8 juga menentang keras kebijakan ini, ia justru ingin memboikot kebijakan ini, karena merasa diakali oleh negara di saat harga-harga mulai naik, begitu juga inflasi semakin meninggi, dan daya beli masyarakat menjadi turun.

Gambar 5. Opini warganet

Kemudian kata pajak yang juga berada jajaran teratas kata populer menampilkan berbagai sudut pandang dari warganet X. Seperti dari @gg_02022020 Ia menjelaskan mengapa PPN bisa naik karena pemerintah yang korup, pengeluaran pemerintah yang gila-gilaan untuk proyek mercusuar, hingga hanya segelintir rakyat yang patuh membayar Pajak Penghasilan. Kemudian akun @hnirankara menegaskan bahwa mayoritas penyumbang APN adalah dari pajak dan kekayaan alam. Namun hasil kekayaan alam justru diserahkan kepada kaum oligarki. Hal serupa juga diungkapkan akun @JurnalAkuntansikun yang kemudian mempertanyakan kemana hasil alam, juga keuntungan dari perusahaan BUMN. Lalu akun @wbpratama justru Pajak Karbon yang juga ada di Undang-undang sejak April 2022 masih tertunda dan belum berlaku hingga sekarang.

Gambar 6. Opini warganet
Gambar 7. Opini warganet

Di sisi lain, tax amnesty atau pajak pengampunan juga banyak menjadi bahasan warganet X terlihat dari kata amnesty dan pengampunan masuk dalam jajaran top words. Kabarnya tax amnesty jilid III akan dibahas tahun 2025. Hal ini terkait dengan kabar bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak resmi masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2025.

Tampak akun @secr3thm4nz56 sangat marah akan rencana pajak pengampunan ini, di mana hati nurani pemerintah saat rakyat kecil diberi kenaikan pajak dan rakyat borjuis justru mendapat pengampunan pajak. Kemudian @NenkMonica memaparkan fakta bahwa kenaikan PPN ini terjadi akibat konsekuensi saat Pilpres 2024. Menurutnya para konglomerat yang sudah memberikan “kontribusinya” saat Pilpres mendapat “suntikan dana” sehingga layak mendapat Tax Amnesty. Sedangkan masyarakat menengah menerima kontribusi berbentuk Bantuan Sosial, sehingga sekarang saatnya membayar dengan kenaikan PPN 12%.

Gambar 7. Opini warganet

Media Populer dan Respon Positif dari Isu Kenaikan PPN

Selain itu warganet juga ramai-ramai menyebarkan garuda biru dengan tulisan seperti “Menarik pajak tanpa timbal balik rakyat untuk rakyat adalah adalah sebuah kejahatan”, “jangan kebiasaan malakin rakyat”, “Perpajakan tanpa perwakilan rakyat adalah kejahatan”, “Taxation without representation is a crime” sebagai bentuk protes kepada pemerintah. Visual-visual viral ini terangkum di grafik Popular Media Netray dan mengingatkan kita pada protes “Peringatan Darurat” beberapa waktu silam.

Gambar 8. Unggahan garuda biru
Gambar 9. Unggahan garuda biru

Meski dominasi protes sangat terasa di X, ada pula segelintir warganet yang mengambil sisi positif dari kenaikan PPN ini. Seperti @RendyAksa__ yang mengatakan bahwa saat PPN naik, pelayanan umum harus lebih diperbaiki dan ditingkatkan oleh pemerintah agar kepercayaan masyarakat meningkat. Lalu, @Paradox_Buzz mengatakan bahwa kenaikan ini mengajarkan untuk hidup sederhana dan memungkinkan kita lebih dekat dengan Tuhan. Ia juga mengajak untuk tahun depan lebih berbenah hidup dan berhemat tak perlu membeli barang mewah. Sedangkan akun @uberfunk tampak lebih positif mengajak kelas menengah untuk beralih ke sektor yang tidak memungut PPN 12%. Seperti mulai makan di warteg, belanja di pasar tradisional, tidak membeli baju baru, memperbaiki barang yang rusak sendiri. Serta meminimalisasi segala konsumsi yang terkena PPN 12%.

Gambar 10. Tanggapan positif warganet

Adanya rencana kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% ini mendapat respons yang didominasi oleh sentimen negatif. Banyak masyarakat, terutama dari kalangan menengah ke bawah, merasa khawatir terhadap dampak kebijakan tersebut. Seperti penurunan daya beli, hingga ancaman stabilitas pekerjaan. Tagar seperti #tolakPPN12persen mencerminkan penolakan yang sangat luas. Namun di sisi lain warganet yang menanggapi positif mengajak kita lebih berhemat dan beralih ke sektor yang tidak terkena PPN. Dengan adanya pro kontra ini pemerintah perlu lebih berhati-hati dalam melaksanakan kebijakan ini ke depannya dan melakukan komunikasi yang tepat kepada masyarakat. 

Simak analisis terkini dan mendalam lainnya di analysis.netray.id. Untuk melakukan pemantauan terhadap isu yang sedang berkembang secara real time kunjungi percobaan gratis di netray.id.

Editor: Ananditya Paradhi

More like this

Kenaikan PPN 12% dan Gelombang Protes Warganet X: Bantuan Pemerintah Dianggap Tak Sebanding

Pemerintah akhirnya memutuskan untuk tetap menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada senin...

Tenggelam dalam Arus Sentimen Negatif, Gus Miftah Akhirnya Mundur

Miftah Maulana Habiburrahman atau yang biasa disebut Gus Miftah menjadi sorotan publik baru-baru ini...

Layanan Baru “Lapor Mas Wapres”: Dihujat di X, Didukung di Tiktok

Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka membuat terobosan baru di awal kepemimpinannya. Ia resmi membuka...